Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Sabtu, 18 Februari 2017

Doa Pagi Subadra dalam Pemujaan Ganesha

Renungan oleh Luh Sutarmi
Dari ufuk timur bianglala mentari pagi mengabarkan dalam benak  bahwa cintaku padamu selalu menggebu, dinda  ingin memelukmu dengan mesra. Tatapan matamu selalu mengiang dalam asa benakku ini,  kurajut kebahagian ini dalam  narasi  cinta abadi hati ini.  Kebahagiaanmu adalah kebahagianku, semoga damai selalu. Kita akan selalu bersama  dalam mengarungi gelombang hidup ini.  Aku bahagia memilikimu sayang,  pagi ini wajahmu selalu menghiasi benakku yang merindu sayang.” Demikianlah  kata-kata romantis terucap  dari bibir Subadra untuk suaminya tercinta,  Arjuna.

Lalu, dari bibir yang manis itu pula  terucap mantra Ganesha yang  dibarengi dengan asap dupa harum yang terus membumbung ke angkasa, bahwa pagi itu adalah hari istimewa “Vakratunda mahakaya, Surya koti sama praba, Nirvignam kuru me Deva, Sarva kaaryeshu sarvada.” O Dewa Ganesha, yang belalainya melengkung dan bertubuh besar, kecemerlangan-Mu seperti jutaan Matahari. O Dewa, berkatilah aku, selalu bebas dari hambatan dan rintangan pada setiap usahaku.
Sejenak Dewi Subadra berhenti lalu menarik nafas panjang dan dikeluarkan pelan-pelan, lalu mengucapkan mantra kedua untuk  Dewa Ganesha, Om Gam,Ganapataye Namo Namaha, Shri Siddhi Vinayaka Namo Namaha, Ashta Vinayaka Namo Namaha, Ganapati Bappa Moraya.
Subadra amat yakin bahwa mantra itu untuk memohon karunia kepada-Nya, agar terbebas dari segala rintangan dan hambatan, sehingga lebih mudah meraih keberhasilan atas karunia dariNya. Dia berharap Suaminya Arjuna sealalu menang dalam perang  mempertahankan kebenaran.
Mantra yang diucapkan dengan tulus telah mampu menggetarkan Dewa Ganesha, yang selalu berada dalam kesadaran tinggi melingkupi alam semesta. Dewa Ganesha hadir  saat itu dan  melakukan dialog dengan Subadra, tentang hakikat kehidupan.  “Oh Dewa Ganesha, terima kasih. Om swastyastu, Yang Mulia telah hadir dalam doa kami hari ini, hamba ingin bertanya, apakah makna hidup ini yang harus dilakukan oleh manusia yang hidup di dunia ini?”


Ganesha menjawab, “Dewi,  engkau harus sadar bahwa manusia  merupakan makhluk berpikir pertama yang menjadikan dirinya sendiri dan  dapat mengubah nasibnya menjadi lebih baik, sehingga dia mampu mencapai nirwana  dan manusia adalah kesatuan antara badan jasmani dan jiwa (atman). Manusia (yang berupa kesatuan jiwa dan badan jasmaninya) dan memiliki Tri Pramana (tiga kemampuan utama, yaitu berpikir, berkata dan berbuat), yang menyebabkan ia berbeda dengan makhluk lainnya. Dengan kemampuan berpikir, berkata dan berbuat, manusia melakukan perbuatan baik dan perbuatan buruk yang disebut subha asubha karma hanya manusia yang dapat membedakannya.”
Ganesha menambahkan, “Karena mampu membedakan itulah, hak manusia untuk dapat mencapainya  asalkan dia mau, dan  bisa menuju alam alam Brahman merupakan tujuan tertinggi dimana mereka yang sampai tidak akan terkena hukum reinkarnasi (tidak mengalami kelahiran kembali). Perlu juga engkau ketahui Dewi, Pada saat Jiwa Pribadi  mampu memasuki alam Brahman, maka  barulah tercipta Atman Brahman Aikyam, yaitu ketikan atman telah sama sifatnya dengan Brahman, roh telah sampai kepada Sang Maha Roh. Manusia sebagai ciptaan ditugaskan untuk mengembalikan roh (atman) kepada Sang Maha Roh (Brahman).Sebelumnya dalam ringkasan Weda telah dijelaskan bahwa manusia terdiri dari dua unsur: Jiwa Pribadi (jiwatma) dan Atman.”
“Kadang –kadang hamba susah memusatkan pikiran untuk memusatkan  pada Tuhan, Oh Ganesha,” seru Subadra.  Ganesha berucap  dengan senyum yang indah:  Pikiran itu sarat dengan energi dan hidup bahkan ia dapat lebih kuat daripada zat atau bahan yang terkuat. Engkau mulai berpikir sejak saat lahir. Bahan yang membentuk pikiranmu sangat halus, bahan itu timbul dari makanan yang kau makan. Karena itu, bila engkau hanya makan makanan yang suci engkau akan memperoleh pikiran yang suci. Bila seseorang dipenuhi dengan pikiran yang suci, segala tindakannya akan suci, dan kata-katanya pun akan suci. Pikiran suci itu ibarat pisau atau pedang yang tajam. Engkau dapat menggunakan pikiran yang baik ini untuk mencari pikiran jahat, perasaan jahat, serta perbuatan yang jahat dan kemudian menghancurkannya.
Ganesha menambahkan:  Karena dirimu bertekad dengan pikiran suci, maka kemasyhuran akan engkau dapatkan. Kemasyuran yang sejati tidak tergantung pada keindahan badan atau daya tarikmu. Bukan pula karena kekayaan atau kemampuan fisikmu, melainkan sifat-sifatmu yang baik. Dalam kitab suci engkau akan menemukan cerita tentang Wishwamitra yang mengandalkan kemampuan fisiknya lalu ingin membalas dendam kepada Resi Washishta. Washishta hanya mengandalkan kemampuan Tuhan; ia seorang Brahma Rishi, jiwa agung yang selalu berada dalam kesadaran Tuhan, dan ia menggunakan Brahma tattwa sebagai pelindung gaib, perlindungan yang timbul karena kesadarannya selalu berada dalam prinsip Tuhan.
Dewi Subadra bertanya lagi: Banyak orang mengeluh, frustasi dalam hidup, padahal hidup menjadi manusia adalah keberuntungan dan rahmat Tuhan. Lalu, bagaimana caranya agar diriku mendapatkan rahmat Tuhan?  Ganesha menjawab dengan senyum dan suara yang merdu, “Dewi Subadra, engkau mendapatkan penampakan diriku, karena engkau tulus dalam bakti, sopan dalam bahasa dan santun dalam perilaku. Engkau selalu jujur penuh dengan kesadaran akan perbuatan baik dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat.”  Ganesha terdiam, dan lalu menambahkan wacananya,  “Dewi Subadra,  jika engkau ingin mendapat rahmat Tuhan, engkau harus mengendalikan keinginan-keinginan duniawimu. Segala hasil yang timbul dari kegiatanmu dalam  dunia fana, tidak lebih nyata dari buah impian belaka. Rumah-rumah besar dan istina yang engkau lihat dalam mimpi hilang lenyap seketika pada saat engkau terjaga dan membuka mata. Benda-benda itu tidak nyata dan tak akan pernah menjadi kenyataan. Pengalamanmu dalam mimpi hilang lenyap pada waktu jaga, dan pengalaman di alam juga terhapus dalam alam mimpi. Artinya hidup ini adalah tidak nyata, maya, yang kekal adalah Tuhan.”
“Dengarkanlah nasehatku padamu,” kata ganesha lagi, “Kesenangan dalam sebuah pekerjaan membuat kesempurnaan pada hasil yang dicapai. Yang membuatmu terus berkembang adalah tujuan-tujuan hidupmu, disana engkau memiliki harapan. Oleh karena itu, dirimu  harus melalui hari ini dengan irama. Biarkan seluruh kehidupanmu berirama seperti lagu. Buka mata dan yakinlah ada makna indah hari ini! Yakinlah kamu tidak ingin melewatkan setiap detik hidup dengan sia-sia! Ketika musik sudah memainkan iramanya, bersiaplah untuk menbuat irama hidupmu sendiri. Nada Minor atau mayor sama saja. Sedih atau senang, kenyataan itulah yang buat hidup kamu bermakna. Resapi kata kata motivasi hidupmu dan irama itu akan mulai terasa!”
Kata Ganesha kembali, “Sekali engkau  mengerjakan sesuatu jangan takut gagal dan jangan tinggalkan itu. Orang-orang yang bekerja dengan ketulusan hati adalah mereka yang paling bahagia. Kegagalan dalam hidup itu adalah hal yang biasa. Yang luar biasa adalah bagaimana kamu belajar dari kegagalan itu untuk berhasil. Berbahagialah ketika gagal karena disana Tuhan memberikan pelajaran ketulusan. Sebuah pelajaran bahwa bekerja bukan hanya untuk nikmat dan pujian, tapi untuk kebahagiaan. Rendah hati dan ketulusan, itu tanda kebahagiaan. Kata-kata motivasi kerja inilah yang perlu kamu tanam dalam diri menuju kesuksesan.” Subadra tersenyum dan mengangguk tanda paham. Om gam Ganapataye namaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar