Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Selasa, 10 Juli 2012

ANTARA KESADARAN DENGAN KAWISESAN

Gede Agus Budi Adnyana


Perguruan kebatinan pada dasarnya dibentuk untuk olah batin itu sendiri, dan secara spesifik untuk menumbuhkan intuisi spiritual dan mengarah pada kesadaran jiwa dalam diri manusia. Sebab, jika intuisi manusia itu meningkat, maka untuk memahami hal-hal yang bersifat niskala, jauh lebih mudah. Olah batin itu sendiri sebenarnya untuk menumbuhkan pemahaman dan kekuatan dalam diri sendiri yang tentu saja bermanfaat bagi tubuh secara jasmani dan rohani. Tetapi, olah batin yang membutuhkan sebuah kedisiplinan spiritual, secara pasti akan mendatangkan efek samping berupa kekuatan yang kita sebut sebagai siddhi.
Kekuatan inilah yang merupakan kekuatan potensial yang dibangkitkan dalam diri yang dapat dipergunakan sesuka hati pemiliknya. Untuk sebab itulah, mengapa seorang yang memiliki kekuatan yang dihasilkan dari olah kebatinan, diperlukan pemahaman yang baik dengan menggunakan wiweka, agar kekuatan siddhi yang didapatkan, tidak disalahgunakan. Kekuatan ini dalam terminologi manusia Bali, disebut dengan ilmu kawisesan, dan ada banyak jenis ragamnya. Kemudian ini pun hanya dapat dipelajari dengan bantuan bimbingan guru, dan ini kita dapat temukan dalam perguruan kebatinan yang sekarang marak sekali.

Ada dua hal yang perlu kita sikapi dengan fenomena ini. Pertama adalah bahwa manusia kini sudah semakin sadar untuk menyelami kearifan nenek moyang kita, dengan mempelajari ilmu dan disiplin kebatinannya. Kemudian yang selanjutnya adalah untuk membangkitkan energi potensial itu agar berguna untuk hal apa saja, terumata yang paling kentara adalah untuk menjaga diri. Dari beberapa orang yang ditanya, mereka memberikan jawaban begini: (1) Seorang wirausahawan di pasar Gianyar, yang bernama Wayan Darmita, berumur 40 tahun yang sekarang masih berjualan dengan tekunnya, menyatakan bahwa dirinya mengikuti salah satu perguruan kebatian (untuk banyak alasan, nama perguruan itu dirahaiskan dalam tulisan ini).

Dia menyatakan bahwa mengikuti perguruan kebatinan untuk menjaga dirinya sendiri dari serangan gaib yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatannya, baik dalam usaha ataupun dalam keluarga dan rumahnya. Ini dapat kita mengerti, sebab apa, mengingat kehidupan manusia terumata di Bali, kental dengan hal-hal berbau black magic: leak, cetik, teluh terangjana dan lain sebagainya. Tentu saja, ada sedikit rasa takut dengan hal semacam itu. Yakin dan tidak, itulah Bali. Bahkan ada juga persaingan yang sudah menjadi sebuah rahasia umum, dimana menggunakan banyak hal-hal gaib. Kita manusia Bali, kalau melihat saudaranya sukses berdagang, maka pastilah dagangannya di beri tetaneman, alias ranjau gaib, dan efek dari itu sangat berbahaya. Demikian terang Bapak Wayan ini, yang mengaku, dulunya pernah kena serangan gaib, dan sembuh karena mengikuti sadhana perguruan kebatinan.

(2) Informan kedua, seorang Tukang Ojek, yang bernama Pan Suta, yang sering mangkal di seputaran peteluan Gianyar, Klungkung dan Bangli, mengaku mengikuti perguruan kebatinan karena rasa jengahnya terhadap keadaan keluarga. Ia mengaku, dulu keluarganya sering mendapatkan hal-hal aneh, ular besar menyala pernah berada di halaman rumah, kemudian sakit kepala setiap hari kajeng kliwon dan galang tegeh. Kemudian suatu ketika, saka bale dangin-nya roboh tanpa sebab yang jelas. Setelah itulah dia kemudian mengikuti salah satu aliran kebatinan (Olah kanuragan) yang menyembuhkan semua penyakitnya, dan dari sana dia sudah mampu melindungi keluarganya dari gangguan gaib.

Pada intinya, kebatinan adalah olah batin, yang tentu saja bukan hanya energi dalam diri yang dibangkitkan, tetapi juga menarik energi alam semesta untuk masuk dan menjadi menyatu dalam diri sendiri. Jangankan kita manusia Bali, yang memang kekuatan alamnya sangat aneh dan besar, yang bahkan Ida Resi Markandeya pun harus tiga kali melakukan eskpedisi hingga mendapatkan panugrahan dari Ida Bhatara Hyang Tohlangkir. Betapa perkasanya kekuatan alam Bali. Seorang yogi berasal dari India pernah mengunjungi Bali, bernama A.B. Parimal Sharma. Ketika dirinya masuk dalam sebuah perguruan kebatinan tradisional Bali, dia sudah dikepung dengan kekuatan yang beragam. Dia sendiri menyatakan bahwa orang Bali kuat dan perkasa serta sakti-sakti.

Kekuatan yang mengepung dirinya adalah kekuatan yang berasal dari disiplinnya manusia yang berada di sana. Bukan berarti kekuatan ini buruk, bahkan sangat baik jika diolah. Inilah alasan mengapa seorang resi dapat bergetar ketika melihat seorang ahli tenaga dalam jika berhadapan. Yang perlu diperhatikan adalah ketika menyelami kebatinan atau olah batin ini, harus dilandasi dengan beberapa hal. Yakni dijalankan dengan orientasi melestarikan warisan leluhur dalam bentuk ilmu kawisesan. Kemudian yang ke dua adalah sebagai olah batin untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri sendiri. Yag ketiga adalah sebagai tempat menyelami kekuatan yang mengarah pada intuisi untuk memahami Tuhan.

Inilah alasan sebelum belajar olah batin, maka seseorang harus mengetahui secara ontology, epistemology, dan aksiologinya. Apa olah batin itu, kemudian bagaimana olah batin itu, dan yang terakhir untuk apa dan bagaimana cara mengaplikasikannya agar bermanfaat bagi diri sendiri dan juga masyarakat. Sebab kurang tepat juga jika kita membiarkan kekuatan dalam diri ini tidak diolah dan dipergunakan dengan baik. Difinisi secara mendalam tentang kebatinan harus diberikan kepada orang yang akan belajar disiplin ilmu tersebut. Agar tidak kehilangan arah dan tujuan yang sudah digariskan sebagai mana mestinya.

Leluhur kita di dalam kitab nagarakertagama mengatakan, bahwa kebatinan itu ditujukan untuk mengayomi masyarakat dan melindungi negara. Itulah alasan mengapa aparatur negara dan yang menjalankan pemerintahan mereka ditempa oleh guru yang mahir dalam ilmu kanuragan. Kemudian setelah mengetahui hal tersebut, maka bagaimana ilmu itu berperan dalam diri sendiri, masyarakat dan juga untuk meningkatkan kesadaran kita. Hal inilah yang mesti juga diperhatikan. Setelah itu barulah untuk apa dan di mana ilmu itu dipergunakan secara praktis, agar memang benar-benar berguna. Seorang ahli kebatinan tidak akan memperlihatkan ke-siddhian-nya dengan sembarangan. Lebih banyak diam, dan menyatakan bahwa dirinya sebenarnya tidak tahu apa-apa.

Kitab kakawin Sumanasantaka sendiri menyatakan, seseorang yang mahir dalam kadyatmikan, akan berada dalam posisi seperti teratai yang mekar di malam hari. Tidak perlu dipertontonkan di hadapan masyarakat banyak. Cukup menjadi sebuah benteng diri sendiri, tetapi ketika masyarakat memerlukan kekuatan itu, maka dia hadir sebagai penolong yang tanpa pamrih. Jadi hilangkanlah paradigma, bahwa ketika kita belajar ilmu kadyatmikan, kita akan mahir dalam merubah wujud kita, maya-maya yang menghilang dengan segera sesuka hati kita kemudian mempergunakan ilmu itu untuk hal-hal yang tidak baik.

Hilangkan juga paradigma yang miring, bahwa orang yang belajar kadyatmikan, adalah orang yang bisa ngendih dan nyakitin timpal. Paradigma yang benar, adalah kadyatmikan untuk menumbuhkan kesadaran spiritual dalam diri melalui sebuah olah batin yang dibimbing oleh guru yang mumpuni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar