Oleh: Luh Made Sutarmi
Kebaktian adalah sebuah kreativitas jiwa dan raga manusia dalam sebuah narasi kehidupan untuk melakukan pengabdian yang berjuluk “total surrender”. Zone kreativitas itu menampakkan sosok manusia untuk menciptakan sesuatu yang esthetis. Manusia demikian mengandung sesuatu yang lebih dalam ketimbang hanya ”indah” dan cantik. Sosok itu telah masuk ke wilayah yang dikenal sebagai “Sang kinahananing kaprajnan ngaranira,” ungkap Sarasamuscaya. Di sanalah karakter berbunga. Atas dasar sebuah pertahanan akan keindahan karakter itulah sosok Hanuman yang mengabdi demi sebuah pencapaian hidup hadir di setiap bakta yang tulus kepada Tuhan.
Di titik itu kebahagiaan sejati dapat dinikmati oleh sesama manusia, sesuai dengan ungkapan, “Harta hanya bisa menghias rumahmu, tapi hanya kebajikan yang bisa menghias dirimu, baju hanya bisa menghias badanmu, sedangkan hanya perilaku yang bisa menghias dirimu.” Itulah kata bijak yang tepat untuk memberikan gambaran kepada Hanuman, seekor kera yang tetap dikenang dan dihormati melebihi manusia, karena kebajikan yang dia lakukan untuk mengabdi dan membahagiakan awatara Rama. Oleh sebab itu, ruang renungan yang sempit ini mengabarkan, bahwa jiwa kita selalu mesti hadir sebagai Hanuman dalam mengabdi kepada yang maha memiliki.
****
Pagi yang cerah dalam kekusukan doa pagi di taman Argasoka, di wilayah kerajaan Alengka, adalah taman kerajaan tempat di mana Shinta disekap, dihambat jiwanya dan dipaksa untuk mengeluarkan sebuah perasaan cinta untuk Rahwana, serta agar cintanya hilang pada Rama. Rahwana hendak mengganti sosok Rama yang lemah lembut itu. Taman Argasoka, menjadi tempat untuk menghabiskan hari-hari penantiannya dijemput kembali oleh sang suami. Pengharapan lewat doa itu tak pernah sia-sia.
Dalam Argasoka Shinta ditemani oleh Trijata, kemenakan Rahwana. Rahwana juga berusaha membujuk Shinta untuk bersedia menjadi istrinya. Karena sudah beberapa kali Rahwana meminta dan ‘memaksa’ Shinta menjadi istrinya, tetapi ditolak, sampai-sampai Rahwana habis kesabarannya, yaitu ingin membunuh Shinta namun dapat dicegah oleh Trijata. Dewi Shinta selamat, namun Dewi Shinta selalu berdoa kepada pujaan hatinya, Rama sebagai suami dan utusan Dewata kedunia untuk menghancurkan kejahatan.
Deraian angin selatan yang sejuk tidak mampu menghapuskan kesedihan Shinta di taman Argasoka. Ketika membayangkan wajah Rama yang tampan, maka hatinya menjadi berbunga, kesedihan terhapus sementara. Namun, saat mata terbuka, sang pujaan hati ternyata tak ada di sampingnya, Sang Dewi bersedih, dalam kesedihan itu ia mendengar sayup-sayup sebuah lantunan lagu yang indah “ Rama-Rama hatimadura Rama-rama” tembang dengan dawai hati suci mengalun merdu. Suara merdu itu ternyata dilantunkan oleh seekor kera putih yang sedang mengintainya. Setelah kehadirannya diketahui Shinta, segera Hanuman menghadap untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai utusan Rama.
Hanuman berdiskusi dengan Dewi Shinta. Dewi bertanya, “Hai kera putih, siapa namamu, mengapa engkau rela berjalan jauh dan mengabdi kepada Sri Rama untuk menengok Aku?’
“Oh Ibu,” kata Hanuman berseru sambil bersujud menganggap Dewi Shinta sebagai Ibu, “Aku adalah Hanuman, putra Anjani, hamba menaruh hormat dan mengabdi kepada Sri Rama, karena beliau mampu mendamaikan perang saudara Paman hamba Subali dan Sugriwa dari kerajaan Kiskinda.
Dewi Shinta bertanya, “Apa bukti dan alasan mengabdi dengan tulus kepada Rama?” Hanuman berkata, “Ini ada cincin Sri Rama, ini pasti ibu mengenalnya. Hamba datang ke sini adalah untuk tugas dan kebaktian diriku dan untuk merangsang hasrat mengetahui dan keasyikan Rahwana, serta hamba ingin mengubah realitas sosok Rahwana ke dalam imajinasi, sehingga dapat hamba kalahkan. Itulah pendapat hamba Ibu. Hamba ingin mengabdikan diri pada sosok yang memiliki sifat ketuhanan. Dan itu dalah Sri Rama, kemanapun hamba diutus hamba akan laksanakan.”
Hanuman menambahkan, seseorang yang mempunyai sifat-sifat ketuhanan yang tampil dalam pikiran, perasaan, dan sebagainya, maka ia (benar-benar) hidup. Sebaliknya, jika seseorang mencemarkan selubungnya yang suci (tubuh) dengan menggunakannya untuk tujuan-tujuan tidak suci guna mengikuti kesenangan yang bersifat sementara, dan dengan demikian mengabaikan Tuhan Yang Mahatahu dan Mahakuasa, maka hal itu harus dicela sebagai pengingkaran yang sengaja pada sifat kemanusiaannya sendiri.
“Pengalaman apa yang engkau sudah laksanakan?” tanya Dewi Shinta kembali.
Hanuman melanjutkan, “Jenis pengalaman kita tergantung pada jenis jalan (hidup) yang kita tempuh. Karena itu, kita harus bergaul dengan orang-orang yang baik, mendapatkan nama baik, dan menempuh hidup yang baik. Penuhi hatimu dengan perasaan yang murni dan suci. Inilah sifat-sifat yang dimiliki Buddha. Buddha menyatakan, Dharmam sharanam gachchhami,-Aku berlindung pada darma. Satyam sharanam gachchhami-Aku berlindung pada kebenaran. Segala kegiatan kita harus dilandaskan pada satya dan darma. Seandainya pun engkau berjumpa dengan orang yang jahat, lihatlah hanya hal-hal yang baik dalam dirinya. Tuhan yang sama, Yang Maha Esa, bersemayam dalam segala makhluk.”
Dewi Shinta bertanya lagi, “Apa yang mendasari engkau memuja Rama, dan mengorbankan dirimu sangat serius dalam pencarian diriku?”
Sambil tersenyum Hanuman berkata: Ibu yang mulia, hamba tidak mampu menatap wajahmu karena aku bisa terbakar akan kemarahanMu, namun hamba dengan Sri Rama tidak terpengaruh oleh nama dan wujud lain. Pesan Rama padaku, adalah percayalah pada prinsip atma yang tidak berwujud. Atma adalah perwujudan kebahagiaan jiwa. Nityaanandam, parama sukhadam, kevala jnaanamuurtim, dvandvaatiitam, gagana sadrisham, tattvamasyaadi lakshyam, ekam, nityam, vimalam, achalam, sarvadhii saakshiibhuutam, bhaavaatiitam, trigunarahitam, ‘atma adalah perwujudan kebahagiaan abadi, kebijaksanaan mutlak, melampaui pasangan sifat-sifat yang bertentangan, tidak terbatas dan meliputi segala sesuatu bagaikan angkasa, tujuan yang ditunjukkan oleh pernyataan agung (mahaavaakya) tat tvam asi, kekal, murni, tidak berubah, saksi segala fungsi akal budi, melampaui segala keadaan mental, dan melampaui ketiga sifat ( sattva, rajas, dan tamas ).Itulah yang ada dalam diriku, Ibu.
“Bagaimana pandanganmu terhadap Rama sebagai perwujudan Yang Maha Kasih?” Tanya Dewi Shinta kembali. Hanuman berkata: Rama dan Tuhan sulit dibedakan, jiwaku telah menganggap dia satu, Ibu. Sebab Rama adalah perwujudan kasih dan melampaui segala sifat. Hamba menganggap Rama mempunyai berbagai sifat, karena imajinasi mereka belaka. Hawa nafsu, kemarahan, kebencian, ketamakan, kedengkian, dan kesombongan, semuanya manusia timbulkan sendiri; sifat-sifat buruk itu tidak berasal dari Rama. Rama selalu memberkati hamba dan manusia yang lain dengan kasih. Manusia melihat suatu objek dan ingin memilikinya. Itu karena ketamakan manusia. Rama tidak ada hubungannya dengan hal itu. Rama sama sekali tidak mempunyai keinginan. Beberapa orang bahkan mencoba memperdayakan Rama, termasuk Rahwana dengan memproyeksikan aneka keinginan mereka pada Beliau. Mereka menuduh Rama dengan menganggap Rama mempunyai berbagai sifat yang sebetulnya tidak ada dalam diri Beliau. Meskipun demikian, Rama selalu mengasihi manusia Dapatkan kasih Rama melalui kasih. Demikian pula dapatkan kebenaran melalui kebenaran. Bila manusia menempuh hidupnya dengan cara tersebut, itu merupakan latihan rohani (saadhana) sejati.
Dewi Shinta mengangguk dan berkata, “Hanuman, walau engkau bangsa kera namun engkau telah mencapai kesadaran atma, oleh karena itu engkau harus terus memupuk semangat kemenunggalan ini. Jangan menyamakan diri dengan nama yang diberikan kepada tubuhmu. Namamu yang sebenarnya adalah aku, aku, aku. Aku adalah kenyataan asasi dirimu selama-lamanya. Selama engkau mempunyai badan, orang-orang akan memanggilmu dengan namamu. Bila badan binasa, lalu apa yang terjadi dengan nama itu? Sesungguhnya engkau bukan satu orang, engkau adalah tiga: engkau sebagaimana anggapanmu sendiri, engkau sebagaimana anggapan orang lain, dan engkau yang sebenarnya. Selamat berjuang Hanuman, semoga Rama memberkatimu. Om Gam ganapataye namaha
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar