Oleh Made Luh Sutarmi
Gemercik air di pematang sawah terdengar sebagai musik alam yang ritmis serta bersatu dengan bianglala sinar surya pagi di hamparan sawah yang tersisa berpadu dengan jiwa syukur yang kerap hadir tanpa diundang. “Ia spontan mengalir dan mengkristal, serta menyatu karena memiliki dirimu yang selalu hadir dalam dekapan kasih sayang, jiwamu yang indah, membuat hatiku damai, dan senyummu yang manis hadir memberikan rasa sejuk membatin penuh asrat merindu dalam hati ini. Selamat pagi sayang, semoga damai selalu, I love you so much,” demikian sebagaian kata kata-manis dalam hati menjadi obyek meditasi kerja bagi orang yang jatuh cinta. Cinta yang tertinggi adalah mencintai dan dicintai oleh Tuhan.
Dari narasi itulah muncul adagium indah bahwa sebuah tangga yang paling pendek bertemu dengan keharibaan rahmat Tuhan adalah cinta dan keikhlasan. Cinta yang memberi dan memaafkan dengan mudah dan tanpa mengharapkan apapun, karena bergembira dalam proses memberi itu menjadi persembahan hridayam puspam yang paling indah di hati ini. Arjuna dicintai Krishna, karena Arjuna menyerahkan sepenuh hidupnya pada Krishna dengan total.
Pagi yang indah itu Arjuna berkata, “Oh Krishna! Engkau menguraikan yang membingungkan pikiranku itu, katakanlah dengan pasti satu-satunya jalan yang dapat aku jalani untuk mencapai kebahagiaan tertinggi itu.”
Krishna menjawab, “Wahai Anagha (Arjuna), di dunia ini sejak dahulu telah Kuajarkan dua macam jalan dalam kehidupan ini, yaitu jalan pengetahuan bagi mereka yang suka melakukan perenungan dan jalan kegiatan kerja bagi mereka yang bersemangat untuk bekerja. Bukan dengan tidak bekerja orang mencapai kesempurnaan, ataupun hanya dengan penyangkalan kegiatan kerja orang mencapai kesempurnaan. Tak seorang pun dapat tetap tanpa melakukan kegiatan kerja walau sesaaat saja, karena setiap orang dibuat tak berdaya oleh kecenderungan-kecenderungan alam untuk melakukan kegiatan kerja.”
Arjuna terdiam. Lalu Krishna menambahkan, “Mereka yang menahan organ-organ kegiatannya, namun masih tetap membayangkan segala kenikmatan indra-indranya dalam pikirannya yang terbingungkan seperti itu dikatakan sebagai orang munafik. Tetapi, orang yang dapat mengendalikan indra-indranya dengan pikiran, wahai Arjuna, dan tanpa keterikatan dengan terlibatnya organ-organ kegiatan di jalan kerja, ia adalah orang yang utama.”
Arjuna memoton, “Llalu apa yang harus aku lakukan oh Krishna?” Krishna menambahkan, “Lakukanlah kegiatan yang diperuntukkan bagimu, karena kegiatan kerja lebih baik dari pada tanpa kegiatan; dan memelihara kehidupan fisik sekalipun tak dapat dilakukan tanpa kegiatan kerja. Kecuali kerja yang dilakukan sebagai dan untuk tujuan pengorbanan, dunia ini terbelenggu oleh kegiatan kerja. Oleh karena itu, wahai putra Kunti (Arjuna), lakukanlah kegiatanmu sebagai pengorbanan itu dan jangan terikat dengan hasilnya. Oleh karena itu, tanpa keterikatan, lakukanlah selalu kegiatan kerja yang harus dilakukan, karena dengan melakukan kerja tanpa pamerih seperti itu membuat manusia mencapai tingkatan tertinggi,”
Arjuna mengangguk mengerti.
*****
Di terminal itu Arjuna selalu dikasihi Tuhan, dan dicintai Tuhan. Manusia menjadi kokoh dalam jiwa, maka saat itulah jiwanya memiliki nilai. Mereka tidak dapat mengambil harga diri manusia kalau manusia tidak memberikannya kepada mereka. Tidak ada kesia-siaan yang menguras tubuh kecuali kekhawatiran, dan orang yang punya keyakinan pada Tuhan seharusnya merasa malu kalau masih mengkhawatirkan sesuatu. Artinya di zona itu manusia memliki hati masih menemui jalan terjal dan tinggi untuk masuk ke total surrender. Padahal Gita mengajarkan pada umat manusia, Tuhan akan selalu hadir bagi mereka yang dengan tulus melaksanakan dan pasrah padaNya. Orang yang pasrah adalah selalu berada dalam kelompok “dharma-samsthapanarthaya” (penegak kebenaran).
Dharma-samsthapanarthaya adalah yang menganggap, obyektivitas alam dan termasuk senyum manis di ujung bibir kekasih adalah sama-sama krida Tuhan yang Maha Kasih. Tuhan dapat menyebabkan orang jatuh cinta dengan tulus padanya dengan melihat dan keikhlasanNya memelihara dan menciptakan alam semesta. Metapora jiwa-jiwa seni dalam aliran darahnya, membentang laju vibrasi molekul jiwa, yang senantiasa berkontraksi dalam aneka irama yang membuat kehidupan berpadu dalam getar-getar jiwa yang masuk ke wilayah ekstasa rohani, dalam translasi jiwa yang membesarkan pelayanan untuk memulihkan jembatan penghubung kasih Ilahi, semua itu adalah ladang yang kerap diekploitasi menjadi bentuk syukur yang tinggi.
Di dimensi itu jiwa selalu hadir dengan beragam syukur, membentuk bait-bait imajinasi yang dinarasikan dan simponi alam. Itu sebabnya, pada dimensi hati yang terus deras berlabuh alam badai cinta, maka kepintaran adalah sebuah kekayaan. Namun ia memerlukan kekuatan penyeimbang yang bernama kebijaksanaan ***
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar