Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Selasa, 10 Juli 2012

Kelompok Ilmu Gaib Banyak Berkembang di Bali. Apakah ini Pelarian dari Tekanan?


Di Bali, bukan industri pariwisata saja yang berkembang, tapi berbagai perguruan ilmu gaib atau kelompok-kelompok yang mengatasnamakan diri paguyuban spiritual. Dari berbagai perguruan maunpun kelompok yang muncul itu, sebagian besar di antaranya bercirikan pengembangan daya-daya supranatural. Mengapa hal semacam ini diminati oleh banyak orang yang rasional?

Di media-media, baik media cetak dan elektronik di Bali tak pernah sepi dari iklan “Penjaja Energi Spiritual”. Berbagai perguruan berbeda, maka berbeda pula trik dan kiat berjualannya. Tak tanggung-tanggung promosi yang dilakukannya. Di antaranya ada yang menjanjikan pembangkitan kundalini seketika, meningkatkan kesadaran spiritual dalam waktu singkat, bahkan ada yang “ngecap” menjanjikan keterhubungan dengan alam dewata dalam waktu sekian jam. Melihat promosi-promosi seperti itu, kadangkala kita menjadi berpikir, “Apakah tingkat moralitas, kebijaksanaan dan tingkat kebahagiaan orang-orang yang berbicara itu memang benar berada di atas rata-rata orang biasa?”

Semua presentasi interaktif di televisi maupun iklan di media cetak itu toh tetap mampu menarik antusiasme banyak orang. Berbagai perguruan, kelompok berlabel spiritual selalu diminati dengan peserta atau pengikut yang berjubel. Motivasinya pun macam-macam. Ada yang datang untuk meningkatkan kesehatan, ada yang ingin penyakitnya sembuh, yang lain berharap hidupnya lebih damai atau malahan ada yang berharap dengan belajar teknik tertentu yang berbau gaib, rejekinya yang seret bisa lancar. Wah.. wah!

“Banyak orang menjadikan kegiatan spiritual sebagai pelarian akibat tekanan-tekanan hidup duniawi ataupun karena kekecewaan maupun kegagalan yang dialaminya. Mereka yang seperti ini, umumnya jarang beruntung bisa menemukan apa yang disebut kehidupan spiritual. Salah-salah bisa masalah hidupnya tambah runyam,” demikian urai Maha Guru Ghanta Yoga, Ida Bagus Putu Adriana di Denpasar, akhir Mei 2012 lalu. Ia menambahkan, kalau orang ingin belajar spiritual, maka semestinya ia datang ke suatu tempat yang menurutnya dapat memberi pelajaran spiritual. Datang untuk bertanya tentang apa hakikat ajaran dari suatu perguruan itu, bagaimana metode belajarnya, apa tujuan akhir dari ajaran tersebut. Ia mencontohkan, di dalam ajaran Ghanta Yoga yang diasuhnya pernah ada calon siswa datang dan bertanya, “Apa yang akan saya dapatkan bila belajar Ghanta Yoga?” Menurut Tua Aji Gus Tu (Panggilan populernya), pertanyaan semacam itu tergolong pertanyaan “bodoh” sebab semestinya yang ditanyakan, adalah spirit atau hakikat dan tujuan dari sebuah ajaran. Jika menanyakan apa yang akan diperoleh dengan belajar “Yoga” tertentu, maka jawabannya bisa dijanjikan ini itu yang belum tentu bisa direalisasikan. Akhirnya, bila apa yang dijanjikan oleh suatu perguruan tidak dapat diwujudkan oleh si murid, maka lunturlah keyakinannya terhadap suatu perguruan, malahan lebih fatal lagi bisa mempertipis keyakinannya terhadap Tuhan.

Kalau demikian, lantas apa yang menyebabkan orang-orang berduyun-duyun mendatangi lokakarya, seminar atau gebyar “Energi supranatural” semacam itu yang tendensinya bisa negative. Alih-alih meningkatkan spiritual pesertanya, justru sebaliknya promosi-promosi seperti itu hanyalah memperhebat mental instanisme di dalam diri peserta. Suatu hasrat serba instan, ingin persoalan-persoalan duniawinya terselesaikan dalam waktu sesegera mungkin, ingin meningkatkan kesadaran spiritualnya dalam hitungan hari, atau berkhayal meningkatkan kualitas rohani setingkat dewata dalam waktu beberapa jam, lantas bertemu dengan para “Penjaja” energi supranatural dan melabelkan tulisan “Spiritual” di cassing-nya, maka kloplah sudah. Dia melawan sifat-sifat spiritual, seperti keuletan dalam perjuangan, kesabaran, ketabahan, keberanian, penghargaan terhadap segala sesuatu secara seimbang, kasih sayang persaudaraan, kerelaan berkorban, dan lain-lain.

“Terlalu banyak yang dilihat dan didengar panca indra manusia di jaman ini, sehingga tutur agama menjadi kurang mempan meneguhkan mental manusia. Bila mental goyah, maka perguruan ilmu gaib diburu untuk mencari pembuktian suatu kekuatan di luar rasio. Bila kekuatan gaib mulai dikuasainya, maka kemungkinan negatifnya adalah keimanannya terhadap Tuhan menurun, Sanggah dan Pura kurang dihargai, karena mengira dewa ada di deweke. Kalau sudah begini, baik dan buruk kualitas keluaran anak didik suatu perguruan tergantung nabe yang membimbingnya,” sebut Jro Mangku Made Subagia, pada 3 Juni 2012 lalu di rumahnya, di Denpasar.

Guru Besar Perguruan Siwa Murti Jagadhita ini menambahkan, orang-orang zaman sekarang berpikir serba instan, sehingga suka mencari penyelesaian di luar rasio yang menurutnya dapat menyelesaikan masalahnya dengan segera. Sekali lagi ia mengingatkan, negative atau positif dari ekses belajar ilmu gaib tergantung “Nabe” di dalam menuntun para sisya-nya, supaya Kawisesan yang dimilikinya dapat mempertebal sradha-nya kepada Ida Hyang Widhi, bukan sebaliknya menjadikannya arogan, sombong, angkuh dan berbagai perilaku negative lain.

Kegaiban Bisa Menyesatkan dan Menyengsarakan

Ida Bagus Putu Adriana yang kelahiran Desa Sindhuwati, Sidemen, Karangasem ini menambahkan, kalau ingin belajar yoga, maka lebih baik diawali dulu dengan pemahaman. Yoga itu tujuannya adalah penyatuan dengan sumber (Tuhan). Sekarang tinggal masalah metode belajar atau teknik masing-masing ajaran saja yang berbeda, namun hakikatnya perlu disadarai, belajar yoga, belajar spiritual adalah dalam rangka semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Namun, begitu ia mengingatkan, bila dalam tahapan belajar yang melalui undag prakrthi (Tahapan Raja Yoga) yang memungkinkan penekunnya memiliki daya gaib, maka tak jarang mereka tergelincir di sana, terpikat dalam berbagai sensasi kesaktian, sehingga akhirnya berbeloklah tujuan dan perjalannya. Awalnya mau mendekatkan diri dengan Tuhan, namun dalam perjalanan tak jarang mereka menjadi perindu kesaktian gaib. Akan semakin repot bila Guru pembimbingnya tidak mampu mengarahkan, mengingatkan sisya-nya yang seperti itu.

Mereka yang terjebak dalam sensasi keajaiban ilmu gaib biasanya yang masih berada dalam tingkatan para bhakti, atau yang bhaktinya masih bermotif pada motif pribadi. Tetapi bila tahapan ini dapat dilewati dan sisya dapat mengarah pada tingkatan para bhakti atau cinta bhakti pada Tuhan tanpa pamrih dan harapan apa pun, maka saat itulah ia akan menyadari tidak pentingnya sensasi-sensasi supranatural itu. Untuk itu, sebelum belajar meditasi, atau yoga dan spiritual dengan berbagai teknik, maka umat perlu mengetahui tattwa terlebih dahulu, sehingga memimiliki pemahaman yang jelas. Menurut Tu Aji, pemahaman agama yang lemah inilah yang sering membuat umat tambah kacau, meskipun sudah melakukan berbagai praktik yang menurutnya dikatakan “Spiritual”.

“Dalam berbagai kasus yang tyang tangani, beberapa orang yang datang dengan kasus sakit penyakit maupun menyangkut kerukunan berumah tangga, kok sering dikatakan kalau problemnya itu dipicu oleh dewa-dewa tertentu. Entah mereka sebelumnya bertanya pada balian, dasaran dan orang pintar lainnya mengenai sakit penyakitnya. Celakanya, banyak oknum balian dan dasaran yang suka menunjuk dewa tertentu sebagai biang derita. Ini kan sudah salah pemahamannya,” ingat Tu Aji.

Masih dalam paparannya, dengan metode keliru yang diterapkan sejumlah balian dan dasaran seperti itu, maka Hindu di Bali bercitrakan kalau dewa-dewanya galak-galak dan pemarah. “Ini jelas salah, karena Ida Bhatara itu melindungi, namanya saja sudah Bhatara yang berarti pelindung,” tegas Tu Aji. Satu hal lagi yang andil besar memecah belah kerukunan krama Bali menurutnya adalah, judgment dari dasaran atau balian yang mengatakan kalau sakit seseorang merupakan serangan black magic dari si A atau si B. “Kalau memang fungsi kita sebagai penghusada, pengobat, maka tentunya balian, dasaran dan pengobat lainnya bertugas meringankan beban pasien, bukan menambahinya dengan beban dan teror psikologis seperti itu,” sarannya. Sebab dengan cara-cara demikian, bukan saja menambah derita si sakit karena dendam, sakit hati dan derita jiwa yang belum juga benar duduk persoalan yang dikatakan oleh oknum balian, namun metode seperti itu hanyalah memperkeruh kerukunan umat Hindu. Tu Aji meminta metode menunjuk-nunjuk seseorang sebagai penyebab suatu penyakit dihentikan, dan balian atau penghusada hendaknya berkonsentrasi mengobati penyakit pasien.

Hal inilah semakin mencemaskan di Bali, karena makin hari semakin banyak yang mengaku “Ngiringang pekayunan” Ida Bhatara, namun tingkat keharmonisan antarkrama Bali menjadi pertanyaan semakin serius. Fenomena lakunya perguruan ilmu gaib akan terus melonjak, jika sradha umat terhadap Ida Hyang Widhi terus merosot. Seperti yang dituturkan Tua Aji di akhir pembicaraan, bahwa ada orang padanya untuk meminta “Pirantai gaib” untuk jaga diri. Merespon permohonan itu Tu Aji menjawab, “Kenapa harus mencari penjaga diri lagi, kan sudah ada Ida Hyang Widhi yang mengayomi umatnya. Andai saja, Anda secara tulus berbhakti kepada Bhatara Hyang Guru di sanggah di rumah, maka ketenteraman Anda pasti terjamin,” sarannya pada orang pendamba jimat tersebut.
(Putrawan)

6 komentar:

  1. luar biasa karyanya...
    http://kebangkitan-hindu.blogspot.com/

    BalasHapus
  2. kebanyakan perguruan spiritual yg disembah bukan ida sang hyang widhi wasa melainkan orang/guru dr perguruan itu sendiri. . . .

    BalasHapus
  3. karna gurunya lebih populer dar HyangWidHi

    BalasHapus
  4. cukup meditasi dgn mantram gayatri dgn tlus,hening,sbar dan terus menerus bsa membuat kita mendapatkan impian kita jg, inti dr ilmu spiritual adalah mendekat kan diri pd ida sang hyang widhi kan.. ini menurut tiang yg awam, tp tiang jalani dgn tlus,iklas n sbar, trnyata hasil ny sangat memuaskan, bhkan tiang sendiri gak percya..hehehe

    BalasHapus
  5. ow ya jgn trlalu percya dgn yg nama nya instan, apalgi perguruan yg minta biaya jutaan untk bli ilmu lah,buka mata batin dll, itu bhong doang,. krn tiang udah pngalaman dgn prguruan spt itu, tp stlah dpt nasehat dr kakek d pura pulaki dan suruh tiang rajin smbhyang n brjapa mantra, 7 hari tiang jalani, apa yg tiang harapkan trcapai, maaf ini pngalaman tiang yg awam dgn ilmu2 gaib dan d bhongi paranormal,krn sdih, tiang smbhyang d pura pulaki, pura pasupati dan khayangan tiga, dan ktemu kakek itu,tp tiang gak tau dia siapa,. jd inti ny gak usah cri ilmu gaib ini itu, ckup smbhyang, dan mhon pd ida sang hyang widhi,asal yakin dan rajin pzti trcapai..
    salam hormat tiang.. om shanti shanti shanti om..

    BalasHapus
  6. Sukseme postingannya iratu, asungkare.

    BalasHapus