Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 15 Mei 2019

Mencapai Kemurnian Pikiran dan Perasaan

AA Gde Raka

Manusia telah memenuhi hatinya dengan perasaan dan pikiran duniawi, ia tidak mampu mengungkapkan dan mengamalkan sifat-sifat ketuhanan yang merupakan pembawaannya. Hiranyakhsa, Hiranyakashipu, Duryodhana, dan Kamsa sama sekali tidak dapat dianggap sebagai orang biasa. Walaupun badan dan pikiran mereka kuat sekali, mereka menjadi lemah karena tenggelam dalam perasaan-perasaan duniawi. Manusia dapat menaklukkan seluruh dunia, jika pikiran-pikirannya luhur.

Hiranyaksha dan Hiranyakashipu adalah ilmuwan yang hebat. Hiranyakashipu tidak hanya dapat mencapai bulan, tetapi bahkan dapat mencapai matahari. Walaupun sangat sakti, ia menjadi lemah karena hatinya dipenuhi berbagai perasaan duniawi. Setiap manusia dianugerahi kemampuan dan kecerdasan yang tidak terhingga, akan tetapi ia memenuhi hatinya dengan perasaan-perasaan duniawi.

Pemuda-pemudi masa kini adalah para pemimpin dunia di masa yang akan datang. Kesejahteraan suatu bangsa tergantung pada kaum mudanya. Oleh karena itu, kaum muda harus meningkatkan keutamaan, pikiran-pikiran yang mulia, dan budi pekerti yang luhur. Orang yang memenuhi hatinya dengan pikiran-pikiran mulia dapat mencapai dan menyelesaikan segala tugas yang hebat.

Dalam diri setiap manusia terdapat perasaan-perasaan luhur yang timbul dari lubuk hatinya. Setiap manusia dianugerahi manas ‘peralatan batin dalam fungsinya untuk berpikir dan merasakan emosi serta keinginan.’ Manas manusia ini memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan hebat seperti itu tidak dimiliki oleh makhluk lain. Manas itu tidak lain hanyalah seonggok pikiran. Orang yang telah menguasai manasnya dapat mencapai tugas apa saja. Tidak ada kekuatan yang lebih hebat dari kekuatan pikiran.

Manah eeva manushyaanaam kaaranam bandha mookshayooh. Artinya, ‘manusia terbelenggu (oleh keinginan dan kelekatan  jasmani serta duniawi) atau mencapai kebebasan (dari segala keinginan dan kelekatan jasmani/duniawi, serta dari lingkaran kelahiran dan kematian) karena pikirannya.’ Akan tetapi, kini manusia tidak mampu menaklukkan manasnya. Akibatnya, ia tidak dapat menghayati kebahagiaan jiwa.

Pertama-tama kita harus mencapai kemurnian pikiran. Manusia sejati adalah orang yang mencapai keunggulan dalam bidang moral, sosial, dan spiritual. Jangan hanya berusaha memperoleh kekuatan dan kesenangan jasmani. Kita harus berusaha keras mengendalikan manas. Orang yang menjadi budak pikiran dan keinginannya pasti ia menjadi lemah, walaupun mungkin ia seorang yang kuat dan berkuasa. Kita harus berusaha membuat manas menjadi abdi. Kemampuan manas itu tiada bandingnya. Dari manaslah timbul berbagai keutamaan yang berharga.

Bila manusia kehilangan harta, ia dapat mencarinya lagi. Bila manusia kehilangan kesehatan, ia dapat memulihkannya lagi dengan bantuan dokter dan berolah raga secara efisien. Akan tetapi, bila manusia kehilangan nilai-nilai kemanusiaan, hidupnya akan sia-sia. Nilai-nilai kemanusiaanlah yang kini dibutuhkan. Nilai-nilai ini tidak dapat diperoleh hanya dari kitab-kitab suci dan juga tidak dapat diberikan oleh dosen yang berpendidikan tinggi. Nilai-nilai ini timbul dari lubuk hati. Bila kita meningkatkan pikiran-pikiran yang luhur dan mengikuti jalan kebenaran dalam hidup sehari-hari, maka nilai-nilai kemanusiaan akan berkembang dalam diri dan melindungi kita dalam segala keadaan.

Kita harus berusaha keras menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Usaha kita dalam hal ini harus lebih besar daripada usaha untuk memperoleh pendidikan duniawi, karena dalam pengamalan nilai-nilai kemanusiaan ini terpendamlah segala kemampuan.
Kebenaran adalah Tuhan. Kebajikan adalah dasar kehidupan. Itu sebabnya kebudayaan Hindu menyatakan, “Satyaannaasti paroo dharmah,” artinya, tiada darma yang lebih luhur daripada mengikuti kebenaran.

Karena itu, kita harus siap mengorbankan hidup demi menegakkan kedua prinsip dasar ini: kebenaran dan kebajikan. Jangan menghasratkan ganjaran (bahumati) duniawi. Manusia menghadapi banyak kasulitan karena ia tidak mampu menguasai satu manas yang dianugerahkan kepadanya. Betapa akan menyedihkan keadaannya seandainya ia mempunyai banyak manas (bahu mati). Keadaannya akan lebih buruk daripada kera. Kita harus ingin menjadi nija mati ‘pikiran yang benar’, bukan bahu mati ‘banyak manas’. Pikiran yang benar (nija mati) adalah amanat suci (pavitra sukti) yang timbul dalam hati. Manas adalah sumber segala bentuk kemampuan. Karena itu, kita harus bersahabat dengan manas. Bila manas sudah menjadi sahabat, ia akan menyelamatkan hidup kita.

Kebudayaan Hindu telah menentukan sembilan jalan bakti yaitu: shravanam ‘mendengarkan aneka kisah Tuhan atau uraian mengenai kitab-kitab suci), kiirtanam ‘menyanyikan nama dan kebesaran Tuhan’, Vishnusmaranam ‘merenungkan Tuhan’, paadaseevanam ‘memuja kaki suci Tuhan’, vandanam ‘bersujud kepada Tuhan’, archanam ‘melakukan puja bakti kepada Tuhan’, daasyam ‘mengabdi kepada Tuhan’, sneeham ‘ bersahabat kepada Tuhan’, dan aatmaniveedanam ‘pasrah diri kepada Tuhan.’

Pasrah diri hanya mungkin setelah seseorang memupuk persahabatan dengan Tuhan. Persahabatan akan membawa kita menuju kepasrahan diri. Selama kita tidak memupuk persahabatan dengan Tuhan, segala pembicaraan mengenai kepasrahan diri tidak dapat dilaksanakan. Tuhan lebih memperhatikan perasaan dan menjiwai perbuatan seseorang bukan pada kegiatan belaka. Oleh karena itu, kita harus memupuk perasaan-perasaan yang suci.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar