Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 19 September 2012

Keagungan Dewi Sri Dalam Purana, Tangisan Dewi Sri di Abad Modern

I Ketut Sandika

Pemikiran-pemikiran Hindu yang cemerlang hendaknya dijadikan pijakan oleh masyarakat dunia untuk tetap menjaga dengan baik keberlangsungan paradaban umat manusia. Pemikiran cemerlang yang tertuang di dalam lipatan-lipatan kitab suci Hindu sesungguhnya dapat menginspirasi masyarakat dunia untuk tetap dapat menjalin harmoni hidup dengan sesama makhluk hidup dan alam. Demikian pula, gagasan pemikiran yang dimunculkan oleh para bijak zaman dahulu telah memberikan jawaban atas segala pertanyaan yang selama ini telah menjadi misteri kehidupan di mana kitab suci agama lain tidak dapat menyentuhnya. Gugusan pemikiran cemerlang tersebut tentunya tidak didasarkan pada dogma-dogma yang apologetic (kaku), terlebih lagi pada sikap ego, sehingga elastisitas universalitas dari pemikiran tersebut telah memberikan banyak hal bagi dunia dan perdaban manusia.

Salah satu dari sekian banyak pemikiran tersebut, tertuang dalam kitab Purana. Kitab ini menceritan tentang mitologi Hindu yang berkenaan dengan kehidupan para dewa beserta pariwaranya. Cerita dalam Purana ini merupakan penggambaran dari ajaran kitab suci Veda. Cerita ini diinterpolasi sedemikian rupa agar manusia lebih mudah memahami ajaran dalam Veda. Cerita dalam Purana bukan sembarang cerita, seperti cerita dalam komik atau novel, akan tetapi cerita dalam Purana mengandung beragam nilai filsafati kehidupan, salah satunya adalah bagaimana manusia hendaknya dapat menjaga alam ini untuk tetap mengikuti rtam (keteraturan kosmik. Akan tetapi, dewasa ini cerita dalam Purana semakin dilupakan manusia dan cerita tersebut hanya dianggap mitos belaka tanpa makna, sehingga yang terjadi adalah kekacauan, eksploitasi alam semakin membabi buta dan kekerasan manusia dengan sesama, terlebih pada alam sudah membudaya serta mendapat imunitas dari kebenaran hukum dan dogma agama.

Sedangkan Hindu menyatakan anti terhadap kekerasan, dan kekerasan merupakan musuh para dewa, avatara dan manusia. Alih-alih kekerasan pada alam, Hindu justru menggambarkan pemujaan pada alam dengan penuh keagungan sebagai tempat berpijak dan hidup.

Sebagaimana diceritakan dalam kitab Purana pemujaan pada alam dilambangkan dengan pemujaan kepada Dewi Sri, simbol dewi kesuburan. Penggambaran keagungan Dewi Sri dalam kitab Purana tidak lain adalah Dewi Laksmi sebagai saktinya Dewa Visnu. Dalam kitab Devi Bhagavata Purana (Skhanda IX) Dewi Sri dikenal dengan nama Sri-Laksmi sebagai pendamping dari Mahavisnu di dalam memelihara dunia ini, dan tanpa kehadiran Sri-Laksmi Dewa Visnu akan menjadi lemah. Keagungan dari Sri-Laksmi berulang kali disebutkan dalam kitab Purana sebagai dewi kemakmuran dan kesuburan serta kesucian. Hal tersebut tercermin dari banyak pemujaan yang dilakukan oleh manusia dan para dewa agar Sri-Laksmi berkenan memberikan kesuburan pada tanah, sehingga hasil panen para petani dapat meningkat. Selain itu, Sri-Laksmi dipuja sebagai dewi keberuntungan yang sebagian besar dipuja oleh para pedagang, petani dan masyarakat agraris pada umumnya. Tidak hanya sampai di sana, Dewi Sri-Laksmi dalam doa puja selalu dihubungkan dengan padma sebagai simbol dari kesuburan dan awal kehidupan, lambang dari segala penciptaan kosmis yang tidak lain adalah ibu dari alam semesta. Sri-Laksmi dikatakan sebagai ibu alam semesta, sehingga beliau dipuja sebagai ibu pertiwi. Keagungan dari cerita Dewi Sri-Laksmi dalam kitab Purana dituangkan oleh masyarakat Hindu Bali untuk selalu memuja Dewi Sri sebagai dewi padi (pangan).

Sepenggal cerita keagungan Sri-Laksmi dalam kitab Purana di atas bukan hanya naratif cerita mitologi semata, akan tetapi Veda memberikan gambaran yang emperis bagaimana kekuatan Sri-Laksmi di dalam memberikan kesuburan pada alam dan isinya melalui simbol. Sri-Laksmi sebagai ibu pertiwi akan memberikan segala kekayaan yang dimilikinya pada manusia untuk dapat hidup. Dengan kasih sayangnya seorang ibu akan memberikan anak-anaknya segala sesuatu yang dibutuhkan bukan atas dasar keinginan yang berlebihan. Veda melalui cerita itu sesungguhnya memberikan pemahaman pada manusia, bahwa tanah atau pertiwi merupakan unsur yang terpenting untuk dijaga, agar manusia dapat hidup di dunia ini. Pemujaan kepada Dewi Sri-Laksmi yang digambarkan dalam kitab Purana secara fundamental sebagai simbolisasi dari sebuah sikap bagaimana manusia hendaknya menjaga dan melestarikan alam agar tetap terjaga dan lestari. Pemujaan di dasari atas sikap bhakti (kasih sayang) kepada Dewi Sri-Laksmi dalam mitologi Purana dapat dimaknai pula agar manusia dengan kasih menjaga kesuburan tanah, terlebih tanah pertanian.

Dapat dibayangkan, jika tanah petanian tidak subur lagi dan tanaman padi atau palawija tidak mau tumbuh lagi. Demikian pula bisa dibayangkan jika tanah yang sedianya ditumbuhi pohon yang dapat menyaring udara dirabas dan ditanami beton. Dapat direnungkan pula, bagaimana jika hutan yang memiliki peranan penting untuk menghasilkan debit air dirabas untuk kepentingan duniawi manusia yang berlebihan. Dan jika hal itu terjadi penderitaan umat manusia adalah sebuah keniscayaan. Realita demikian tidak akan menunggu lama lagi untuk terjadi, manakala pola pikir manusia masih terbingkai oleh pola pikir hedonisme (kesenangan adalah segalannya). Sikap kekerasan pada alam merupakan sikap himsa yang alam juga akan memantulkannya melalui penghancuran, sehingga tidak salah sekarang ini bencana alam tidak henti-hentinya terjadi.

Sikap kekerasan pada alam juga tidak luput melanda Bali. Lahan produktif yang seyogyanya untuk menghasilkan pangan berubah menjadi lahan beton. Bali memiliki sistem irigasi bernama subak yang dinobatkan sebagai salah satu warisan dunia lama kelamaan hanya akan menjadi hikayat rakyat yang keberadaanya hanya ada dalam cerita rakyat, jika pemujaan kepada Dewi Sri-laksmi yang sesungguhnya tidak diaplikasikan oleh umat manusia dan umat Hindu khususnya. Pemujaan yang sesugguhnya seperti apa? Apakah melalui ritual saja? tidak cukup, kiranya penting memahami pemujaan kepada Dewi Sri-Laksmi pada pemujaan yang sebenarnya, yakni menjaga dengan kasih tanah yang kirannya penting untuk kelangsungan umat manusia, tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan, tidak menjual tanah pertanian kepada investor dan yang lainnya. Pada zaman Purana keagungan Dewi Sri-Laksmi sangat dimuliakan melalui puja dan doa sebagai pemberi karunia kesuburan, sehingga manusia dapat hidup. Namun abad modern sekarang Dewi Sri-Laksmi seolah-olah menangis akibat ulah anaknya sendiri yang serakah memperkosa alam untuk memenuhi hasrat duniawi yang sementara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar