Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 20 Desember 2017

Kehidupan Sadhu di Rsikesh dan Haridwar

Laporan I Made Adi Surya Pradnya
Apa kabar umat Hindu se-dharma? Astungkara sehat, seger, rahayu. Edisi ini saya mau mengajak umat se-dharma melihat kehidupan para Sadhu di India. Sebelumnya sudah tahu gak, Sadhu itu siapa?

Sadhu adalah orang yang telah meninggalkan kehidupan duniawi, tidak terikat oleh apapun. Keseharianya mereka menghabiskan waktu untuk merenungkan Tuhan dan kebenaran. Pada intinya hidup mereka tidak lagi tergantung pada apa pun, kecuali hanya meditasi, yoga, dan melakukan sadhana.

Ajaran Hindu seperti yang kita ketahui memiliki empat tahapan kehidupan yang disebut Catur asrama, yaitu Brahmacari, Grahasta, Wanaprasta, dan Bhiksuka/Sanyasin. Masa Brahmacari adalah masa menuntut ilmu pengetahuan, masa untuk belajar. Selanjutnya Grahasta adalah masa berumah tangga, masa bereproduksi. Wanaprasta adalah masa mengasingkan diri dari kehidupan gemerlap, biasanya pergi menyepi ke hutan. Sanyasin adalah masa untuk total mengasingkan diri untuk focus pada pencarian ilahi. Dari empat tahapan itu, Sadhu identik dengan Sanyasin, karena mereka telah tidak tertarik lagi dengan kemeriahan dan keramaian duniawi.

Saat ini saya berada di Rishikesh yang sangat dikenal sebagai kota para Rsi, karena disini banyak para rsi melahirkan karya-karya besar, seperti Maharsi Vasista. Kehidupan para Sadhu di sini sangat banyak dan itu sangat wajar, karena secara geografis suasana Rsihikesh mendukung kehidpan para Sadhu, yaitu dekat dengan Sungai Gangga, sekaligus hutan lebat juga masih asri. Pernah suatu hari saya melihat gajah yang melintas di jalan raya. Di samping itu pengakuan dari banyak orang di Rsihikesh bahwa masih terdapat hewan buas, seperti macan, singa, gajah, dan beberapa hewan lainya, seperti kijang dan monyet.



Perkembangan Rishikesh saat ini tentu berbeda dengan 10 tahun belakangan mengingat saaat ini rishikesh kedatangan banyak wisatawan. Jika diperhatikan hampir mirip dengan suasana di Ubud, Gianyar, karena sekarang telah berdiri banyak yoga traning course, meditasi course dan ayurweda.
Lalu di mana kita bisa melihat para Sadhu? Para Sadhu dapat kita lihat, ketika memasuki gerbang Rishikesh sepanjang jalan raya. Kita bisa melihatnya dengan sangat mudah. Ciri-ciri Sadhu adalah memakai kain berwarna oranye. Warna ini adalah warna bagi para sanyasin dan itu sudah lumrah, sedangkan warna kuning adalah warna Brahmacari, sedangkan warna putih adalah baru belajar spiritual. Begitu kurang lebihnya dengan busana yang digunakan, tetapi ada juga para Sadhu yang menggunakan kain berwarna hitam, biasanya yang memakai baju warna hitam adalah kelompok Sadhu Agori. Bagaimana dengan yang telanjang? Itu kalau tidak salah berasal dari kelompok naga.
Selanjutnya para Sadhu membawa tongkat untuk bermeditasi ataupun untuk mengusir binatang buas selama melaksanakan sadhana. Selain itu para Sadhu juga bisa kita lihat sepanjang jembatan Ramjula dan Laksamjula. Sepanjang tempat itu kita bisa melihat rumah-rumah kecil dimana disana tinggal para Sadhu. Sepanjang jalur ini peran Swargasra mengkoordinir para Sadhu dan membantu untuk makan bersama yang bisa kita lihat pagi hari dan malam hari.

Apakah semua yang berbaju oranye adalah Sadhu? Pertanyaan ini juga saya tanyakan pada teman yang saya temui di sana. Mereka mengatakan, agar hati-hati juga, karena banyak juga yang menipu dengan berpura-pura menjadi Sadhu, kemudian mereka meminta uang. Hal ini perlu juga kita berhati-hati, bahkan pada waktu saya jalan-jalan juga banyak yang meminta uang, maka perlu hati yang bersih untuk dapat bertemu dengan para Sadhu yang sejati. Ini mungkin menjadi catatan tersendiri dalam tulisan ini, karena itulah yang saya amati selama dalam perjalanan di sini.

Apa yang dilakukan oleh para Sadhu, selama mereka hidup dalam pengasingan? Para Sadhu selama hidup dalam tahap terakhir dalam Catur Asram aadalah mereka melakukan sadhananya dan masing-masing Sadhu memiliki sadhana yang berbeda. Ada Sadhu yang hanya mengucapkan “Om Namah Siwaya” dalam satu hari mengucapkan 1008 mantra, ada juga yang memuja “ram, ram, ram….” Setiap hari tanpa henti. Ada juga sadhana pada pemujaan sakti, seperti Saraswati, Gayatri, Gangga, Laksmi, dan manifestasi Tuhan lainya.

Pada umumnya sadhana para   Sadhu di Rishikesh adalah bangun tidur pukul 01.00 pagi hari, kemudian meditasi sampai pukul 03.00, kemudian pergi ke Sungai Gangga untuk melakukan pemujaan Surya atau mandi membersihkan diri sampaipukul 05.00. Oleh karenaitu, untuk melihat Yogi melakukan sadhana pembersihan diri, maka sebaiknya bangun pukul 04.00 dan pergi di sekitar sungai Gangga di Rishikesh, lebih dekatnya bisa kita lihat langsung sekitar Paramart Asram, pastiseru!

Kemudian keseharian berikutnya adalah makan pagi biasanya para Sadhu berkumpul di sekitar Swargaasram, Rishikesh, sedangkan yang lainya makan di tempatnya masing-masing. Selanjutnya melakukan sadhana, seperti chanting mantra ataupun melakukan pengajaran bagi para pengunjung yang ingin mendapatkan pembelajaran spiritual, terutama yang dibahas adalah Vedanta, yoga sutra dan teks yang berkaitan tentang Moksa. Apakah semua Sadhu bisa memberikan pengajaran pada para pengunjung? Tidak semua Sadhu mau diajak berbicara, karena mereka juga tidak mau diganggu dengan kedatangan para tamu. Mereka merasa terusik, jika ada yang datang untuk mendapatkan pelajaran.

Siapa yang memberikan istilah Sadhu? Menjadi seorang Sadhu adalah garis param-para atau garis perguruan, para Sadhu juga melewati proses diksa yang diberikan oleh gurunya. Untuk teknis diksa para Sadhu tergantung pada kebijakan guru masing-masing. Pada proses diksa bisaanya guru mengganti nama yang diberikan orang tuanya, kemudian memberikan mantra khusus untuk sadhananya. Setelah itu para Sadhu juga diajarkan tentang meditasi, yoga, filsafat oleh guru masing-masing. Untuk menjadi Sadhu, maka syarat yang paling utama adalah keikhlasan untuk menjalani sadhana dan guru pun tidak sembarangan untuk menerima murid. Inilah proses pembelajaran yang sangat penting, karena guru memiliki otoritas pada muridnya.
Seorang  Sadhu setelah menerima diksa dari gurunya, kemudian diperintahkan untuk melakukan sadhana, seperti tidur di jalan, kemudian tidur dan hidup dalam gua, atau pun hidup dalam asram. Semua itu hanya guru dan murid yang memahaminya.

Apakah  Sadhu itu berasal dari orang miskin? Tidak juga, karena banyak orang kaya yang telah menjalani kehidupan spiritusl  dan telah siap untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka mulai meninggakan kekayaan, perusahaan yang mereka miliki dan sudah menyerahkan pada anak ataupun pada penerusnya, sehingga ketika mereka sudah siap menjalani kehidupan Sadhu dan menikmati sadhana yang telah diberikan oleh gurunya, sehingga mereka bukan lagi pemilik kekayaan, bukan lagi atasan, namun sudah menjadi orang yang baru dengan tujuan yang berbeda.
Saat menjadi Sadhu mereka mulai melakukan sadhana dan melakukan Karma Yoga dengan melakukan kerja seperti apa yang telah dijelaskan dalam Bhagawadgita, sehinga perlahan-lahan kerja yang dilakukan tidak untuk mengharapkan hasil atau  pahala, tetapi dalam rangka mencapai pencerahan.

Menjadi seorang Sadhu itu benar-benar luar biasa, terutama dalam proses melatih mental. Mereka tidur di jalan, tidak merasakan dingin ataupun panas, bahkan ada yang tidur di emperan toko. Semua ini adalah salah satu proses sadhana yang dilaksanakan, sehingga pikiran dapat dikendalikan dengan melakukan sadhana, seperti menulis nama Tuhan berulang-ulang dan seterusnya. Pada intinya mereka menikmati kehidupannya, terlepas dari perilaku yang dilakukan.

Selain ke Rishikesh saya juga pernah  melihat Sadhu yang tinggal di gua, tepatnya tempat pemujaan arati di Gangga, Haridwar. Kalau dibandingkan jumlah  Sadhu yang saya lihat, maka jumlahnya jauh lebih banyak para Sadhu di Haridwar. Selain itu  di Haridwar banyak terdapat kuil dan asram-asram, serta kunjungan umat Hindu dari Indonesia juga sering terlihat di sekitar Haridwar, India.
Inilah cerita tentang Sadhu yang saya lihat selama perjalanan di Rishikesh dan Haridwar. Semoga umat Hindu di Indonesia dapat memahami begitu universalnya ajaran Hindu terutama dalam pelaksanan spiritualnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar