Wayang lemah mungkin tidak banyak yang tertarik untuk menontonya. Begitu juga eksistensi wayang lemah hanya terbatas dalam pelaksanaan upacara masyarakat Hindu di Bali, namun tidak begitu dengan Sekaa Wayang JDR Bali yang memang berkomitmen mengenalkan wayang lemah sebagai media menyampaikan pesan kepada masyarakat.
Menurut Jro Dalang Dr. I Made Adi Surya Pradnya, wayang adalah media menyampaikan pesan ajaran kehidupan kepada seluruh umat melalui pementasan, namun sering kali pementasan wayang lemah hanya dipahami sebatas pelengkap upacara saja, sehingga pesan yang disampaikan tidak sampai pada umat dalam pelaksanaan yajna. “Oleh karena itulah, kita berusaha mengenalkan wayang lemah melalui pementasan serta beberapa pertunjukan di Bali dan saat ini mencoba mengenalkan budaya Bali berupa wayang lemah di tingkat internasional yang pada tahun ini kita fokuskan di India,” ujar Dosen IHDN Denpasar itu pada awal Desember 2017 lalu sekembalinya dari India.
Saat pentas wayang lemah dilangsungkan pada 23 Nopember 2017 lalu di Little Theater, New Delhi, sejumlah budayawan India terkesan dengan pementasan Sekaa Wayang JDR dan mereka meminta pementasan tersebut diteruskan. Sekaa Wayang JDR kemudian menjelajah wilayah India timur, Odisha, yaitu ke Bhubaneswar dan Puri yang terkenal dengan Pura Agung Jaganath Puri.
Pementasan wayang JDR Bali mendapat dukungan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia, sehingga penyelenggaraannya dilakukan pada tanggal 17 November – 2 Desember 2017 dengan mengikuti beberapa festival antara lain 23 November 2017 sebagai Duta Indonesia pada acara Delhi International Arts Festival (DIAF) menampilkan lakon “Bima Swarga.” Selanjutnya 26 November 2017 wayang lemah di Kalinga Institut Of Social Science di Bhubaneswar. Dilanjutkan pada malam harinya di Jaganath Puri dalam lakon yang sama. Serta tanggal 27 November 2017 pementasan wayang lemah dilaksanakan di Kementerian Kebudayaan, Bhubaneswar, India. Terakhir kembali tanggal 30 November 2017 ke New Delhi melaksanakan pementasan kembali dengan Lakon“ Pasupati Sastra” di Little Theater, Copernicus.
Pementasan wayang lemah menampilkan juga tarian Bali, seperti Tari Baris, Tari Topeng dan Tari Rejang. Seniman yang terlibat dalam pementasan wayang lemah berjumlah 8 orang, antara lain Jro Dalang Dr. Surya Pradnya (Jro Dalang Nabe Roby), Dr. I Gede Sutarya (sendon), I Gede Ekaparisuda dan I Nyoman Mukti Dananjaya (Gender), I Gusti Ngurah Pertu Agung (Penari Topeng Tua), I Dewa Alit Swastika (Tari Baris), I Dewa Putu ArditaYasa (Penari Topeng Keras), I Gusti Agung Diah (Penari Rejang Dewa).
Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan wayang lemah adalah sesuai dengan pakem pewayangan, yaitu Bahasa Kawi, Bahasa Bali, namun untuk pesan yang disampaikan dalam pementasan oleh Tualen dan Merdah menggunakan Bahasa Inggris, sehingga dapat dipahami oleh audien. Salah satu pesan yang disampaikan adalah tentang budaya Bali dengan tradisinya yang unik dan Hinduisme yang selama ini eksis di Bali. Tidak lupa juga mempromosikan pariwisata Indonesia dengan Visa On Arivalnya. (dar)
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar