Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Senin, 15 April 2019

Puja Astawa Selalu Puasa Saat Nyepi

Anda yang bergaya hidup modern, yang tidak pernah lepas dari gadget, pasti mengenal wajah Puja Astawa. Itu lho, cowok yang sering muncul dengan video-video lucu berdurasi pendek di saluran Youtube ataupun medsos-medsos lainnya. Yang paling menonjol adalah ucapan-ucapannya berlogat khas Buleleng itu. Ia menjadi tokoh sentral tiap kali tampil di video yang dibuatnya. Dengan kata lain, ia mengajak rekan-rekannya atau saudara-saudaranya menjadi pasangan mainnya secara bergantian. Kadang ayah-ibunya diajak, kadang juga anak-anaknya. Bahkan dengan orang lain sekalipun.
Meskipun obrolannya terkesan agak kasar, khas Buleleng, namun ia mengaku selalu atau rutin sembahyang setiap hari. “Sembahyang itu seperti meneteskan setitik air ke dalam gelas. Kalau setiap hari kita sembahyang, maka gelas itu akan penuh pada waktunya. Namun, jika kita baru ingat sembahyang setiap enam bulan sekali, maka tetesan yang lalu sudah menguap. Dan gelas tidak akan pernah penuh,” demikian tutur Puja kepada Raditya di Singaraja, di rumah orangtuanya, awal Maret 2019.
Puja Astawa memang berasal dari Banyuasri, Singaraja. Namun, setelah lulus sarjana ekonomi di Unipas Singaraja pada tahun 1999 ia merantau ke Denpasar dan akhirnya menetap di ibukota Provinsi Bali tersebut. Sebelum terkenal seperti sekarang ini, hidupnya diakui penuh penderitaan. “Sewaktu kecil hidup kami melarat. Bahkan sampai saya SMP, saya harus mencari dan mengangkut kayu bakar bersama adik saya untuk keperluan membuat jajan Bali,” ujarnya.



Oh ya, ibunda Puja memang berjualan jajan Bali di pasar Terminal Banyuasri saban sore. Rumah orangtunya memang terbilang dekat dengan Terminal Banyuasri. Usaha ibunya itu telah dilakoni sejak puluhan tahun lalu, sejak Puja masih kecil. Dan sampai sekarang masih bertahan.
Atas perubahan hidup dan nasib yang dijalani sekarang, ia menyatakan sangat bersyukur. Namun demikian, ia mengaku tidak pernah melupakan masa pahit ketika masih kecil. Agar dirinya selalu ingat dengan sejarah hidup dan tidak tergelincir menjadi orang sombong. “Saya bangga dengan pencapaian saya sekarang, tetapi saya tidak mau menjadi sombong. Untuk itu saya akan tetap mengingat masa-masa susah dulu,” kata lelaki kelahiran tahun 1974 itu.
Dulu, Puja adalah orang yang melarat. Rumah orangtuanya hanya berupa pondok sederhana di bibir sungai. “Rumah kami sewaktu saya masih SD, lahannya merupakan bagian langsung dari Tukad Banyumala. Kalau ada banjir, rumah kami hilang disapu banjir. Lalu kami mengungsi ke rumah teman,” kenangnya.
Menjelang genap 20 tahun tinggal di Denpasar, tepatnya pada tahun 2017, iseng-iseng ia membuat video. Setelah jadi lalu dikirim ke internet melalui Youtube. Ternyata sambutan masyarakat sangat antusias. Sehingga proses pembuatan video jadi lancar dan ketagihan. Apalagi berbagai instansi dan badan swasta tertarik memanfaatkan kegemaran masyarakat terhadap video-video Puja tersebut. Sehingga Puja cs sampai kerepotan memenuhi permintaan itu. Dengan kata lain, kini pembutan video yang berdurasi rata-rata 2 menit itu telah diakui berkembang menjadi industri kreatif yang menjanjikan. “Astungkara ada hasil. Tetapi tidak sebanyak yang diduga orang. Video-video yang saya buat tidak semuanya komersial, banyak juga untuk membantu usaha teman,” jelasnya.
Ketika bertemu Puja Astawa di Jalan Teratai V Singaraja, ia dan ayahnya sedang asyik shooting untuk memenuhi permintaan temannya yang memiliki toko di Denpasar. Temannya itu meminta agar dibuatkan video iklan secara persuasif, tidak terang-terangan membujuk tapi ada imbauan di dalamnya. Semacam iklan terselubung. Keduanya tampak tidak menggunakan baju alias bertelanjang dada. Beberapa adegan harus diulang beberapa kali. Hal itu terjadi karena Puja Astawa kadang terlepas hafalannya dari naskah yang telah disusunnya, atau giliran ayahnya yang mengalami demikian. Ya, berulang-ulang. Tidak sekali melakukan langsung jadi. Tidak.

Ternyata tidak hanya di Bali saja video-videonya dikenal orang. Tetapi tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Bahkan sampai ke luar negeri. Tentu saja, para penggemarnya itu kebanyakan adalah orang Bali perantauan. “Bahkan beberapa di antaranya ada yang tinggal di luar negeri dan mengundang saya untuk datang ke tempat mereka merantau. Mereka mengaku terhibur dengan video-video yang saya buat. Mereka mengatakan, serasa di rumah sendiri setelah menyaksikan viedo-viedo kami. Kerinduannya terhadap Bali jadi terobati,” ujar Puja yang memang kesehariannya suka ceplas-ceplos, sama persis dengan dialog yang ada di video-videonya, logat khas Buleleng-nya itu tidak bisa lepas.
Ketika ditanya, Puja Astawa sekarang merasa dirinya sebagai artis atau pengusaha? Atas pertanyaan itu ia menjawab, “Saya merasa sebagai pengusaha. Mungkin juga bisa dikatakan sebagai artis. Tetapi baru sedikit artis atau artis pemula,” katanya seperti bingung untuk memastikan posisinya.
Puja Astawa dikenal sebagai pemilik sejumlah counter Hp di Denpasar. Beberapa di antaranya sudah milik sendiri. Tetapi ada juga tempat-tempat usahanya yang masih menyewa.
Sebelum berhasil seperti sekarang ini, awal mula ke Denpasar ia harus hidup menderita. “Saat saya masih kos, belum punya rumah sendiri, saya masih memasak sendiri untuk hidup sehari-hari. Padahal di tempat kos kebanyakan cewek-cewek. Tapi syukurnya saya tidak malu saat itu,” imbuhnya.
Bertahun-tahun ia hidup di Denpasar dengan penuh keprihatinan. Kadang kalau ditelepon ayah atau ibunya, apakah ia sudah makan hari itu? Jawaban Puja kepada orangtuanya sering bohong. “Saya bilang baru habis makan enak di luar, makan sate kambing. Biar orangtua saya senang, dikira saya sudah sukses. Padahal yang saya makan adalah sayur kangkung dan tempe goreng buatan sendiri. Yang rasanya hanya sekadarnya. Saya hanya bermaksud membahagiakan orang tua. Agar mereka tidak memikirkan saya sebagai perantau yang tak sukses. Saya berusaha memberikan gambaran kepada orangtua seolah-olah saya sudah sukses,” ujar bapak dengan tiga orang anak tersebut.
Memang, nasib seseorang tidak bisa ditebak. Pada periode tertentu bisa saja melarat dan penuh penderitaan. Namun, seiring perjalanan waktu, perlahan tetapi pasti, ia menuai kesuksesan sedikit demi sedikit. Boleh juga dikatakan sebagai kesuksesan yang tak terduga. Tidak diduga ternyata videonya diterima baik oleh masyarakat. Dengan demikian, Puja Astawa kini sudah dapat dikatakan terkenal dan sukses.
Lantaran ingat terus dengan masa lalunya yang penuh penderitaan, Puja selalu bersyukur kepada Hyang Widhi. Itulah sebabnya ia tidak pernah lupa sembahyang sebelum tidur. Bahkan pada setiap Nyepi ia tidak pernah meninggalkan puasa. Dan Astungkara, katanya, istri dan anak-anaknya ikut puasa saat itu. “Tapi mereka tidak saya paksakan. Kalau tidak kuat puasa seharian, ya setengah hari bolehlah. Pokoknya semampunya. Awalnya hanya saya yang puasa. Tetapi mereka berproses sampai akhirnya mengikuti jejak saya,” jelasnya.
Puja mengaku heran dengan teman-temannya. Sebab, teman-temannya kebanyakan justru membuat masakan enak-enak dalam jumlah berlebih sebelum pelaksanaan hari Nyepi. “Kita hanya diminta puasa sehari dalam setahun, masak nggak bisa. Sekali lagi hanya 1 hari di antara rentang waktu 365 hari,” katanya dengan nada serius.
Ke depan, jelasnya lebih lanjut, ia berencana membuat film layar lebar yang bertemakan sosial-kemasyarakatan. “Mohon doa restunya. Semoga berjalan sesuai rencana. Temanya tentang perkawinan masyarakat Bali,” jelasnya.
Kapan kira-kira selesai dan direlease? Puja mengatakan, jika semua rencana berjalan mulus, Astungkara sebelum akhir tahun ini. (mm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar