Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Selasa, 10 Juli 2012

Hindu Banyumas: Dari Kaki Wayah Menjadi Hindu

Keberadaan umat Hindu yang jumlahnya minoritas di Desa Klinting, Kecamatan Somagede, Banyumas, Jawa Tengah, ternyata dapat berdampingan dengan harmonis dengan umat muslim setempat. Hal ini dapat terlihat pada saat berbagai perayaan hari suci keagamaan yang diwarna kebersamaan saling Bantu membantu.
Pemangku Budi Santosa menerangkan hal itu, berdasarkan pengalamannya yang telah lewat. Ia menceritakan, masyarakat Desa Klinting yang mayoritas beragama Islam tapi toh demikian, mereka dapat menerima keberadaan umat Hindu.

"Kami dapat hidup berdampingan secara damai dan saling bergotong royong," kata dia sembari menyebutkan jika ada 63 keluarga penganut agama Hindu di Desa Klinting. Menurut dia, penganut agama Hindu di Desa Klinting sebagian menganut Hindu Jawa dan sisanya Hindu Bali.

Dalam hal ini, kata dia, doa-doa yang dibacakan oleh penganut Hindu Jawa cenderung berbahasa Jawa. "Kalau dalam Hindu Bali menggunakan bahasa Sansekerta yang mengambil dari Weda. Kalau saya gabungan, mengambil dari Weda maupun bahasa Jawa," katanya.

Tokoh Ranameja
Kepala Desa Klinting Sudir mengatakan, selama ini tidak pernah ada konflik antaragama di Desa Klinting. Bahkan, kata dia, seluruh masyarakat Desa Klinting dapat hidup rukun dan saling membantu tanpa membedakan agama.

"Kalau sedang ada kerja bakti di mushala, masyarakat yang beragama Hindu pun turut membantu," katanya. Seorang warga Klinting yang menganut agama Hindu, Siwon mengakui adanya kebersamaan di antara masyarakat meskipun terdapat kelompok minoritas yang beragama Hindu. "Kami saling menghargai perbedaan agama yang dianut masyarakat Desa Klinting. Dengan demikian, kami dapat hidup rukun dan damai tanpa adanya konflik," katanya.

Informasi yang dihimpun, para penganut agama Hindu di Desa Klinting yang berada di pegunungan Kendeng, Banyumas, semula merupakan penghayat kepercayaan, yakni Kepercayaan Wayah Kaki. Oleh karena pemerintah orde baru membekukan aliran kepercayaan, seorang tokoh Kepercayaan Wayah Kaki bernama Ranameja saat menjalankan semedi mendapatkan wangsit dari Wayah Kaki (leluhur) yang menyarankan agar para penghayat kepercayaan tersebut bernaung kepada agama Hindu, yang memiliki kemiripan dalam tata cara sembahyangnya. Wangsit tersebut disampaikan kepada para penghayat Kepercayaan Wayah Kaki.

Selanjutnya, Ranameja berusaha menghubungi Parisada Hindu Dharma Provinsi Jawa Tengah untuk minta di-sudiwedhani-kan (dibaptis) sebagai pemeluk agama Hindu. Bahkan, dia juga datang sendiri ke Bali menemui Pedanda dan minta di-sudiwedhani-kan.


Setelah sekian lama mendalami agama Hindu di Bali, dia kembali ke kampung halamannya. Sekembalinya di Desa Klinting, para penghayat Wayah Kaki di desa tersebut menyatakan ingin masuk agama Hindu. Ranameja pun membangun Pura Pedaleman Giri Kendeng, sekitar 22 tahun lalu. Bahkan, tidak hanya penghayat Wayah Kaki di Desa Klinting yang ingin di-sudiwedhani-kan masuk agama Hindu, tetapi dari daerah lain di Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara.

Kendati demikian, jumlah penganut agama Hindu di Desa Klinting cenderung berkurang karena sebagian di antara mereka berpindah agama setelah menikah.
Dalam hal ini, kaum perempuan atau laki-laki yang beragama Hindu berpindah agama karena mengikuti agama yang dianut oleh calon suami atau istri mereka.

(Beritadaerah.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar