Oleh Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda
Kriya Sara memberikan arti tambahan terhadap kata vira tersebut, yaitu sebagai berikut: vi artinya keragu-raguan (vikalpa). Ra artinya tanpa, jadi ViraSaiva artinya keyakinan dan filsafat Saiva yang bebas dari keragu-raguan. Jadi ViraSaiva disini merupakan suatu ajaran yang mampu menghentikan hasutan mental (pikiran) sehingga memungkinkan untuk dapat mencapai mukti (pembebasan). ViraSaiva juga disebut Liņgamyata atau Liņgamvanta, karena salah satu sraddhanya adalah kepercayaan akan Liņgam, yang tiada lain adalah Saiva dan mereka yang sudah diinisiasi oleh guru spiritual menjadi sadar bahwa pada dirinya bersemayam Liņgam atau Saiva. ViraSaiva juga sebagai dvaitadvaita karena ia berpendapat bahwa ketulusan (bhakti) merupakan cara yang utama untuk penyatuan (sayujya) dengan realitas terakhir, yaitu Saiva.
ViraSaiva juga disebut Sesvaradvaita karena katagori pertama menurut sistem ini adalah Pati atau Tuhan dan konsepsi tentang katagori terakhir bukanlah yang merupakan tanpa isi atau keberadaan kosong, tetapi yang berkuasa sepenuhnya. Segenap kejamakan dari alam semesta, baik yang subyektif maupun yang obyektif memiliki keberadaan di dalam dayanya. Persis seperti kejamakan yang menyusun sebatang pohon yang ada di dalam sebuah biji (benih), dari mana ia bertunas dan tumbuh berkembang dan ia adalah Tuhan atau Pati, karena ia memiliki daya, walaupun dia tak berbeda denganNya, seperti sifat kehangatan dalam Api.
ViraSaiva disebut Visesadvaita atau savisesadvaita, karena ia bertentangan dengan nirviseśadvaita dari Saokara, yaitu Sagusa Brahmavada dan bertentangan dengan Nirgusa Brahmavada, dan juga berlawanan dengan teori bahwa dunia empiris hanyalah khayalan atau semu. ViraSaiva menyebutkan bahwa realitas terakhir adalah Saiva, kebenaran universal yang meresapi segalanya. Dasar pandangan ViraSaiva adalah semua naskah suci dan mempertahankan secara konsisten, selaras, penafsiran dari semua pernyataan yang tampaknya bertentang yang diketemukan dalam Sruti, sehingga Ia disebut Sarvasrutisaramata. ViraSaiva juga disebut dengan dualis monistik karena ia memandang bahwa Dvaita dan Advaita atau dualis dan monistik. Walaupun bertentangan apabila dinyatakan pada tingkatan yang sama dan dari titik pandang yang sama, maka keduanya akan dapat didamaikan, jika keduanya dilihat dari sudut pandang yang berlainan. ViraSaiva disebut Sakti Visistadvaita, karena Ia menolak pernyataan bahwa dalam kesadaran diri, perbedaan material dan bentuk dihapuskan, karena dalam kesadaran diri pun ia membedakan sisi material dan sisi bentuk, momen potensial dan momen aktual. Momen potensial dan material dari yang Mutlak diistilahkan sebagai Saiva dan momen aktual dan momen formal dari yang Mutlak diistilahkan dengan Sakti . Ia membayangkan persekutuan antara Saiva dan Sakti secara integeral. Kriya Sara oleh Nìlakasþa menyebutkan Sakti Visistadvaita yang diterima oleh para pengikut ViraSaiva dan menafsirkan sloka-sloka Brahma Sutra dari Badarayasa dalam pandangan Visistadvaita.
Otoritas ajaran ViraSaiva didasarkan pada 28 Saivagama, dimana 10 buah berasal dari Saiva dualis dan 18 buah berasal dari dualis monistik. Kemudian 28 Sivagama tersebut juga merupakan otoritas Saiva Siddhanta. Berdasarkan otoritas 28 Saivagama, para bijak ViraSaiva menuangkan pokok ajaranNya ke dalam Vacana Sastra pada abad ke 11 dan berkembang sampai abad ke 18 dan diketahui ada 213 penulis Vacana Sastra. Vacana Sastra ini sangat populer dan dilagukan karena ia memiliki kehindahan khusus yang disusun dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti sekalipun bagi mereka yang kurang terpelajar. Vacana Saśtra bukan saja menjelaskan secara mendalam ajaran agama dan filsafat, tetapi juga mengungkap kondisi sosial dan praktek agama yang banyak menyimpang.
Para penulis Vacana Sastra berasal dari berbagai lapisan sosial masyarakat, seperti para Brahmana casdala, wanita dari semua golongan, pedagang, pengerajin dan lain-lain. Nama-nama tersebut antara lain: Jedara Dasimayya (1040 Masehi), Ekantada Ramayya, Saiva Leoka Mancassa (1160 Masehi), Srìpati Pasditaradhya (1160 Masehi), Mallikarjuna Pasditaradhya (1160 Masehi), Sakalesa Madarasa (1150 Masehi), Prabhudeva (1169 Masehi), Basava (1160 Masehi), Cenna Basava (1160 Masehi). Menurut tradisi ViraSaiva didirikan oleh lima orang acarya yang dipercaya muncul dari Liņgam, yaitu: Rasukaradhya atau Revasaradhya, Darukaradhya atau Marularadhya, Ekoramaradhya, Pasditaradhya dan Visvaradhya. Masing-masing berasal dari Saiva Liņgam di Kollipaki, Vatavaksa Siddhesvara, Ramanatha di Draksarama Ksetra, Mallikarjuna di Srìsaila dan Visvanatha di Kaśi (Benares).
Pokok ajaran ViraSaiva adalah Astavarasa dan Sapsthala. Astavarasa, yaitu 8 Sraddhā yang terdiri dari: (1) Guru, yaitu pembimbing spiritual yang akan melakukan diksa kepada para pemula dan penghormatan kepadanya adalah tanpa batas. (2) Liņgam adalah merupakan Para Saiva sendiri. Liņgam berasal dari akar kata “li” dan “gam”. Li artinya mengembalikan dan gam artinya pergi, keluar. Jadi Liņgam adalah ia yang mengeluarkan alam semesta dan mempralaya (mengembalikan) alam semesta tersebut kedalam diriNya. Bagi para penganut ViraSaiva, linga adalah Saiva itu sendiri dan bukan hanya sekedar simbol belaka. Liņgam berwujud sinar cemerlang dipercaya sama dengan seorang Guru. (3) Jadgama adalah seorang yang sebagai guru dan dihormati bepergian dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan membawa Dharma Vacana. (4) Padodaka, adalah air dari kaki sang guru atau air suci. Penganut ViraSaiva memiliki keyakian terhadap kesucian seorang guru, Linga dan juga Padodaka sehingga semua obyek yang terkena sentuhan ketiga hal tersebut akan menjadi suci. (5) Prasada adalah makanan yang diserahkan seorang guru, kemudian makanan tersebut dikembalikan kepada para bhakta sebagai prasada , yang merupakan makanan yang telah mendapatkan berkah kesucian. (6) Vibhuti adalah abu suci yang dipersiapkan dengan konsentrasi tinggi oleh seorang acarya dengan mengucapkan mantra-mantra tertentu. (7) Rudraksa adalah sejenis biji buah yang dipercaya berasal dari mata Saiva dan untaian Rudraksa (Rudraksa mala) dikalungkan di leher, kepala, telinga dan dipakai selama melakukan japa. (8) Mantra adalah rumusan suci (sakral) yang terdiri atas lima suku kata, yaitu Na-ma-si-va-ya yang disebut Pancaksara Mahamantra, dan jika ditambah suku kata Om, maka menjadi Om Nama Sivaya dan disebut Sadaksara. Bagi penganut ViraSaiva mantra Om Nama Sivaya merupakan mahamantra, seperti halnya Gayatrì Mantra di dalam Veda.
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar