Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 26 September 2012

DEWASA AYU UNTUK MENJAGA KONEKSITAS DENGAN LINGKUNGAN

I Wayan Miasa

Perhitungan hari baik atau buruk hampir dikenal di seluruh jagat raya ini, yang membedakannya hanyalah sistem yang dipakai dalam menentukan hari baik atau buruk tersebut. Ada beberapa hal yang mempengaruhi hal itu seperti tempat, wilayah, musim serta agama masyarakat setempat.

Walaupun ada perbedaan penentuan hari baik atau buruk tersebut, pada prinsipnya kehidupan masyarakat di muka bumi ini pada awalnya hampir memiliki kesamaan, entah itu tata cara pemujaan, persembahan, ataupun aspek-aspek yang lainnya seperti hari mujur, hari kurang beruntung, tentang makna hari dan lain sebagainya. Misalnya hari Minggu di dalam bahasa Bali disebut dengan Redite, bagi masyarakat Bali “redite” itu adalah sebutan lain dari Raditya yang tiada lain adalah mengacu pada matahari, sedangkan masyarakat Inggris menyebutnya dengan Sun (surya)- day (hari), orang Jerman mengatakan Sonntag yang berasal dari kata Sonne ( surya) dan tag (hari). Jadi di sini jelas sekali bahwa makna hari itu hampir sama.

Begitu juga dengan hari-hari lainnya hampir ada kemiripin makna yang terkandung di dalamnya. Seperti Coma, yang mana hari tersebut mengacu pada air kehidupan yang berada di bulan. Dan dalam bahasa Inggris disebut dengan Moon-day (Monday), dan dalam bahasa Jerman disebut dengan Mond-tag (Montag) dan yang lain-lainnya.

Masyarakat di jagat raya ini juga percaya bahwa karakter masing-masing manusia sangat ditentukan oleh planet yang mempengaruhi hari kelahiran mereka atau hal tersebut dikenal dengan istilah Zodiak. Di masyarakat Hindu mereka tidak saja mengenal Zodiak, tetapi juga mengenal istilah pawukon, yaitu pengaruh wuku terhadap karakater suatu hari. Seperti diketahui masyarakat internasional mengenal 12 jenis Zodiak, sedangkan masyarakat Bali mengenal 30 jenis wuku.

Hari Baik Menurut Orang Eropa
Dalam perhitungan hari baik atau buruk, masyarakat di muka bumi ini memiliki beberapa sistem perhitungan dalam menentukan hari baik atau buruk tersebut ada yang berdasarkan peredaran matahari atau solar sistem, ada pula yang memakai sistem bulan. Bagi masyarakat yang mengenal empat musim, mereka mendasarkan perhitungan hari baik atau buruk tersebut berdasarkan posisi matahari, sehingga bagi mereka hari baik tersebut kebanyakan pada musim semi dan musim panas. Hal ini bisa dipahami karena pada kedua musim ini alam di daerah sana tampak indah, terang benderang, lama harinya panjang, menyenangkan. Orang bisa melihat bunga bermekaran dimana-mana, semua tampak hijau, atau pada saat musim semi dan panas semua tampak ceria. Bahkan saat musim panas matahari bisa bersinar sampai jam 22.30, seperti apa yang penulis lihat di Jerman. Begitu pula sebaliknya saat musim dingin dan gugur, perasaan orang mulai dingin, kurang ceria, dan lain sebagainya. Masyarakat yang memakai solar sistem percaya bahwa tanggal sangat mempengaruhi keberadaan suatu hari, apakah hari tersebut membawa kemujuran atau tidak, misalnya tanggal 13. Bagi masyarakat pengikut solar sistem angka 13 dianggap kurang beruntung apalagi hari Jumat dengan tanggal 13.

Sedangkan masyarakat yang menentukan hari baik atau buruk berdasarkan bulan atau lunar sistem, maka posisi bulan sangat menentukan suatu keberadaan hari keberuntungan atau hari yang kurang mujur. Bagi masyarakat yang mengikuti sistem ini, posisi dan fase-fase bentuk bulan sangat menentukan keberadaan suatu hari keberuntungan, apakah bulan itu berbentuk sabit atau bagaimana.

Bagi masyarakat Hindu, perhitungan hari baik dan buruk itu tidak saja berdasarkan prinsip-prinsip solar dan lunar sistem tersebut diatas tetapi juga berdasarkan pawukon. Masyarakat kita percaya bahwa, perhitungan ini sangat penting dalam berbagai aktivitas hidup mereka entah itu untuk bercocok tanam, berupacara, ataupun kegiatan lainnya. Apalagi menurut ilmu tentang perbintangan masyarakat Hindu atau Jyotisha, bahwa posisi bintang-bintang dan matahari sangat mempengaruhi kehidupan semua mahluk di muka bumi ini. Menurut astrologi Hindu, pengaruh dari penguasa planet-planet alam semesta sangat menentukan suatu keadaan hari baik atau buruk tersebut dan oleh masyarakat Bali hari baik atau buruk tersebut disebut dengan “Dewasa” atau sering juga disebut dengan “wariga dewasa”.

Bagi masyarakat sanatana dharma penentuan dewasa ayu atau hari baik itu dipilah berdasarkan aktivitas yang akan dilakukan. Misalnya untuk upacara yang berhubungan dengan pitra yadnya, maka upcaranya sebaiknya dilakukan saat matahari berada di utara khatulistiwa, atau apa yang disebut dengan utara yana. Sedangkan penentuan hari baik atau buruk lainnya dipengaruhi oleh sistem lunar, misalnya mengenai tahun baru masyarakat Hindu di Nusantara. Selain itu penentuan hari baik juga ada yang berdasarkan wewaran dari eka wara sampai dengan dasa wara dalam satu Wuku (Week bahasa Inggris, Woche dalam bahasa Jerman). Sehingga penentuan hari baik atau buruk tersebut agak berbeda dari agama non Hindu.

Seperti diketahui, bahwa wewaran, baik eka wara sampai dasa wara, posisi bulan, matahari, bintang, sangat mempengaruhi kehidupan mereka, sehingga apa pun jenis kegiatan yang ingin dilakukan oleh masyarakat sanatana dharma selalu berdasarkan perhitungan hari baik dan buruk atau apa yang secara umum dikenal dengan istilah ala-ayuning dewasa. Dan hal ini kita bisa lihat dalam “wariga dewasa” masyarakat Bali di mana di dalam wariga dewasa tersebut dijelaskan secara terperinci tentang baik-buruknya suatu hari, seperti apa yang terdapat dalam kalender Bali.

Oleh karena begitu detailnya hal–hal yang dicantumkan dalam kalender itu sampai ada sebagian orang mengganggap bahwa kehidupan masyarakat sanatana dharma dipenuhi oleh takhayul dan tidak efisien. Apalagi masyarakat kita mengenal begitu banyak upacara, sehingga timbul kesan bahwa masyarakat sanatana dharma itu menghabiskan waktunya cuma untuk upacara. Ada pula yang mengganggap bahwa pemilihan hari baik atau buruk tersebut hanya bisa dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki banyak waktu luang terutama masyarakat agraris karena para petani tersebut tidak harus bekerja sepanjang waktu di ladang atau sawahnya.

Kalau kita simak secara teliti, bahwa keberadaan hari baik atau buruk tersebut sangat penting, karena semua hal ini dimaksudkan untuk kesejahteraan dan kedamaian kehidupan semua makhluk di alam raya ini, dan banyak terkandung makna filosofis pada ajaran tersebut. Kita bisa bayangkan bagaimana jadinya bila tatanan tata surya ini beredar secara tidak teratur, pasti terjadi kekacauan yang maha dahasyat di bumi ini. Bahkan dari jaman dulu orang meneliti pengaruh peredaran tatasurya tersebut bagi kehidupan manusia, seperti yang dilakukan oleh Phytagoras, Aristoteles, Dante, St. Thomas Aquino dan dari mereka inilah yang memperkenalkan Astrologi kepada dunia. Bahkan di Eropa pada abad XIV ada jurusan Astrologi di Fakultasnya.

Dewasa Ayu dan Pesan Kewaspadaan
Pendapat yang mengatakan bahwa pemilihan dewasa itu cuma membuang-buang waktu, tidak efesien, dan pendapat-pendapat miring lainnya tersebut merupakan suatu ungkapan ketidaktahuan tujuan dari pemilihan hari yang mujur tersebut. Sesungguhnya dengan adanya penentuan hari baik atau buruk itu kita selalu diajarkan waspada dan tanggap terhadap lingkungan. Namun sayangnya masyarakat kita sering terkecoh oleh slogan-slogan yang mengatasnamakan efisiennya, logis, praktis dan lain-lainnya. Padahal sesungguhnya betapa pun majunya negara itu, betapa pun sibuknya seseorang, mereka sebenarnya masih mempertimbangkan keberadaan hari baik atau buruk tersebut. Cuma dasar yang dipilih sebagai perhitungannya sedikit berbeda, misalnya ada yang mendasarkan perhitungannya berdasarkan peredaran matahari, sehingga tanggal merupakan hal yang penting. Hal ini bisa dilihat di masyarakat Negara Barat.

Memang ada slogan “waktu adalah uang” tetapi sebenarnya prinsip tersebut cuma berlaku pada proses pemenuhan kebutuhan hidup, dimana manusia diharapkan bisa mengisi waktu tersebut secara baik menurut situasi suatu wilayah. Misalnya di Eropa saat musim tertentu mereka berpacu dengan waktu dengan kerja keras, sedangkan di lain kesempatan mereka menikmati waktu tersebut untuk bersenang-senang dan itulah hari yang baik buat mereka. Jadi bagi bangsa yang mengalami perubahan musim secara cepat, mereka juga harus cepat beradaptasi dengan keadaan sehingga dewasa ayu mereka pun berbeda dalam menentukan hari mujurnya dengan masyarakat yang bisa melihat matahari sepanjang tahunnya.

Dewasa Ayu di Eropa
Sebagai perbandingan saja tentang dewasa ayu bagi orang eropa untuk mengadakan pernikahan kebanyakan mulai pada musim semi sampai akhir musim panas, sedangkan masyarakat kita di lingkungan sanatana dharma di mana sang surya bisa dilihat hampir sepanjang tahun, maka musim bukanlah patokan lagi untuk mendapatkan hari baik. Maka untuk menentukan waktu baik untuk pernikahan akan ditentukan berdasarkan sasih, pawukon mengkombinasikan beberapa wewaran. Walaupun terhadap perbedaan penentuan hari tersebut, namun apa yang ingin dicapai adalah suatu keberuntungan dan kesejahteraan bagi semua makhluk hidup.

Masyarakat Hindu yang hidup di daerah kathulistiwa memang sangat beruntung karena mereka bisa melihat matahari sepanjang tahun, bisa mengamati perubahan fase bulan di langit, melihat galaksi bima sakti setiap saat, tentu perhitungan hari baik maupun buruk itu lebih detail, karena mereka benar-benar ingin mendapatkan hari mujur yang paling baik. Dan hal inilah yang kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari, sehingga tampak masyarakat sanatana dharma itu hidup sangat ruwet dengan pedewasan itu.

Tengai Tepet dan Sandyakala
Di balik maksud penentuan hari baik tersebut sebenarnya ada tujuan dari pemilihan dewasa ayu tersebut, yaitu mengajarkan masyarakat kita untuk selalu berkoordinasi dan saling bertoleransi dengan alam, sehingga terjadi suatu keharmonisan, kedamaian (shanti) di jagat raya ini, sehingga hal-hal buruk bisa dihindari seperti bencana alam atau hal buruk-buruk lainnya bisa dicegah dan tujuan mencapai masyarakat yang jagad hita bisa dicapai. Contoh saja nasehat orang tua kita, kita dulu disuruh menghindari bepergian pada “tengai tepet”, “sandi kala”, karena jam-jam tersebut dianggap “tenget”. Padahal sebenarnya tujuan dari nasehat itu adalah agar kita istirahat sejenak pada jam tengai tepet tersebut karena pada jam tersebut sinar matahari begitu terik dan saat sandikala penglihatan kita tidak begitu jelas. Begitu juga tentang perhitungan hari-hari baik buruk lainnya, sepanjang kita mengerti bahwa keberadaan hari baik atau buruk tersebut dimaksudkan untuk kebaikan, maka setiap hari itu bisa dianggap hari mujur, seperti yang dikatakan oleh Swami Wiwekananda.

Seperti disebutkan diatas bahwa semua masyarakat di seluruh jagat raya ini memiliki hampir kemiripin dalam kehidupan mereka dimana mereka semua ingin mencapai suatu keharmonisan, kedamaian bagi alam semesta. Sepanjang kita bisa bertoleransi dengan alam, maka alam akan bersahabat dengan kita. Penentuan hari baik atau buruk itu sesungguhnya untuk menyadarkan kita agar kita selalu waspada dan tanggap terhadap suatu keadaan di sekeliling kita. Inti utama dari dewasa ayu itu adalah untuk menaklukkan nafsu, perasaan, kemauan yang ada dalam diri kita.

Dewasa Ayu Penting, Lebih Penting Perilaku Ayu (Baik)
Mengetahui hari baik atau buruk dalam kehidupan sehari-hari penting, namun lebih penting lagi kalau kita bisa menerapkan makna hari baik tersebut dalam kehidupan nyata kita. Karena hakekat terpenting dari dewasa itu adalah suatu implementasi nyata. Akan menjadi hal yang luar biasa bila kita bisa merubah hari yang dianggap kurang mujur itu menjadi suatu hari yang sangat memberi keberuntungan. Karena selama ini kita cuma memahami suatu hari baru sebatas hari tenget, tanpa kita mau mengkaji secara lebih dalam lagi makna sesungguhnya dari hari tersebut.

Oleh sebab itu, kita sebagai masyarakat harus cerdas dalam bersikap dan memaknai suatu keberadaan hari itu. Kita harus bisa menerapkan logika, etika, rasa secara seimbang. Hari itu bisa diibaratkan mengambil air dari sumbernya, tergantung bagaimana kita mengolah air dan menempatkan air tersebut apakah kita jadikan es air tersebut, atau dijadikan parfum atau jadikan apa. Semua itu tergantung kita masing-masing.

Sekali lagi perlu diingat bahwa keberadaan hari baik tersebut tergantung dari sistem yang kita terapkan kepada masing-masing makluk hidup sesuai adaptasi dirinya dengan alam dan apa yang kita lakukan seharusnya didasarkan atas kesadaran bukan sekedar kepercayaan membabi butha. Perlu adanya pertimbangan logika, etika dan rasa.

Memilih Hari Baik di Zaman Modern
Dihubungkan dengan kehidupan modern yang serba cepat, perlukah kita memilih hari baik? Menurut pendapat penulis, justru di zaman modern yang serba cepat inilah kita perlu mempertimbangkan keberadaan hari baik atau buruk tersebut, karena di zaman sekarang ini telah terjadi ketidakteraturan kehidupan manusia. Di zaman inilah penting bagi kita untuk bisa menaklukkan rasa, nafsu kita serta kemauan kita, agar tercipta suatu rasa damai, sejahtera dan harmonis dengan alam sekitar kita. Karena kompleksnya kebutuhan manusia zaman sekarang ini, di mana sering terjadi bahwa pemenuhan kebutuhan hidup manusia sering dilakukan dengan tidak berdamai dengan alam akibat pola hidup yang konsumtif. Bahkan Gandhi pernah mengatakan, bahwa alam sudah menyediakan cukup makanan untuk kebutuhan manusia, tetapi tidak cukup untuk bagi yang rakus.

Akan sangat ironis bila hari yang dipilih tersebut dianggap mujur, namun bila efek yang ditimbulkan masyarakat justru sebaliknya, yaitu membawa bencana besar bagi lingkungan sekitarnya. Misalnya orang mau membangun sebuah bangunan untuk hunian tamu memilih dengan seksama hari yang baik tersebut dengan memperhatikan peredaran matahari, bulan, wastu, Feng-Suinya dan aspek-aspek lainnya, namun akan sangat memalukan bila pemilihan hari baik tersebut tidak disertai dengan memperhatikan kondisi lingkungan, seperti dengan membabat hutan, membongkar tebing atau tindakan pengrusakan lainnya. Maka dalam hal ini penentuan hari baik untuk membangun tersebut akan percuma.

Sekali lagi menentukan hari baik itu perlu, namun jauh lebih penting lagi bila kita bisa menjadikan setiap hari adalah hari yang mujur bagi semua makhluk di jagat raya ini. Kita bisa mengambil contoh dari kehidupan Negara maju, di mana masyarakatnya tidak saja berteori tentang hari mujur, tetapi juga menerapkan keberadaan hari baik tersebut dalam kehidupan nyata. Misalnya mereka dengan kesadaran penuh menjaga kebersihan lingkungannya agar terbebas dari sampah plastik ataupun bahan-bahan yang bisa mengganggu kesehatan dan lingkungan mereka.

Sebagai pemeluk ajaran sanatana dharma yang memiliki perhitungan hari baik dan buruk secara sempurna marilah kita laksanakan ajaran tersebut agar setiap hari di kehidupan kita membawa keberuntungan, membawa keharmonisan bagi semua makhluk dan setiap makhluk merasa hidup nyaman di hati dan lingkungannya. Entah apa pun jenis perhitungan hari baik atau buruk tersebut, entah berpatokan dengan sistem Julius Caesar, Gregorian, Lunar system dengan entah itu tarikh Jawa atau Bali hal itu tidak menjadi masalah, yang penting bagaimana caranya agar kita semua bisa mewujudkan tujuan dari penentuan hari baik tersebut yaitu kehidupan yang sejahtera, harmonis dan damai.

Memang secara teori hari baik sangat dipengaruhi oleh posisi tatanan tata surya, namun penting untuk dipahami bahwa nasib kita juga ditentukan oleh phala karma dalam kehidupan kita. Oleh karena itu marilah kita pintar-pintar melaksanakan ajaran tersebut dalam kehidupan nyata kita. Agar dunia tahu bahwa ajaran sanatana dharma itu bukan doktrin-doktrin sempit yang bisa mengkerdilkan pola pikir beragama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar