Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 26 September 2012

MEMELIHARA TRADISI WEDA DEGAN TRI KONA

I Ketut Wiana

Adat istiadat Hindu sebagai bentuk Veda Abhyasa agar terus Nutana atau muda dan segar harus dipelihara dengan benar, baik dan tepat.Tujuan memelihara adat istiadat Hindu itu agar tradisi Veda itu terus bisa menyesuaikan dengan perubahan jaman.Yang penting isi adat istiadat itu Sanatana Dharma atau kebenaran yang kekal abadi. Adat istiadat sebagai kemasan mengamalkan ajaran Hindu bisa terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan jaman.

Saat jaman di dominasi oleh budaya agraris, maka adat istiadat Hindu senantiasa bercorak agraris. Kalau jaman sudah berubah menuju budaya industri, maka adat istiadat itu harus disesuaikan dengan suasana hidup masyarakat industri. Dahulu masyarakat sangat homogen, maka corak adat istiadat Hindu itu sangat kental dengan budaya mono kultur. Yang penting unsur yang paling subastansi tidak berubah. Ibarat makanan yang dikonsumsi oleh semua umat manusia.

Demikian juga adat istiadat Hindu dimanapun berkembang selalu harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Meskipun adat istiadat Hindu itu harus senantias diremajakan, agar selalu segar tetapi harus baik, benar dan wajar selalu melancarkan pengamalan Sanatana Dharma. Berubah tidak sekedar berubah, perubahan itu harus perubahan ke arah yang semakin baik, benar dan wajar.

Dalam Pustaka Bhuwana Kosa IV.33. dinyatakan, bahwa Tuhan-lah yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya dan juga menciptakan Tri Kona bagi ciptaaNya.Tri Kona itu adalah Utpati, Sthiti dan Pralina. Dengan Tri Kona itu tidak ada ciptaan Tuhan yang tidak kena hukum Tri Kona. Alam dengan segala isinya ini akan muncul atau lahir disebut Utpati. Selanjutnya Sthiti atau eksis di alam ini. Kalau sudah waktunya ciptaan tersebut akan mengalami Pralina atau tidak ada lagi. Demikian juga tentang adat istiadat Hindu itu, memang asalnya dari Sabda Tuhan sebagai kebenaran yang kekal abadi atau Santana Dharma.Tetapi yang mengamalkannya menjadi adat istiadat Hindu itu adalah manusia. Karena itulah adat istiadat Hindu itu kena hukum Tri Kona. Mau tidak mau pasti berubah.Yang diharapkan adalah adat istiadat Hindu itu berubah ke arah yang semakin baik, benar dan wajar. Karena itu perubahan adat-istiadat Hindu itu harus direncanakan dan diarahkan sesuai dengan konsep Hindu itu sendiri.

Agar masyarakat Hindu itu memiliki kemampuan mengadakan perubahan adat-istiadatnya atas dasar hukum Tri Kona itu, maka umat Hindu sebagai pendukung adat istiadat itu harus dibina memiliki prilaku mulia atau memiliki prilaku yang Satvika dengan menguasai Guna Rajah dan Tamah. Dalam Matsya Purana 53,Sloka 68 dan 69 ada dinyatakan, bahwa Tuhan turun sebagai Dewa Tri Murti menjadi Guna Avatara membimbing manusia dalam mengendalikan Tri Guna-nya,Tuhan ber-Avatara sebagai Dewa Wisnu berkedudukan untuk menguatkan Guna Sattwam.Tuhan ber-avatara sebagai Dewa Brahma untuk meredam Guna Rajah agar selalu terkendali aktif ke arah yang positif. Tuhan ber-Avatara sebagai Dewa Rudra untuk mengendalikan Guna Tamah agar menjadi positif juga.

Dalam pustaka Tattwa Jnyana 10 dan juga pustaka Wrehaspati Tattwa 20 dan 21 ada dinyatakan, bahwa bila Guna Sattwam dan Guna Rajah sama-sama kuat mengendalikan Citta atau alam pikiran, maka Guna Sattwam akan membuat orang berniat baik dan mulia. Sedangkan Guna Rajah menyebabkan orang berbuat yang baik atau Subha Karma, kalau hal itu benar-benar terwujud maka Atman pun akan masuk Sorga. Bila Guna Sattwam, Rajah dan Tamah sama-sama kuat menguasai Citta, maka orang akan berbuat baik dan buruk silih berganti, maka Atman pun akan mengalami Samsara atau bolak-balik menjelma ke dunia ini.

Hal inilah nampaknya yang menjadi dasar mengapa Mpu Kuturan pada abad ke 11 Masehi menganjurkan umat Hindu agar mendirikan Pura Kahyangan Tiga di setiap Desa Pakraman, tujuannya sebagai sarana sakral untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Tri Murti. Tujuan pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti agar umat Hindu berupaya membangun sifat-sifat yang positif yaitu membangun keseimbangan Guna Sattwam dan Guna Rajah menguasai Citta. Dengan demikian umat Hindu pun akan senantiasa berniat baik dan juga berbuat baik dalam hidupnya. Kalau Tri Guna atau Sattwam, Rajah dan Tamah itu terkuasai dengan benar, maka dinamika Tri Kona pun akan senantiasa berjalan ke arah yang semakin baik, benar dan wajar. Dalam hal adat istiadat Hindu umat akan kreatif menciptakan sesuatu yang sepatutnya di ciptakan. Akan terpelihara sesuatu yang sepatutnya dipelihara dan dilindungi. Demikian pula akan di-Pralina sesuatu yang sepatutnya di-Pralina.

Dengan konsep Tri Kona dan Tri Guna ini adat istiadat beragama Hindu ini akan senantiasa dinamis, harmonis dan optimis mentradisikan ajaran Hindu. Dengan demikian adat istiadat Hindu itu akan selalu segar dalam kemasan budayanya dalam bentuk adat istiadat Hindu, tetapi inti sarinya tetap kuat meningkatkan kwalitas prilaku dan kebiasan hidup umatnya. Sebagaimana dinyatkan dalam Sarasamuscaya 177, bahwa tujuan mendalami dan mengamalkan ajaran suci Weda adalah untuk meningkatkkan kwalitas prilaku atau Ayuning Sila dan meningkatkan kwalitas kebiasaan hidup bersama atau Ayuning Acara. Dengan demikian tradisi beragama Hindu itu tidak akan jadi beban yang memberatkan umat, tetapi justru tradisi beragama Hindu itu memberikan kontribusi positif pada kehidupan membangun rasa aman dan sejahtra sebagai syarat hidup bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar