Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Senin, 15 Januari 2018

Setia dan Kasih Sayang

Oleh Luh Made Sutarmi
Dalam pergumulan waktu, sangkakala, rajutan dunia kadang tak banyak tahu dan dia menjadi misteri tersendiri. Disana terjurai daur hidup yang diliputi oleh suka, duka, lara, pati. Hukum karma membelit, kehidupan kait mengkait bak lilitan  tali-temali tali putri.

Adagium hidup adalah membayar hutang dan menagih hutang menjadi premis yang selalu diwedarkan tatkala manusia terjebak  oleh keterbatasan pikirannya memaknai  kebebasan itu bahwa terikat itu  adalah  hutang. Di terminal itu hidup  menuju  nilai akhir nol. Nol itu berisi, disana berstana Sang Hyang Embang. Atas kekosongan itulah narasi kehidupan Rsi Bhagaspati layak direnungi.

Pagi itu, matahari bersinar cerah, namun sang putri melamun karena mimpi.  Diah Pujawati adalah salah satu putri Rsi Bhagaspati dengan Dewi Darmastuti, bidadari dari kahyangan.  Atas restu Betara Guru, karena kekuatan tapa  Sang Bambang Anggana Putra dapat membantu meredam huru-hara yang disebab oleh kaum iblis di khayangan. Atas jasa itu dia dihadiahi oleh Betara Guru untuk  memilih bidadari yang ada di Suralaya, namun Sang Bambang Anggana Putra sedikit angkuh dan dia hendak memilih Dewi Uma, istri  Bhatara Guru. Akibatnya Bhatara Guru  marah dan  mukanya berubah menjadi raksasa, maka terjadilah perang, namun Sang Bambang Anggana Putra, tetap menang, namun akhirnya  tetap dihadiahi  Dewi Darmastuti. Namun perjanjian yang disepakati adalah  bila sang bidadari Dewi Darmastuti memiliki anak, maka dia harus kembali ke kahyangan, sehingga Bambang Anggana Putra, merawat anaknya, Diah Pujawati seorang diri. Atas kesetian dan kasih sayangnya bak matahari, maka para dewa memberikan nama padanya  Rsi Bhagaspati.
Pagi itu Diah Pujawati melamun dan ada yang dipikirkannya. Kondisi demikian membuat hati sang Rsi Gundah menjadi pemikiran yang terus menerus, karena rasa kasih tak tertandingi  dari Rsi Bhagaspati.

“Anakku yang terkasih, mutiara hatiku, Diah Pujawati,” seru Rsi Bhagaspati  dengan nada sedih takut anak satu-satunya itu teringat dengan ibunya yang telah lama pergi meninggalkannya. Lalu Bhagaspati  bertanya, “Apakah gerangan yang menyebabkan engkau termangu diam  dan murung anakku?”

“Ayah yang baik  hati, aku merasa bahagia memiliki seorang ayah, seperti dirimu, walaupun wajahmu buruk kata banyak orang, namun hatimu selembut salju dan luar biasa sejuknya. Benar bahwa sifat ayah seperti matahari,” kata  Pujawati. “Ayah,  aku merenung dan terus melamun, aku terganggu oleh mimpiku yang aneh.”

“Tentang apa itu  anakku sayang?” potong Bhagaspati.
“Aku malu ayah, sebab ini masalah pribadi,” kata Diah  Pujawati.
“Ya, katakanlah anakku, apapun yang terjadi padamu, ayah akan memberikannya, walaupun nyawa ayah taruhannya,” sahut Bhagaspati .
“Begini ayah, aku memimpikan seorang laki-laki tampan datang padaku dan dia bilang bernama Narasoma. Itu ayah.”
“Oh...... Narasoma, yah, ayah berjanji akan membawanya ke gunung ini tempat tinggal kita anakku sayang.”
“Apa benar ayah?”
“Ya anakku, sebab sebagai seorang ayah aku telah dan berjanji melaksanakan  tiga hal ini?” “Apa itu ayah?” tanya Diah Pujawati.
“Nilai-nilai itu adalah kewajiban seorang ayah yang dipesankan oleh Bhagawan Wawaruci, kata Bhagaspati. Ketiga nilai itu adalah, Sarirakrti,  artinya mengupayakan kesehatan jasmani anak. Pranadata, artinya membangun jiwa si anak secara rohani. Annadata, artinya memberikan makan serta kehidupan yang layak dari segi materi. Dalam kesempatan ini, ayah mendapatkan kesempatan untuk berbuat baik pada anakku, inilah karma baik yang ayah berikan padamu, inilah langkah untuk menghasilkan generasi bermutu.”

“Ayah sangat baik sekali. Aku berdoa, jika nanti aku lahir kembali aku menginginkan ayah tetap menjadi ayahku,” kata dewi Pujawati.  Pujawati menambahkan, “Ayah, banyak kaum bijak berkata tentang kebaikkan ayah.  Banyak orang mengatakan begini ayah: bila cinta ialah pengorbanan, maka itu sebabnya seoarang ayah selalu lupa bagaimana rasanya lelah itu. Cinta seorang Ibu itu menenangkan; cinta seorang Ayah itu menguatkan.  Sayangilah ayahmu selagi masih  ada waktu untuk bersama-sama bisa saling tersenyum; sebelum kamu menangis sendirian, mereka pergi meninggalkan dirimu, sebab setelah mereka tiada, tak ada tempat di dunia ini bisa menemukan dirimu dengan orang tuamu walaupun engkau cari sampai ke ujung dunia sekalipun.”

Ya anakku, “Selagi ia  masih kecil, maka seorang ayahlah yang melindungi, dan setelah dewasa suaminyalah yang melindunginya dan setelah ia tua putra-putrinyalah yang melindungi. Wanita tidak pernah layak bebas dari perlindungan.  Seorang suami wajib melindungi isteri dan anak-anaknya serta memperlakukan isteri dengan sopan dan hormat. Wajib memelihara kesucian hubungan dengan saling mempercayai, sehingga terjamin kerukunan dan keharmonisan rumah tangga,” kata Rsi Bhagaspati  menasehati Diah Pujawati.

Rsi Bhagaspati tersenyum dan berkata kembali, “Ya anakku, inilah pesanku padamu. Saat nanti Narasoma berhasil ayah bawa kepada dirimu, maka engkau harus memahami dan menyadari bahwa kita hidup di wilayah dusun pegunungan yang jauh dari hiruk pikuk kota. Oleh karena itu  yang perlu engkau sadari adalah  perbuatan yang dilakukan dengan perasaan yang baik pasti akan berhasil. Karena itu, engkau harus berusaha menjaga agar perasaan-perasaanmu selalu murni dan jangan mengubahnya karena pengaruh orang lain. Yad bhāvam tad bhavati. Sebagaimana perasaannya, maka demikianlah hasilnya. Engkau harus tahu, bahwa di manakah sang gajah dan di mana gerombolan anjing itu? Kedua jenis hewan ini tidak dapat dibandingkan. Demikian pula burung kukuk tetap berkicau merdu tanpa menghiraukan burung gagak yang berkaok-kaok. Apakah kukuk berhenti berkicau hanya karena gagak berkaok-kaok kepadanya? Apa pun sifat perbuatanmu, engkau akan mendapat hasil yang sesuai. Tuhan memperhatikan perasaan batinmu,  bukan perbuatan yang kauperlihatkan.”

 “Ya, ayah, luar biasa sekali nasehat ayah.”
“Anakku, perlu juga engkau ketahui bahwa orang-orang yang bersifat duniawi hanya melihat perbuatan yang tampak secara lahiriah dan mungkin mereka akan menertawakan engkau. Kau harus tahu bahwa  Tuhan menyukai perasaan-perasaan yang murni (bhava priya). Tuhan akan senang bila perasaan batinmu murni. Engkau harus menjaga agar perasaan-perasaanmu murni, agar dapat menyadari Tuhan (kesadaran semesta) yang meliputi segala sesuatu. Om Gam Ganapataye namaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar