Landscape untuk tempat hunian masyarakat Bali (Hindu) diatur sedemikiian rupa, agar terdapat space yang jelas untuk ruang yang disakralkan, yaitu tempat-tempat bangunan suci, dan ada space untuk rumah (manusia), dan space areal belakang (teba). Pelinggih Tugun Karang adalah salah satu bangunan yang disakralkan yang berfungsi mensinergikan energi kosmis dengan energi fisikal.
Apakah suasana keluarga Anda kurang harmonis, sering cekcok, selalu sakit-sakitan, perekonomian maju mundur tidak karuan, sering mimpi buruk dan bernasib sial? Apabila salah satu hal tersebut menghinggapi kehidupan kita, maka telitilah terlebih dahulu dengan rasional mengenai sebab musababnya. Jika merasa buntu, maka mintalah nasihat dan pertimbangan orang-orang bijak di sekeliling kita. Namun, apabila setelah usaha sungguh-sungguh untuk memperbaiki diri sudah ditempuh toh kemalangan demi kemalangan terus saja mendera, maka perlu juga memeriksa faktor-faktor non empiris atau faktor niskala di sekitar tempat tinggal, sebab bagaimanapun manusia terdiri dari unsur materi yang kasar (fisik) dan unsur yang lebih halus, mulai dari pikiran, dan badan-badan halus, hingga roh. Oleh karena itu keberadaan manusia tergantung pada dukungan fisik (makanan), dukungan mental (suasana yang melegakan pikiran), maupun dukungan spiritual (kekondusifan niskala). Untuk hal yang berkaitan dengan energi niskala (spiritual) ini, maka pelinggih Tugun Karang merupakan area transmisinya secara fisik, sedangkan untuk supaya pelinggih itu berfungsi sebagaimana dimaksudkan, maka perlu diaktifkan melalui serangkaian ritual dipimpin oleh orang yang sudah mahir di bidangnya (pewaskita batin).
Dalam sudut pandang energi spiritual, rumah hunian orang Bali terbangun oleh sinergisitas tiga sumber energi, yaitu energi tanah tempat rumah dibangun, energi spirit yang dihasilkan melalui proses ritual yang menurunkan berkah dewa-dewi, dan energi yang bersumber dari manusia penghuni rumah tersebut. Masing-masing dari ketiga sumber energi halus itu memliki getaran gelombangnya masing-masing, sehingga harus diharmoniskan agar penghuni rumah merasa nyaman dan meraih kesuksesan lahir dan batin dalam hidupnya. Demikian dinyatakan oleh Ida Bagus Made Ary Manik, Guru Yoga di Ashram Ghanta Yoga, Denpasar, pada Jumat, 19 Agustus 2016 lalu. Saat menerima Raditya di Pesraman yang lokasinya di Kesiman, JL, By Pass Ngurah Rai-JL. Rwa Bhineda 108, Kesiman Kertalangu, ia menjelaskan energi yang bersumber dari tanah atau lahan adalah sifat-sifat pembawaan alam atau tanah tersebut, sebab setiap tempat di muka bumi ini memiliki vibrasi berbeda-beda, yang mana hal itu telah diuraikan dengan rinci dalam bacakan karang panes. Selain itu, menurut Gus Ade, demikian panggilan akrabnya, energi spirit dari pekarangan yang dulunya adalah hutan, tegalan, atau sawah, sebelum dijadikan tempat bangunan rumah, tidak menutup kemungkinan sudah dihuni para makhluk astral (halus) yang merupakan penghuni bumi sebelum manusia diciptakan. Makhluk-makhluk halus tersebut juga memiliki vibrasi tertentu dan memiliki naluri untuk bereksistensi (mempertahankan keberadaan dirinya).
Selanjutnya, sumber energi kedua adalah dari ritual. Ritual saat membangun rumah diawali dengan nyepih karang, ngeruak, hingga upacara mlaspas, dan tentunya sekaligus disertai pembangunan sanggah pemujaan untuk dewa-dewa dan leluhur, serta pelinggih penunggun karang yang juga lengkap dengan ritualnya. Ritual tersebut memiliki banyak makna dan fungsi, mulai dari penyucian dan mohon berkat Ida Bhatara dan para leluhur dari pemilik rumah, berfungsi juga untuk membentuk benteng niskala, dan mensinergikan tiga energi yang bersumber dari Ida Bhatara (ritual), tanah, dan pemilik rumah yang akan menjadi penghuni. Pemimpin ritual akan mensthanakan power suci dari Ida Bhatara pada sanggah kamulan (atau turus lumbung pada awalnya), dan mensthanakan power energi dari tanah dan penghuni astral di pelinggih Tugun Karang dengan menghadirkan Sang kala Raksa sebagai pemimpin atau pengendali kekuatan-kekuatan itu.
Sumber energi ketiga adalah orang-orang yang akan menjadi penghuni dari rumah tersebut. Masing-masing orang secara spiritual memiliki vibrasi energi yang berbeda-beda. Misalnya sraddha (keyakinan) yang kuat kepada Tuhan dan segenap manifestasinya yang bersthana di sanggah kamulan akan menjadikan orang bersangkutan memiliki power spirit yang kuat. Demikian juga penghormatan yang tulus terhadap Ratu Ngurah atau Ratu Gede (yang disthanakan di Tugun Karang) akan mendorong energi spirit dari Ida Bhatara yang bersifat halus dapat menjadi bentuk energi yang lebih riil terkoneksi dengan pribadi manusia menjadi energi “taksu” atau bakat keahlian yang berkembang sempurna. “Ratu Ngurah yang melinggih di Tugun Karang-lah yang membantu kita merealkan energi-energi yang sifatnya suci dan sangat halus sehingga bisa mebjadi energi yang lebih kasar dan dapat didayagunakan untuk menopang kehidupan manusia,” papar Gus Ade.
Berdasarkan uraian tersebut, Gus Ade yang sudah gemar bersentuhan dengan olah batin sejak usia remaja ini mengingatkan, bahwa manusia itu sifatnya dominan material atau kasar sehingga untuk dapat bersentuhan dengan energi spiritual yang sangat halus hendaknya tahap demi setahap, dan kepekaan pertama yang paling mudah dapat dirasakan, diinput adalah energi dari Tugun Karang, karena energi disini meskipun masih bersifat halus tetapi sudah lebih diturunkan tingkah kehalusannya supaya bisa lebih dekat dapat berhubungan dengan manusia.
Fungsi Penjaga
Lebih lanjut, Gus Ade menyebutkan, orang-orang Bali memiliki sumber energi spiritual itu langsung sangat dekat dengan dirinya, yaitu ada di tempat tinggalnya. Hanya saja, perlu mengetahui tata cara untuk mengakses energi tersebut agar berfungsi optimal. Oleh karena sifat energi di Tugun Karang tersebut sudah terdegradasi, sehingga memiliki sifat-sifat mendekati sifat manusia, yaitu suka diperhatikan, dan bisa “ngambek” kalau diacuhkan. Ratu Ngurah bertugas menjaga secara gaib penghuni rumah, baik dari gangguan orang-orang sakti yang bermain dengan energi negative maupun gangguan yang berasal dari alam astral. Hal tersebut akan dilakukannya apabila: (1) hubungan penghuni rumah denga Ratu Ngurah berlangsung dengan baik, ditandai dengan adanya keyakinan yang kuat terhadap keberadaan Ratu Ngurah yang bersthana di Tugun Karang. Keyakinan yang kuat itu ditindaklanjuti oleh persembahan (aci-aci) secara berkala sesuai ketentuan; (2) ruang tempat pelinggih Tugun Karang senantiasa terjaga kesuciannya. Apabila area tersebut cemer (tercemar secara spiritual) niscaya energi tersebut juga terganggu dan tidak akan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Biasanya bila hal itu terjadi akan ditunjukkan melalui tanda-tanda mimpi atau penampakan gaib dalam sosok makhluk tinggi besar hitam (nak gede badeng). Hal itu pertanda ada yang kurang beres denga Tugun Karang, apakah areanya tercemar atau aci-aci yang kurang; (3) berfungsinya Ratu Ngurah secara optimal juga dipengaruhi tingkat kesucian penghuni rumah. Misalnya, sehabis datang dari melayat tidak melakukan penyucian diri (penglukatan Bhatara Brahma di dapur) dan mandi serta ganti pakaian segera setelah datang dari melayat. “Suci di luar akan mendorong mewujudkan kesucian di dalam, kecuali kita sudah mumpuni boleh mengabaikan itu,” cetus Gus Ade sambil tersenyum.
Ratu Ngurah di Tugun Karang tidak saja mampu memberikan perlindungan terhadap gangguan gaib dari luar, bahkan juga akan meneteralisir pikiran-pikiran negative yang tumbuh dalam diri sendiri. Dengan demikian, melalui pikiran yang senantiasa harmonis akan tercipta keluarga yang harmonis dan usaha pun dapat berjalan lancar (kelancaran rejeki), banyak sahabat dan jarang kena sakit. Sebaliknya, apabila hubungan dengan Ratu Ngurah kurang baik, maka beliau pun bisa murka dan akan membiarkan berbagai gangguan masuk mengganggu penghuni rumah. Bahkan tidak segan-segan Ratu Ngurah tersebut akan mengundang makhluk astral untuk mengganggu seisi rumah dalam bentuk penyakit, cekcok, boros, dan lain-lain untuk memberikan sinyal kepada manusia telah terjadi ketisakharmonisan dengan energi spirit di lingkungan rumahnya.
Mohon Taksu
“Bagi orang peka peringatan yang datang dari Tugun karang paling sering muncul, sehingga kita bisa memperbaiki kualitas hubungan itu,” imbuh Gus Ade. Ia mempertegas bahwa Sanggah Kamulan dan Tugun Karang adalah sumber energi spiritual orang Bali, sehingga kita perlu tahu tata cara memohon energi itu, dan harus mendapat restunya, agar energi itu dapat direalkan. “Di Tugun Karang kita bisa memohon taksu segala jenis taksu, seperti taksu dagang, balian, undagi, pregina, dan lain-lain. Setelah matur piuning di sanggah Kamulan, haturkanlah juga pejati dan segehan sesuai ketentuan dan mohonlah bantuan agar kehendak kita dilancarkan. Dengan ketulusan dan sraddha yang kuat niscaya kerja keras kita tidak akan sia-sia dan tujuan akan tercapai,” tegasnya. (Putrawan)
Tweet |
Artkelnya bagus tapi sy merasa belum mewakili hindu secara universal..
BalasHapusArtkelnya bagus tapi sy merasa belum mewakili hindu secara universal..
BalasHapus