Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Jumat, 15 Maret 2019

Arjuna: Dulu dan Kini

Anand Krishna

Arjuna di masa lalu bingung, tetapi ia rendah hati. Dia bersedia menundukkan kepalanya di depan Gurunya, yang juga adalah sepupu dan kusirnya, dan meminta bimbingan: “Aku bingung, aku tidak tahu harus ke mana, tolong tuntun aku, tolong tunjukkan jalan.” Dan, sang Guru, Krishna, membimbingnya menuju kemenangan. Dia membimbing Arjuna menuju kemenangan demi Dharma, Kebajikan. Untuk itu, sang Guru pun menegaskan perannya, “Aku berada di sini, di medan perang ini, demi engkau. Sebagai seorang ksatria, engkau mendapatkan kesempatan berharga untuk berjuang demi Dharma.

“Tetapi jangan pernah berkhayal bahwa Dharma tergantung padamu. Jika kau tidak memainkan peranmu, akan ada pemeran pengganti.”

Arjuna memahaminya, dia memahami perannya, dia mengerti apa yang ingin disampaikan oleh sang Guru. Dan, dia bangkit dari keputusasaannya, “Semua keraguanku telah hilang sekarang, aku siap memerankan tugasku. Aku akan melaksanakan apa yang Engkau katakan.”

Itu adalah Arjuna di masa lalu. Tidak demikian halnya dengan para “Arjuna” masa kini. Ya, banyak “Arjuna”, tapi sayangnya, tiada seorang pun di antara mereka yang kualitasnya mendekati Arjuna masa lalu. Para “Arjuna” masa kini enggan untuk menundukkan kepalanya. Mereka bangga memperkenalkan diri sebagai otodidak. Mereka tidak menghormati Guru mereka.

Mereka bahkan tidak berterima kasih kepada orang-orang yang membantu mereka naik ke tampuk kekuasaan. Mereka tidak mau mendengarkan nasihat orang lain. Mereka merasa sudah serba tahu. Dengan demikian, mereka berdiri sendiri, tanpa tim yang berdiri menyokong dan bersama mereka. Mereka begitu suka tampil luar biasa dan populer. Mereka menikmati keberadaan para penjilat di sekeliling mereka. Mereka terbuai oleh kata-kata pujian dari orang-orang yang sebenarnya mengeksploitasi mereka.

Demikianlah, para “Arjuna” masa kini tidak bisa mewakili Dharma. Mereka bukanlah Satria Dharma. Kemenangan mereka tiada bedanya dengan kemenangan sesaat yang didapat oleh lawan mereka. Sungguhnya, lawan mereka dan mereka, keduanya berada di pihak adharma, ketidakbajikan.
Pertempuran masa kini bukanlah perang demi Dharma. Ini adalah pertempuran di antara kekuatan adharma. Siapa pun yang menang, adharma-lah yang menang. Namun ini hanyalah untuk sementara. Kemenangan lima, sepuluh, dua puluh, atau bahkan lima puluh tahun hanyalah kemenangan sesaat dalam sejarah panjang umat manusia yang menjadi saksi kebangkitan Dharma dari masa ke masa, terlepas dari seberat apapun rintangannya.

Lihatlah Sekeliling! Lihatlah Mereka... Tengok “Arjuna” di sana, tengok pula “Arjuna” di sini, tengok mereka. Mereka yang diberikan peran sebagai Arjuna, yang seharusnya berjuang di bawah bimbingan Krishna. Lihatlah mereka berjuang di bawah arahan siapa! Mereka dituntun oleh pikiran mereka yang kacau. Sifat narsis mengecoh mereka untuk percaya bahwa mereka adalah Arjuna dan sekaligus Krishna.

Pikiran mereka yang kacau menarik orang-orang lain yang pikirannya sama-sama kacau. Sifat narsis mereka menarik orang-orang yang sama narsisnya. Dan, hasilnya adalah kekacauan total. Gelombang kebencian menyeruak. Saling menghina menjadi “dharma” sehari-hari. Setan-setan terlepas dari kekangnya, dan mereka menari dengan riang, menikmati pertunjukan.

Mengikuti para pemimpin yang telah melupakan Dharma, bahkan mereka, orang-orang berintegritas turut kehilangan integritas mereka. Mereka turut menyebarkan ujaran kebencian, saling menghina, dan sebagainya. Tata krama terlupakan, kesantunan hilang, nilai-nilai luhur ditinggalkan.

 Lebih dari 5.000 tahun yang lalu, Bhagavad Gita telah memperingatkan kita: “Masyarakat awam mencontohi apa yang dilakukan oleh para pemimpin. Jika para pemimpin berjalan di jalur adharma, mereka pun akan mengikuti. Oleh karena itu para pemimpin hendaknya menjadi teladan yang baik.”
Seorang pemimpin yang korup – dan, ingatlah bahwa korupsi bukan hanya tentang uang, di sini kita berbicara tentang korupsi tata krama, korupsi nilai-nilai luhur – menjadi teladan bagi berkembangnya korupsi.

Saat ini dunia membutuhkan kehadiran seorang Krishna, tetapi pertanyaannya adalah, di manakah sang Arjuna berada? Krishna bisa ditemuai setiap saat melalui (kitab suci) Bhagavad Gita, tetapi sayangnya “Arjuna” masa kini yang tak sudi mendekat dan tunduk hati pada kitab suci tersebut. Sehingga dunia pun lebih dominan dicengkram adharma.

 (*Penulis lebih dari 180 judul buku dan Pendiri Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB, www.anandashram.or.id, www.anandkrishna.org) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar