Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Jumat, 11 November 2016

Dewi Subadra Menghayati Bhakti Yoga

Oleh Luh Made Sutarmi

Kehidupan  menampilkan wajah ganda, manusia diberikan untuk memilih dan menjalani hidup  dengan beragam jalan. Manusia tinggal memilih. Walaupun mampu memilih, namun manusia  penuh dengan keterbatasan Nobody can count the starts. Manusia memiliki batas kemampuan masing-masing.

Dalam koridor itu, konsespsi Hindu menyediakan  beragam marga (jalan), yakni Jnana  marga, Bhakti marga, Karma marga dan Raja marga. Semua marga bertemu di sisi  Tuhan. Jalan itu, diaspal oleh cinta kasih yang tulus.  Cinta kasih adalah perasaan hati yang harus diungkapkan dengan hati, bukan hanya dengan rayuan atau pujian. Cinta dengan hati lebih bersifat permanen.  Apa yang mudah uuntuk didapatkan akan mudah ununtuk disesalkan. Apa yang butuh perjuangan untuk didapatkan, akan sulit untuk dilupakan.
Narasi pesan-pesan bijak kehidupan yang selalu menjadikan diri manusia  selalu hidup. Arjuna berkata syahdu pada Subadra, “ “Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta di jalanan. Sebelum kamu mengeluh  bahwa kamu buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya. Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istrimu, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan  untuk diberikan teman hidup. Tuhan berpesan  dalam gita:” Inilah janji-Ku kepadamu. Jika engkau mengingat Aku dengan kasih, akan Kuberi engkau kemampuan kearifan, buddhi yoga sehingga engkau dapat masuk ke dalam diri-Ku untuk selamanya dan manunggal dengan Aku.”
Demikianlah percakapan Arjuna pada Sang Istri Dewi Subadra dalam sunyi di saat Purnama, sasih kartika, ketika bulan mulai menampakkan wajahnya di  musim semi bunga bunga di taman  Dwaraka.
“Lalu apa yang harus yang dinda perlu lakukan “untuk mengimplementasikan Budhi Yoga, kanda?” tanya  Dewi Subadra kepada suaminya tercinta. Malam  yang indah menyambut hati yang penuh kesejukan, nampak  menyisakan sebait kesan indah.
Arjuna berkata dengan penuh kegembiraan, bahwa  bakti yoga adalah  kemampuan membedakan yang   mampu membedakan diri sejati dari yang bukan diri sejati, membedakan yang kekal dari yang tidak kekal atau dapat berubah. Kemampuan membedakan ini terdapat hanya pada orang yang telah melakukan pengabdian suci dan penuh cinta kasih terhadap Tuhan. Pengabdian adalah jalan yang mudah untuk memperoleh kebijaksanaan, sesungguhnya ia adalah satu-satunya jalan menuju pengetahuan spiritual. Dalam konsep berbeda ikhlaskan semuanya padaNya. Relakan jika memang harus berakhir. Karena akhir sebuah kisah adalah pertanda bahwa akan ada kisah yang baru.
“Apa sebenarnya bhakti itu kanda?” tanya Subdra. Arjuna menjawab, “Dinda Subadra, yang rahimmu menjadi tempat roh leluhurku bertapa, sehingga melahirkan ‘ksatria abadi, perlu engkau ketahui bahwa bhakti adalah kasih yang mengalir dengan tiada putusnya kepada Tuhan. Bila kasih ditujukan pada hal-hal yang bersifat sementara, itu bukan pengabdian, melainkan hanya merupakan suatu bentuk keterikatan. Tetapi jika kasih ditujukan kepada sesuatu yang permanen, maka hal itu menjadi bhakti. Bhakti atau pengabdian mulai dengan sikap bahwa dirimu  adalah hamba Tuhan, daasoham. Kemudian engkau melangkah maju ke tahap peleburan yakni langsung menyatukan diri dengan Tuhan, maka engkau mengatakan soham ‘aku adalah Dia. Tuhan dan aku satu’. Di terminal inilah  nasehat menarik harus engkau ketahui, Subdra  istriku yang cantik, “Kanda  tidak akan pernah bisa mencintai dirimu , jika engkau menutup kekuranganmu  dariku, itulah awal dari cara untuk mendapatkan jalan Tuhan.””
Subadra bertanya, “ Ada berapa jalan mudah menggapai cintanya Tuhan, kanda?” Arjuna berkata, “Istriku sayang, ada tiga jalan yang secara berturut-turut menuju pada kesadaran Tuhan, yaitu dwaita ‘dualisme’, wishishtadwaita ‘nondualisme yang terbatas’, dan adwaita ‘nondualisme’. Mula-mula engkau akan menyatakan, ‘Aku adalah abdi Tuhan’. Di sini ada dua perwujudan, yang satu Tuhan dan yang lain engkau, pengabdi, Tuhan dianggap berada di suatu tempat dan engkau ingin mencari-Nya, mendekati-Nya, dan ingin sangat erat dengan-Nya. Sedikit demi sedikit engkau maju di jalan ini sehingga akhirnya engkau akan berhadapan dengan Tuhan, maka engkau akan mengatakan kepada-Nya, ‘Ya Tuhan, aku ini abdi-Mu’. Pada tahap kedua ini engkau berdiri tegak di hadapan Tuhan dan menyatakan dirimu sendiri sebagai abdi Tuhan. Kemudian pada tahap ketiga engkau menyatakan, ‘Aku adalah Engkau dan Engkau adalah aku.’
Terminal  itu, maka Jangan hanya karena engkau merasa kaya raya lalu bisa membeli sebuah kebahagiaan dan cinta yang suci. Kebahagiaan dan cinta tidak serta merta anda dapatkan dengan kekayaan, melainkan dengan perasaan yang tulus dan menerima tidakdir ilahi dengan kerelaan hati.”
“Bagaimanakah hati seorang penganut bhakti?” Arjuna menjawab, “Seorang penganut Bakti disebut bhakta. Bhakta  yang menempuh hidup berkeluarga itu bernama Nagamahaasaya, merasa dirinya sebagai Tuhan, karena itu ia selalu mempraktekkan prinsip daasoham. Keampuhan tahap daasoham ialah bahwa dengan bersikap merendahkan diri dan pasrah, rasa keakuan segera lenyap. Siapa saja yang tekun melatih diri seperti ini, suatu hari akan berjumpa wajah-wajah jiwa yang semakin tenang dan tenteram. Bagi jiwa yang sudah melewati fase-fase ini sering dibagikan pesan seperti ini. Bertumbuh itu menyakitkan. Berubah itu juga menyakitkan. Namun tanpa pertumbuhan dan perubahan, maka jiwa akan mirip dengan kayu bakar yang kering. Di satu sisi ia tidak menghasilkan dedaunan yang menyejukkan lingkungan, di lain sisi ia juga gagal memberikan persembahan pada kehidupan berupa bunga yang indah.”
“Lalu bagaimana caranya seorang bhakta menghayati kebahagiaan?” tanya Subadra. Arjuna menjawab, “”Dalam hutan kehidupan ini lebih bagus lagi kalau mulai berkenalan dengan ajaran dan praktik spiritual yang menyejukkan. Meditasi, yoga, doa, puja, dan lain-lain  adalah pilihan yang tersedia. Apa pun bentuk praktik dan olah spiritualnya, selalu pilih bentuk-bentuk praktik spiritual yang menyejukkan dan menenteramkan. Sekaligus yang membuat seorang pencari semakin dekat dengan cahaya dan keluarga.
Arjuna menambahkan,“Subadra, bila engkau mencari kebahagiaan yang dapat dibandingkan dengan makanan yang kau siapkan. Tiga sifat  satwa, rajas, dan tamas akan selalu  mengintai. Badanmu dapat dianggap sebagai periuknya. Perasaan dan keinginanmu adalah air, dan kerinduan serta aspirasi spiritualmu adalah beras. Api yang dinyalakan di antara ketiga batu itu adalah sadhana yang menyucikan yang digunakan untuk mencari kebijaksanaan. Api yang menyucikan ini memanaskan badan, melalui badan diteruskan ke perasaan dan keinginan; ini semua dimasak dan diubah menjadi kerinduan spiritual yang tertinggi sehingga akhirnya menghasilkan makanan matang, makanan spiritual, atmajnana, penghayatan akan Yang Esa yang selama ini telah kau dambakan. Tidak mungkin engkau dapat mewujudkan kebijaksanaan spiritual semacam itu secara langsung dalam hatimu, dengan serta merta, tanpa lebih dulu melalui proses memasak. Melalui badan dan perbuatan yang baik engkau harus membakar nafsu atau keinginanmu dan mengubahnya menjadi kerinduan spiritual; inilah yang kemudian menuntunmu menuju penghayatan pengetahuan yang utama.”
“Lalu apakah sebenarnya inti dari Bhakti Yoga?” Arjuna manjawab, “Cinta dengan setulus hati pada yang maha memberi kehidupan. Ajaran kasih yang telah aku wedarkan  intinya adalah  cinta kasih adalah dasar segala-galanya; cinta kasih adalah satu-satunya sifat terpenting yang harus dikembangkan. Seluruh pikiranmu harus diresapi oleh sifat ini sehingga kebenaran akan menetap dengan sendirinya dalam hati. Tidak ada kesia-siaan yang menguras tubuh kecuali kekhawatiran, dan orang yang punya keyakinan pada Tuhan seharusnya merasa malu kalau masih mengkhawatirkan sesuatu.  Sebab, orang lemah tidak pernah bisa memaafkan. Memaafkan adalah sifat orang perkasa.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar