Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Sabtu, 20 Mei 2017

Aspek Musikologis Gong Suling

Oleh I Made Yasa

Gong Suling, sesuai dengan namanya maka mudah ditebak, bahwa instrumennya sebagian besar terdiri dari suling berbagai ukuran. Instrumen suling  berbagai ukuran ini, terbuat dari bambu (tiying buluh). Kemudian dilengkapi dengan instrumen lainya seperti sepasang kendang, tawa-tawa, ceng-ceng, klenang, kempur dan gong, maka menjadi suatu perangkat gamelan yang diberi nama Gong Suling.

Gamelan ini termasuk perangkat/barungan gamelan yang tergolong baru atau muda, karena kehadirannya mulai pada abad ke XX. Hal ini didasarkan atas pendapat I Nyoman Rembang dalam makalahnya yang berjudul “Daftar Klasifikasi Gamelan Bali” tahun 1977, bahwa gamelan golongan baru kehadirannya mulai pada abad ke XX. Perangkat gamelan yang kehadirannya mulai pada abad XIV, digolongkan ke dalam gamelan madia, sedangkan perangkat gamelan yang kehadirannya mulai abad IV, digolongkan ke dalam zaman kuno atau tua.
Sukerta dalam Ensiklopedi Karawitan Bali tahun 2009 menyebutkan,  bahwa berdasarkan Daftar Informasi Seni Dan Organisasi  di Lingkungan Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Bali tahun 1995/1996 populasi gamelan Gong Suling berjumlah 19 barung/perangkat tersebar di daerah kabupaten, yaitu Badung: satu barung; Bangli: satu barung; Boleleng: 10 barung; Gianyar: enam barung; dan Tabanan: satu barung. Sementara yang diunggah di You Tube adalah Gong Suling Seka Kumara Kawi Swara Banjar Kalah, Peliatan, Ubud; Gong Suling Gita Semara, Gong Suling Banjar Pendem, Desa Bebetin, Gong Suling KKJS Banjar Kalah, Gong Suling Krisna’s Bonnce, dan Gong Suling Maria Bodmann California.
Munculnya gamelan Gong Suling, tidak ada kaitannya dengan untuk keperluan upacara. Jadi sajian karawitan Gong Suling semata-mata hanya untuk tontonan dan atau hiburan. I Nyoman Rembang dalam artikel I Gede Sukraka yang berjudul “Tari-tarian Kebyar Diringi Dengan Gong Suling”  mengemukakan, bahwa secara ekonomis  bagi sekaa yang belum memiliki  Gong Kebyar, maka untuk menyajikan repertoar Gong Kebyar dapat melalui media Gong Suling. Di samping itu, sebagaimana yang diunggah di You Tube, bahwa Gong Suling juga digunakan untuk menyajikan sepertoar Semar Pagulingan Saih Lima. Dengan demikian, gamelan Gong Suling yang muncul pada abad ke XX ini, dapat dikatakan untuk menyajikan repertoar gamelan lainnya seperti Gong Kebyar dan Semar Pagulingan Saih Lima.


Aspek Musikologis
Aspek musikologis yang dimaksud dalam tulisan ini adalah segala aspek yang berhubungan dengan sifat musikalitas dari suatu perangkat/ barungan atau ensambel. Adapun yang termasuk dalam aspek musikologis adalah: ensambel, bentuk musik/gending, irama, jalannya sajian, tempo, ritme/ritem, angsel, orkestrasi, volume, sistem nada, dan vokal. Dalam Gong Suling yang dapat dikaji antara lain: ensambel, sistem nada, bentuk gending, jalannya sajian, ritme, angsel, tempo dan volume.
Ensambel
Pada awal tulisan telah disinggung bahwa ensambel/barungan gamelan Gong Suling terdiri dari instrumen suling berbagai ukuran dan dilengkapi dengan berbagai alat perkusi. Namun yang belum dijelaskan adalah ukuran suling yang terdapat di dalamnya. Pengamatan penulis lewat You Tube terhadap suling yang digunakan oleh Seka Gong Suling Kumara Kawi Swara Banjar Kalah untuk menyajikan gending Sekar Eled (yaitu salah satu repertoar dari Semar Pagulingan Saih Lima), bahwa di dalam barungan tersebut sedikitnya menggunakan tiga macam ukuran suling. Para pemain suling yang duduk di bagian depan menggunakan suling berukuran sekitar 60 centimeter; para pemain yang duduk di bagian tengah menggunakan suling berukuran sekitar 40 centimeter; sedangkan pemain suling yang duduk di bagian belakang menggunakan suling berukuran sekitar 20 centimeter.
Hal ini berhubungan dengan fungsi masing-masing suling dalam perangkat gamelan tersebut. Suling yang berukuran 60 cm, berfungsi untuk mewadahi nada-nada besar/rendah seperti nada-nada instrumen Jegogan,  dan Gender Rambat. Selanjutnya,   suling yang berukuran 40 cm, berfungsi untuk mewadahi nada-nada sedang/ menengah seperti nada-nada instrumen Jublag dan Pamade. Terakhir suling yang berukuran 20 cm, berfungsi untuk mewadahi nada-nada tinggi/kecil seperti nada-nada instrumen Gender Barangan dan Kantil.
Sistem Nada
Nada-nada yang terdapat dalam Gong Suling sesungguhnya lebih kaya dari nada-nada yang terdapat dalam Gong Kebyar maupun Semar Pagulingan saih lima. Realitas ini disebabkan oleh dengan pengaturan tutupan pada instrumen suling. Dari pengaturan tutupan ini instrumen suling mampu memproduksi tujuh nada, yakni 1 (ding) 2 (dong) 3 (deng) 4(deung) 5 (dung) 6 (dang) dan 7 (daing). Sementara nada-nada yang terdapat dalam gamelan Gong Kebar maupun Semar Pagulingan Saih Lima adalah 1 (ding) 2 (dong) 3 (deng) 5 (dung) dan 6 (dang). Dengan demikian gending yang disajikan oleh Gong Suling mampu menampilkan nada-nada pemero, yakni 4 (deung) dan 7 (daing), sehingga ada di dalamnya selain ada laras pelog juga ada kesan laras slendro.
Bentuk Gending dan Jalannya Sajian
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa repertoar gending yang disajikan oleh Gong Suling adalah berasal dari repertoar gending Gong Kebyar maupun Semar Pagulingan Saih Lima. Dengan demikian bentuk gending dan jalannya sajian yang dipaparkan berikut adalah repertoar dari Gong Kebyar maupun Semar Pagulingan Saih Lima. Adapun bentuk gending yang terdapat dalam repertoar Gong Kebyar dapat dibedakan menurut kegunaannya yakni (1) untuk petegak (instrumentalia), dan (2) untuk karawitan tari. Pada gending petegak terdapat struktur antara lain pengawit, pengawak dan pengecet. Sementara dalam gending karawitan  tari terdapat struktur antara lain motif kekebyaran, pepeson, pemalpal, pengadeng, pengipuk, dan pekaad.
Selanjutnya bentuk gending dalam Semar Pagulingan Saih Lima yang lazim hanya untuk keperluan petegak, strukturnya antara lain pengawit, pengawak, dan pengecet. Ada juga hanya terdiri dari pengecet saja seperti gending pengecet Sekar Eled.
Kemudian untuk jalannya sajian gending petegak baik  repertoar Gong Kebyar maupun Semar Pagulingan biasanya sesuai dengan struktur yang terdapat dalam gending bersangkutan. Sementara jalannya sajian untuk gending karawitan  tari ada yang dimulai dengan motif kebyar ada pula yang dimulai dengan pemalpal. Dengan demikian, yang dimulai dengan pemalpal jalan sajiannya berturut-berturut menjadi pemalpal, pengadeng, motif kebyar, pengipuk, dan pekaad.

Ritme
Hugh M. Miller dalam bukunya Introduction to Mosic: a guide to Good Listening  mengandaikan ritme sebagai elemen waktu dalam musik yang dihasilkan oleh dua faktor yakni aksen dan panjang-pendek nada atau durasi. Teknik permainan khususnya dari repertoar Gong Kebyar penuh dengan ritme, utamanya dalam gending iringan tari. Hanya saja jika disajikan lewat media Gong Suling, ritme yang dihasilkan tidak sekuat/ semantap yang disajikan lewat Gong Kebyar. Realitas ini disebabkan tidak adanya instrumen reyong seperti yang terdapat dalam Gong Kebyar.

Angsel
Angsel adalah bagian dari garap gending yang biasanya sebagai variasi berupa aksen (tekanan) untuk menghidupkan suasana garapan, dan sebagai tanda peralihan, tanda berhenti sesaat dan tanda berakhir. Angsel banyak ditemukan pada garapan repertoar Gong Kebyar baik dalam gending petegak maupun karawitan tari. Namun apabila repertoar tadi disajikan lewat media Gong Suling, maka angsel tidak begitu menonjol seperti halnya disajikan lewat Gong Kebyar. Sebagaimana diungkapkan oleh penari Trunajaya I Gusti Agung Ayu Mas Susilawati dalam artikel Gde Sukraka, bahwa ketika  menari Trunajaya yang diiringi dengan Gong Suling, dia merasakan tidak cocok karena banyak angsel yang tidak bisa terwakili oleh perangkat tersebut.

Tempo dan Volume
Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan dalam garapan repertoar gending  karawitan Bali termasuk perangkat Gong Suling. Pada umumnya antara tempo dan volume selalu bergandengan, artinya jikalau tempo suatu gending digarap cepat, volumenya akan digarap keras dan begitu sebaliknya. Dalam repertoar karawitan Bali (termasuk Gong Kebyar dan Semar Pagulingan Saih Lima) yang sedang dibahas dalam tulisan ini, sedikitnya dapat ditemui tiga jenis tempo  yakni (1) Alegro (cepat) dapat ditemukan pada motif kebyar dan bentuk batel; (2) Moderato (sedang) dapat ditemukan pada bentuk Legodbawa; dan (3) Linto (lambat) dapat ditemukan pada gending bagian pengadeng.
Kemudian tentang volume bisa mengandung dua pengertian yakni volume yang dihasilkan oleh perangkat Gong Suling itu sendiri, dan volume yang  digunakan oleh repertoar gending bersangkutan. Pengertian pertama, apabila dibandingkan dengan volume yang dihasilkan oleh seperangkat Gong Kebyar,  maka volumenya dapat dikatakan kecil (lirih). Dengan demikian, memang kurang memadai untuk menyajikan repertoar Gong Kebyar. Pengertian yang kedua, seperti telah disinggung di depan, volume selalu bergandengan dengan tempo dalam suatu gending tersebut. Gending yang temponya cepat akan diikuti dengan volume yang relatif lebih keras.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa perangkat Gong Suling kurang pas atau cocok untuk menyajikan repertoar gending yang berkarakter keras dan cepat, seperti yang terdapat dalam perangkat Gong Kebyar. Lebih-lebih untuk mengiringi tarian yang ada motif kebyarnya.
 (I Ketut Yasa, dosen ISI Surakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar