Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Senin, 15 April 2019

Melayani dan Kirtan, Elemen Terpenting dalam Bhakti-yoga

Filsafat Hindu sangat kaya dan luas. Ada yang mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak memiliki bentuk. Alasannya karena Tuhan itu tidak dapat dibayangkan dan dipikiran (acintya). Ada juga yang mengajarkan bahwa para dewa yang jumlahnya mencapai 33 juta itu tiada lain adalah Tuhan jua. Dengan demikian menyembah dewa pada dasarnya juga menyembah Tuhan. Dan masih banyak lagi filsafat yang lainnya, bahkan ada yang memuja sesuatu di bawah kualitas dewa, diperlakukan seperti memuliakan Tuhan itu sendiri. Berbagai pengaruh itu dengan mudah bisa ditemui di Bali, karena masih banyak yang mempraktikkan.

Ketika kelompok Kesadaran Krishna menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Bali, banyak yang terperangah, setidaknya merasa terkejut. Bahkan ada terang-terangan yang menolak dengan alasan tidak sesuai dengan akar budaya Bali. Keadaan itu, meskipun kini sudah lebih cair, namun pertentangan-pertentangan itu masih terjadi sampai sekarang. Ada semacam kehawatiran kalau kelompok yang satu lebih besar dan dominan daripada kelompok lainnya. Masing-masing pihak berusaha mempertahankan kelompoknya.

Kesadaran Krishna adalah mengajarkan cara spiritual melalui cinta bhakti-rohani terhadap Tuhan YME. Jadi, menurut kelompok ini, Tuhan itu berwujud, berkepribadian. Elemen terpenting dalam bhakti-yoga adalah pengabdian dan kirtan (zikir, memuji-muji nama Tuhan)).


Demikian dijelaskan oleh salah seorang pengikut Kesadaran Krishna, Sankara Das, ketika memberikan kelas (semacam pembelajaran) kepada para para hadirin dalam acara Gaura Purnima di pasraman Sri Sri Radha Brindawan Candra, Desa Sambangan, Singaraja, pada Kamis malam, 21 Maret 2019. Meski saat itu hujan deras, namun cuaca dingin tak mampu membendung semangat mereka. “Bhakti-yoga adalah cinta dua arah. Antara penyembah dan yang disembah saling memberi dan menerima,” ujarnya.

Apa itu Gaura Purnima? Gaura Purnima dimaksudkan sebagai perayaan hari kelahiran Sri Caitanya Mahaprabhu, yang merupakan penjelmaan Sri Krishna langsung, di Kota Nadia, India, pada tanggal 18 Februari 1486 . Kelahiran beliau konon pas bulan Purnama. Itulah sebabnya, perayaan Gaura Purnima di seluruh dunia selalu dirayakan pada saat bulan Purnama. Gaura artinya emas, sementara Purnima berarti Purnama.

Mengapa ada kata-kata gaura? Karena badan Sri Caitanya Mahaprabhu konon bercahaya keemasan. Bisa dipercaya. Sebab, Tuhan memiliki segala potensi dan kemampuan. Mau jadi apa saja Tuhan memungkinkan. Jika ingin berbadan emas, apa sulitnya. Itu perkara teramat mudah bagi-Nya. Tuhan Mahakuasa.  

Dalam ceramahnya malam itu, Sankara Das alias Putra yang berasal dari Desa Tajun melanjutkan, jika berbicara pelayanan maka harus ada yang berkedudukan sebagai pelayan di satu pihak dan yang dilayani di pihak lain. Mengabdi dan melayani kepada siapa? Ya, kepada Kepribadian Tuhan YME. Siapa Kepribadian Tuhan YME itu? Adalah Sri Krishna sendiri. Kedudukan Filsafat Hindu sangat kaya dan luas. Ada yang mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak memiliki bentuk. Alasannya karena Tuhan itu tidak dapat dibayangkan dan dipikiran (acintya). Ada juga yang mengajarkan bahwa para dewa yang jumlahnya mencapai 33 juta itu tiada lain adalah Tuhan jua. Dengan demikian menyembah dewa pada dasarnya juga menyembah Tuhan. Dan masih banyak lagi filsafat yang lainnya, bahkan ada yang memuja sesuatu di bawah kualitas dewa, diperlakukan seperti memuliakan Tuhan itu sendiri. Berbagai pengaruh itu dengan mudah bisa ditemui di Bali, karena masih banyak yang mempraktikkan.

Ketika kelompok Kesadaran Krishna menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Bali, banyak yang terperangah, setidaknya merasa terkejut. Bahkan ada terang-terangan yang menolak dengan alasan tidak sesuai dengan akar budaya Bali. Keadaan itu, meskipun kini sudah lebih cair, namun pertentangan-pertentangan itu masih terjadi sampai sekarang. Ada semacam kehawatiran kalau kelompok yang satu lebih besar dan dominan daripada kelompok lainnya. Masing-masing pihak berusaha mempertahankan kelompoknya.

Kesadaran Krishna adalah mengajarkan cara spiritual melalui cinta bhakti-rohani terhadap Tuhan YME. Jadi, menurut kelompok ini, Tuhan itu berwujud, berkepribadian. Elemen terpenting dalam bhakti-yoga adalah pengabdian dan kirtan (zikir, memuji-muji nama Tuhan)).

Demikian dijelaskan oleh salah seorang pengikut Kesadaran Krishna, Sankara Das, ketika memberikan kelas (semacam pembelajaran) kepada para para hadirin dalam acara Gaura Purnima di pasraman Sri Sri Radha Brindawan Candra, Desa Sambangan, Singaraja, pada Kamis malam, 21 Maret 2019. Meski saat itu hujan deras, namun cuaca dingin tak mampu membendung semangat mereka. “Bhakti-yoga adalah cinta dua arah. Antara penyembah dan yang disembah saling memberi dan menerima,” ujarnya.

Apa itu Gaura Purnima? Gaura Purnima dimaksudkan sebagai perayaan hari kelahiran Sri Caitanya Mahaprabhu, yang merupakan penjelmaan Sri Krishna langsung, di Kota Nadia, India, pada tanggal 18 Februari 1486 . Kelahiran beliau konon pas bulan Purnama. Itulah sebabnya, perayaan Gaura Purnima di seluruh dunia selalu dirayakan pada saat bulan Purnama. Gaura artinya emas, sementara Purnima berarti Purnama.

Mengapa ada kata-kata gaura? Karena badan Sri Caitanya Mahaprabhu konon bercahaya keemasan. Bisa dipercaya. Sebab, Tuhan memiliki segala potensi dan kemampuan. Mau jadi apa saja Tuhan memungkinkan. Jika ingin berbadan emas, apa sulitnya. Itu perkara teramat mudah bagi-Nya. Tuhan Mahakuasa.  

Dalam ceramahnya malam itu, Sankara Das alias Putra yang berasal dari Desa Tajun melanjutkan, jika berbicara pelayanan maka harus ada yang berkedudukan sebagai pelayan di satu pihak dan yang dilayani di pihak lain. Mengabdi dan melayani kepada siapa? Ya, kepada Kepribadian Tuhan YME. Siapa Kepribadian Tuhan YME itu? Adalah Sri Krishna sendiri. Kedudukan dasar manusia adalah melayani dan mengabdikan diri kepada Sri Kishna. Itulah elemen utama kalau mengembangkan jalan spiritual, khususnya spiritual Kesadaran Krishna. Apabila itu dikembangkan dengan sungguh-sungguh dan tidak menyimpang, maka Tuhan Sri Krishna akan menyelematkan hidup seseorang dari perputaran kelahiran dan kematian yang penuh kesengsaraan di dunia ini. Selanjutnya roh orang tersebut akan ditarik ke dunia rohani yang bernama Vaikuntha-loka, tempat kediaman abadi Sri Krishna.

Menurut filsafat Kesadaran Krishna, roh sesungguhnya memilki sifat yang sama dengan Tuhan. Tetapi roh tidak pernah bersatu dengan Tuhan. Roh yang mujur dapat hidup bersama dengan Tuhan. Dapat hidup bersama bukan berarti menunggal. Hal ini juga sudah ditegaskan oleh Arjuna dalam percakapannya dengan Sri Krishna di dalam Bhagawad Gita. Seperti dapat dikutip dari Bhagawad Gita Bab XI Ayat 43, Arjuna berkata:

n dasar manusia adalah melayani dan mengabdikan diri kepada Sri Kishna. Itulah elemen utama kalau mengembangkan jalan spiritual, khususnya spiritual Kesadaran Krishna. Apabila itu dikembangkan dengan sungguh-sungguh dan tidak menyimpang, maka Tuhan Sri Krishna akan menyelematkan hidup seseorang dari perputaran kelahiran dan kematian yang penuh kesengsaraan di dunia ini. Selanjutnya roh orang tersebut akan ditarik ke dunia rohani yang bernama Vaikuntha-loka, tempat kediaman abadi Sri Krishna.

Menurut filsafat Kesadaran Krishna, roh sesungguhnya memilki sifat yang sama dengan Tuhan. Tetapi roh tidak pernah bersatu dengan Tuhan. Roh yang mujur dapat hidup bersama dengan Tuhan. Dapat hidup bersama bukan berarti menunggal. Hal ini juga sudah ditegaskan oleh Arjuna dalam percakapannya dengan Sri Krishna di dalam Bhagawad Gita. Seperti dapat dikutip dari Bhagawad Gita Bab XI Ayat 43, Arjuna berkata:

Anda adalah ayah seluruh manifestasi alam semesta ini, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Anda adalah penguasa jagat yang patut disembah, dan guru kerohanian yang paling utama. Tiada seorang pun yang sejajar dengan Anda, dan tidak mungkin seseorang bersatu dengan Anda. Karena itu, bagaimana mungkin ada kepribadian yang lebih agung daripada Anda di seluruh tiga dunia ini, oh Penguasa yang memiliki kekuatan yang tak terhingga.

Nah filsafat di atas mungkin bertabrakan dengan sebagian besar penganut Hindu di Indonesia, di Bali khususnya. Karena di Bali ada ucapan yang sangat umum disampaikan bila ada kerabat atau temannya yang meninggal. Mereka akan berucap, Dumugi Amor Ring Acintya, yang bermakna semoga engkau (sang roh) menyatu dengan yang tak terpikirkan (Tuhan). Padahal seperti dikutip di atas, Arjuna memberi tahu bahwa seseorang tak mungkin bersatu dengan Tuhan. Roh yang individual selamanya sebagai pelayan Tuhan YME atau terpisah dengan beliau.

Malam itu, perayaan Gaura Purnima selain diisi dengan pemujaan kepada Tuhan Sri Krishna, juga kepada guru kerohanian mereka yang sangat terkenal, Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Juga pemujaan kepada daun tulasi. Tepatnya kepada pohon tulasi, karena pohonnya langsung dihadirkan di altar pemujaan. Bukan hanya sebatas daunnya. Kenapa ada pemujaan daun tulasi? Dijelaskan panjang lebar bahwa tulasi itu penjelmaan dewa dan merupakan salah satu pohon kesayangan Sri Krishna. Setiap persembahan dan persembahyangan kepada Sri Krishna wajib daun tulasi disertakan.

Akhirnya seluruh rangkaian acara ditutup dengan dua tarian Bali kreasi baru, yang di dalam pementasannya terselip ucapan Mahamantra Hare Krishna, Hare Krishna. Semua penarinya yang berjumlah 17 orang adalah para karyawati sebuah salon kecantikan di Singaraja. Sementara para penabuh yang mengiringi tarian itu adalah manajemen dan karyawan sebuah bank BPR.
Mahamantra Hare Krishna diperkenalkan dan disebarluaskan oleh Sri Caitanya Mahaprabhu. Menurut kelompok ini, Mahamantra Hare Krishna adalah dharma dan yadnya manusia dalam masa Kali-yuga sekarang ini. Tiada lain, selain mahamantra tersebut. Semoga semua kelompok dalam keluarga besar Hindu bisa saling bertenggang rasa dan saling menerima/memaklumi. Astungkara demikian. (mm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar