Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 15 Mei 2019

CANDI LOSARI DI TENGAH KEBUN SALAK PONDOH

Laporan Putu Sari, Yogyakarta

Mengunjungi setiap Candi Siwa sambil belajar tentang cerita di balik penemuannya menjadi pengetahuan dan pengalaman yang sangat menarik dan berkesan sepanjang hidup. Apalagi kemudian bias melakukan meditasi, sembahyang, sujud bhakti sebagai wujud penghormatan kepada Hyang Siwa sekaligus memuliakan leluhur, maka menjadi lengkap kehadiran seorang pemuja/bakta di setiap situs Candi Siwa. Hal demikianlah yang saya rasakan ketika berkesempatan hadir untuk belajar dan melakukan penghormatan di Candi Losari.

Candi Losari berada di Dusun Losari, Desa Salam, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Wilayah yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Sleman DIY, dipisahkan oleh sungai/jembatan Krasak, merupakan daerah yang termasuk dekat dengan Gunung Merapi, bahkan ketika Gunung Merapi erupsi, sungai di sekitarnya sering menjadi jalur aliran lahar dingin. Daya dukung iklim yang sejuk dengan struktur tanah pasir bervulkanis membuat kedua daerah ini sangat subur, cocok untuk budi daya salak, sehingga dikenal menjadi penghasil salak pondoh kualitas terbaik. Kebun salak tertata dengan rapi, dikelola dengan pemeliharaan yang sangat baik oleh penduduk sekitarnya sebagai sumber penghasilan utama. Itulah kenapa sepanjang jalan raya Jogja-Magelang yang masuk wilayah Kabupaten Sleman dan Kecamatan Salam Magelang banyak sekali di sisi kanan kiri jalan utama tersebut, masyarakat sekitar menjajakan salak pondoh beserta produk olahannya, yang apabila musim berbuah/panen tiba, harganya bias sangat murah.



Menilik lokasi dari budidaya salak tersebut, yang dekat sungai dan dekat Gunung Merapi tidaklah heran kemudian di ketemukan situs Candi Siwa di tengah-tengah kebun salak pondoh. Hal ini membuktikan bahwa Kecamatan Salam Magelang merupakan bagian lingkaran peradaban Hindu yang sangat penting di Jaman Mataram Kuno, dimana Candi Siwa tertua Gunung Wukir persembahan Maharaja Sri Sanjaya (Raja Mataram Kuno pertama) yang sudah penulis angkat di edisi terdahulu juga berada di Kecamatan Salam ini.

Prasasti Canggal yang diketemukan di halaman tengah Candi Siwa Gunung Wukir berangka tahun 654 Saka (6 Oktober 732 M) menjadi bukti yang kuat bahwa betapa luar biasa perkembangan ajaran Siwa di Wilayah Kabupaten Magelang, khususnya Kecamatan Salam  ketika itu. Beberapa Candi Siwa Hebat di Wilayah Kabupaten Magelang akan saya angkat satu-persatu pada tulisan selanjutnya. Candi Losari kalau ditarik garis lurus berjarak sekitar 5 kilometer dengan Candi Gunung Wukir. Beberapa tulisan tentang Candi Losari yang saya baca, dapat diketahui bahwa para arkeolog menduga Candi Losari dibangun sekitar tahun 800 M (Abad ke-8). Ada juga yang berpendapat bahwa Candi Losari dibangun sebelum abad ke-8, sejaman dan masih berkaitan dengan Prasasti Canggal Candi Siwa Gunung Wukir.


Menurut informasi staf BPCB yang bertugas ketika saya mengunjungi Candi Losari, menyampaikan bahwa Candi Losari ditemukan tahun 2004 oleh  Muhammad Badri persis di lokasi yang merupakan kebun salak miliknya. Saat ingin mengolah lahan, Pak Badri menemukan serpihan-serpihan batu yang diduga merupakan batu candi. Bagian-bagian batu candi tersebut kemudian dikumpulkan, beberapa yang dirasa penting untuk diselamatkan dan dipelajari lebih lanjut dibawa pulang kemudian dilaporkan ke BPCB Jawa Tengah.

Pada 8 Januari – 1 Pebruari 2007, Candi Losari diekskavasi oleh tim kerjasama antara BPCB Jateng, Jurusan Arkeologi FIB UGM, Balai Arkeologi Yogyakarta, dan Balai Pengembangan Penyelidikan Ekologi Kegunungapian. Hasil penggalian menemukan 3 candi perwara dan 1 candi induk seperti yang sekarang ini bias dilihat. Candi utama menghadap ke timur, sedangkan 3 candi perwara menghadap ke barat. Candi yang tertimbun lahar dingin setinggi sekitar 4 meter di bawah permukaan tanah ini menyisakan reruntuhan batuan candi yang di dalam candi utamanya terdapat lingga yoni, dimana lingganya menurut informasi sudah diselamatkan ke Kantor BPCB Jateng, sementara Yoni tetap ditinggal di lokasi dengan kondisi yang sudah tidak sempurna lagi akibat penggalian dan pengangkatan selama proses ekskavasi berlangsung.

Untuk menuju areal utama Candi Losari pemerintah melalui BPCB telah   membuatkan tangga turun dari besi yang cukup nyaman untuk memudahkan pengunjung menjangkau Candi. Bagi saya, blusukan kali ini sangat spesial, karena banyak yang bias dipelajari seputar Candi Losari, di salah satu bagian dinding candi perwara masih sangat jelas terlihat menempel bekas lahar dingin yang telah mongering dan menyatu dengan dinding candi perwara tersebut.
Relief gambar bunga yang sangat cantik, berjajar secara detail terpahat indah di dinding candi perwara, walaupun tidak begitu besar, seperti candi perwara umumnya, tetapi keunikan yang ditampilkan Candi Losari tidak kalah hebat dengan Candi Siwa lainnya.

Kekaguman saya tidak berhenti sampai di situ saja, di bagian depan dan belakang candi perwara Candi Losari, persis di bawah permukaan tanah mengalir air yang jernih dan segar. Ternyata Candi Losari mengandung mata air yang sangat besar dan hebat di dalamnya. Selesai memuja dan memuliakan Hyang Siwa dan leluhur, saya melanjutkan berdoa memohon pelukatan sekaligus meminum merasakan langsung air jernih nan segar Candi Losari dari sumbernya. Saya membayangkan dengan debit air yang cukup besar, tentu sebelumnya candi Losari ini berkesan seperti candi yang berada di atas air. Menurut cerita penduduk sekitar, sebelum di tata, dibuat drainase, candi Losari memang candi yang tergenang oleh air seperti kolam ikan, sehingga konon pada hari tertentu ada juga yang memanfaatkan untuk kumkum (ritual membersihkan diri dengan berendam) oleh para penekun kebatinan.

Pada candi utama masih bias dilihat relief Mahakala yang tergeletak di depannya, biasanya relief Mahakala ini ditempatkan pada pintu masuk sebuah Candi Siwa. Sisi depan candi utama juga masih menyisakan relief kepala gajah, kalau dalam seni ukir di Bali lebih dikenal dengan ukiran Karang Gajah, dalam kondisi yang sangat sempurna menurutpenulis. Tidak ada kerusakan yang terlihat, sehingga bagi saya ini sisi yang menonjol dan istimewa juga dari Candi Losari yang tidak bias dengan mudah ditemukan di Candi Siwa lainnya.

Betapa beruntung saya diijinkan untuk mengenal dan mempelajari setiap bagian yang tersembunyi dari reruntuhan Candi Siwa (Hindu) tempat suci hebat warisan leluhur, sebuah anugerah yang pantas untuk saya syukuri.  Melalui kesempatan ini  tidak henti-hentinya saya mengajak kepada saudara yang memiliki perhatian dan kecintaan kepada tempat suci warisan leluhur ini mari terus kita jaga, lestarikan dan manfaatkan untuk memuja dan memuliakan Hyang Siwa dan leluhur, sehingga nilai-nilai luhur di dalamnya terus bias diwariskan kepada generasi berikutnya. Om NamaSiwaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar