Oleh I Ketut Sandika
Bagi masyarakat Hindu Bali setiap bangunan suci atau pelinggih yang ditempatkan di pekarangan rumah atau tempat suci keluarga pasti difungsikan masing-masing sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Bangunan suci tersebut tidak saja difungsikan, tetapi diyakini pula sebagai sthana Dewa-Dewi atau linggih Ida Bhatara, roh suci leluhur dan makhluk niskala lainnya. Namanya keyakinan, tidak perlu kita telisik darimana keyakinan tersebut muncul.Yang jelas mereka meyakini bahwa adanya bangunan suci adalah tempat bagi manusia menjalin hubungan dengan yang niskala. Terlebih bangunan suci pelinggih Tugun Karang atau sering disebut dengan Pengijeng Karang sangat sering dihubungkan dengan hal yang niskala, baik dalam teks mitologi sastra maupun dalam mitos lisan yang tenget.
Menariknya, mitos lisan tenget Pelinggih Tugun Karang sering dihubungkan dengan hal magis dan terkesan mistis. Tetapi memang demikianlah adanya, hal yang mistis, gaib dan magis sangat susah dibawa dalam ranah logika dan emperik, serta selamanya ia akan tetap menjadi misteri. Misteri, bukan berarti kita wajib memecahkannya dengan logika, tetapi yang misteri biarlah menjadi misteri bagian dari pengalaman manusia dalam berhubungan dengan dunia niskala. Sebab ada beberapa misteri di alam niskala manusia tidak diperbolehkan memecahkannya. Terlebih cerita – cerita niskala yang berkaitan dengan mistik magis berusaha dilogikakan selamanya tidak akan nyambung. Anehnya, manusia kekinian sering sekali memaksa menarik yang niskala dalam ranah sekala yang terbatas. Alhasil banyak manusia yang putus asa akibat kehilangan kepekaan mereka terhadap yang niskala.
Dengan demikian, peletakan Tugun Karang dalam setiap pekarangan dimaksudkan agar makhluk tersebut memberikan perlindungan kepada penghuni rumah. Namun, kadangkalanya juga bisa mengganggu penghuni, jika penghuni rumah mengabaikan kewajibannya untuk memberikan persembahan. Sebab makhluk niskala juga membutuhkan energi (power) dari beberapa jenis persembahan untuk melindungi penghuni rumah. Makhluk niskala akan menjadi setia jika si penghuni rumah memberikan persembahan secara rutin sebagai ungkapan terimakasih atas kuasa dan kekuatannya telah memberikan perlindungan selama 24 jam.
Tradisi emik yang luar biasa yang diwariskan tetua Bali. Pada umumnya orang akan memperkejakan manusia sebagai makhluk sekala untuk menjaga rumah, tetapi masyarakat Hindu Bali menempatkan makhluk niskala sebagai penjaga rumah. Percaya atau tidak, makhluk niskala sebagai penunggu Tugun Karang akan memberikan perlindungan maksimal, baik secara sekala dan niskala.
Banyak yang tak mengetahui bahwa Tugun Karang adalah pintubagimakhlukniskala yang datang dari dunia niskala ke sekala. Sesungguhnya, jika manusia berkehendak memasuki dimensi niskala, harus melewati pintu ini. Bahkan roh manusia ketika terlepas dari raganya terlebih dahulu harus memohon ijin kepada penghuni Tugun karang, agar berkenan membukakan pintu niskala. Hal ini dapat dibuktikan, jika dimana ada kematian datanglah ke Tugun Karang dan jika anda peka, maka didengar isak tangis roh yang mendayu dan sedih harus meninggalkan raganya.Terutama bagi orang yang mati ulah pati-salah pati. Ini hanya akan dilihat bagi mereka yang waskita, karena belajar olah bathin bisa juga karena melik kelahiran.
Makhluk niskala ini lebih canggih dari CCTV, bahkan mampu merekam kejadian dan kondisi niskala dan sekala dengan baik. Olehnya, jagan sekali-kali kita mengira gila, jika ada orang atau balian (dukun tradisional Bali) yang berbicara dengan penghuni penunggun karang untuk mendiagnosa penyakit penghuni rumah dan yang lainnya.
Tidak hanya itu, ternyata penghuni Tugun Karang memiliki peran penting untuk melindungi penghuni, jika ada serangan gaib, baik desti dan terangnjana dan sejenisnya. Bagi penekun desti, untuk mengirim deluh dan destiny ke target terlebih dahulu ia harus memohon kepada Hyang Nini Bhairawi di pemuwunan setra. Atas perintah HyangNini, maka disuruhlah si penekun desti untuk meminta ijin kepada penunggun Karang si target untuk mengirim deluh dan destiny ke sasaran. Jika si penunggun karang tidak memberikan ijin dan tak berkenan, maka si penekun desti tak akan bisa berbuat apa-apa, bahkan Hyang Bhtari pun tak bisa menolongnya. Betapa pun kesaktian si penekun desti jika Penunggun Karang tak mengijinkan, maka deluh dan destiny akan sia-sia. Sebab Penunggun Karang akan membentengi melalui kekuatan niskala kepada seluruh penghuni rumah sehingga senjata desti akan dineteralisir.
Pengamatan penulis terhadap perlawanan si penunggun karang jika ada orang berniat jahat pun demikian dalam dunia sekala, Penunggun Karang memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya. Bisa dipercaya atau tidak, kekuatannya mampu membuat orang linglung, bingung dan yang lainnya. Bahkan kekuatannya mampu menghentikan seketika orang berbuat jahat berbalik menjadi baik dan welas asih terhadap penghuni rumah. Menariknya, Penunggun Karang mampu membuat perlindungan dengan tipuan maya. Bisa membuat rumah penghuni seolah-olah Nampak menjadi lautan sehingga orang yang berniat jahat lari tunggang-langgang. Bahkan si Penunggun Karang, dapat membuat orang yang berniat jahat berjalan sepanjang hari mengitari pekarangan rumah tidak menemukan jalan pulang. Anehnya lagi, Penunggun Karang mampu memunahkan dengan seketika perkakas seseorang yang berniat jahat.
Namun, belakangan kita yang campah dengan kekuatan makhluk niskala yang ada di Tugun Karang. Bahkan kebanyakan dari kita mempertanyakan kembali sumber kebenaran dari keyakinan tersebut. Anehnya, banyak dari kita berspekulasi bahwa kepercayaan itu adalah kepercayaan sesat dan bertentangan dengan doktrin Weda. Ada kelompok tertentu, menghancurkan pelinggih Tugun Karang menggantikannya dengan citra lain yang “kurang pas” dnegan kepercayaan lokal Bali.
Tugun Karang berasal dari kata “tuhu” yang artinya tahu atau mengetahui dan berpengetahuan. Karang artinya pekarangan atau halaman rumah bisa juga karang diri atau tubuh. Siapa yang memahami dan mengetahui karang dirinya dengan baik, maka ia adalah yang mencapai keseimbangan niskala-sekala. Dalam mistik kadyatmikan dan kawisesan, Tugun Karang adalah bijaksara mantra yang utama. Tugun adalah Tang, Ang dan Ung; diringkas menjadi Karang, yakni Ang dan Ah. Ang dan Ah dwiaksara simbol kehidupan dan kematian.
(Penulis adalah praktisi supernatural, balian-dasaran, merangkap sebagai penulis, tukang ukir, melukis, mengabdi sebagai dosen honorer, dan lain-lain).
Tweet |
salam kenal
BalasHapusdados uning ring dije jero ne meneng ato dados tiyang nunas no hp jero ne, ledangan niki
suksema!
Tugun karang nike maksudnya sanggah tugu nggih? Di rumah tyang di tabanan tempatnya di barat daya bukan di barat laut.
BalasHapus