Pada Purnama Kedasa, 11 April 2017 umat Hindu di Kelurahan Tandebura Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara melaksanakan Ngenteg Linggih Pura Sidhi Natha. Manggala upacara Ida Bagus Aji Raka, S.Pd menjelaskan bahwa Sidhi Natha Tandebura Pura ini didirikan pada tahun 1983 atas swadaya murni umat Hindu yang waktu itu hanya berjumlah 120 KK.
“Pada awalnya umat Hindu hanya membangun satu padmasana saja, namun seiring dengan perkembangan zaman dan adanya peningkatan ekomomi umat secara bertahap,” sebutnya. Ia menambahkan sampai kini jumlah bangun pelinggih terus ditambah disesuaikan dengan fungsinya. Sampai saat ini telah ada 11 pelinggih, diantaranya, Padmasana, Gedong Puseh, Tepas Mecaling, Meru Tumpang Tiga, Dewi Danuh, Pelinggih Ratu Made Jelawung, Pertiwi, Ratu Nyoman, pelinggih Ngurah Agung dan Pyasan.
Selanjutnya I Wayan Gina, S.Pd. selaku ketua panitia melaporkan bahwa dasar pelaksanaan yadnya yang tergolong madyaning utama ini merupakan hasil kesepakatan yang dituangkan pada forum rapat tanggal 2 Juli 2016. Anggaran yang digunakan bersumber dari swadaya murni umat ditambah para donatur yang tidak mengikat sehingga jumlah total mencapai 100 juta rupiah. Dalam kesempatan tersebut juga disampaikan ucapan terima kasih yang sangat mendalam kepada semua pihak atas terselenggaranya ritual yang perjalanan dan sangat lancar juga doa restu dari semua pihak dalam mengakhiri laporannya.
Rangkaian upacara Ngenteg Linggih ini diawali dengan pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya, yakni Pecaruan Resi Gana pada 8 April 2017. Ritual itu dilaksanakan mulai dari jam 09.30 sampai selesai pukul 13.15 Wita yang kapuput oleh Ida Pedanda Manuaba Kawi dari Gria Manuaba Desa Uewila, Kecamatan Mauwila, Kabupaten Kenawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Selanjutnya dilaksanakan mendem pedagingan, mendak, ngelinggihang serta ngaturang soda rayunan.
Pada tanggal 10 April 2017 dilaksanakan pawai gebogan oleh anggota WHDI Kelurahan Tandebura dengan iringan beleganjur oleh Seka Gong Bhineka Budaya ditambah pada manggala yadnya. Iring-iringan pawai yang sangat unik ini dimulai dari pertigaan atau marga tiga di ujung Kelurahan Tandebura menuju Pura Dalem yang berjarak 2 kilometer dan panjang barisan mepeed juga sepanjang jalan itu. Acara yang amat langka ini diberi nama Mendak Siwi yang bermakna permakluman kepada Ida Bhatara yang berstana di Pura Dalem bahwa akan digelarnya upacara Ngenteg Linggih dan dilanjutkan piodalan.
Acara mendak siwi ini berlangsung selama dua jam dan acaranya terbilang langka ini menurut catatan untuk pertama kali dilaksanakan di daerah Kabupaten Kolaka selama 35 tahun umat Hindu etnis Bali bermukim di daerah transmigran. Kesan yang mendalam dari para penonton dari etnis maupun agama lain bahwa selama 35 tahun baru pertama kali menyaksikan acara seperti ini.
Puncak yadnya, yakni pada Purnama Kedasa, 11 April 2017 yaitu ngaturang piodalan. Diawali acara serimonial yang diawali tari penyambutan oleh anak-anak Sekolah Dasar. Disampaikan pula beberapa sambutan disela-sela acara sebelum piodalan di mulai.
Kata sambutan yang paling inti disampaikan oleh Lurah Tandebura, Sunarto, S.Pd. MM. Dalam sambutannya sangat mengapresiasi kegiatan umat Hindu di Tandebura dan sekaligus bertujuan untuk mempererat kerukunan antara umat beragama di Tandebura. Juga mengharap agar kegiatan keagamaan tetap terselenggara. Tak lupa menghimbau kepada umat Hindu dan warga Tandebura untuk ikut mensukseskan lomba kelurahan tingkat kabupaten Kolaka dalam waktu dekat.
Sambutan berikutnya disampaikan oleh Rusdy Syukur, S.STP, M.Ap. selaku camat Watubangga yang baru bertugas sejak Januari 2017 sekaligus awal perkenalan kepada masyarakat Tandebura khusus kepada umat Hindu. Dalam sambutannya ia menyatakan sangat terkesan dan mengaku baru pertama kali menyaksikan acara ritual umat Hindu secara langsung. Sebelumnya hanya melihat lewat tayangan di TV, saja. Beliau sangat mengapresiasi kebinekaan yang ada di Kecamatan Watubangga ini. Harapannya ke depan untuk tetap menjaga kerukunan umat beragama untuk menuju Watubangga yang aman dan damai. Pada akhir kata sambutannya ia berjanji akan mengucurkan anggaran kepada umat Hindu untuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang akan dibahas pada rapat pengurus PHDI Kecamatan Watubangga mendatang.
Ketut Arjana, SE., selaku ketua PHDI Kabupaten Kolaka yang cukup singkat menyimak kegiatan ritual di Tandebura menilai sangat luar biasa. Diharapkan untuk kedepan kegiatan semacam ini dapat lebih meningkat dan berdoa agar lomba tingkat Kabupaten Tandebura nanti supaya meraih juara.
Berbeda sambutan yang satu ini DR. Eng. Nyoman Sudiana, M.Si selaku ketua PHDI Provinsi Sulawesi Tenggara, sekaligus perkenalan kepada umat karena baru pertama kali ngayah di lembaga PHDI yakni sejak Februari 2017. Kendatipun tergolong cukup muda namun sosok ini diharapkan siap membawa umat Hindu Sultra untuk lebih baik ke depan. Dalam mengemban tugas ketua PHDI yang utama ke depannya pihaknya berencana untuk melanjutkan program pengurus PHDI periode sebelumnya, yaitu Grand Design tahun 2050. Selanjutnya diamati bahwa umat Hindu dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup menggeliat. “Dibanding tahun-tahun lalu, ekonomi umat membaik, pendidikan membaik semakin maju dan semakin kritis. “Seiring kemajuan tekhnologi di era komunikasi seperti sekarang ini, agar kita senantiasa menjaga kesatuan dan persatuan intern dan antar umat beragama sesuai arahan Pak Camat tadi, untuk menuju Watubangga yang aman dan damai,” Ungkap doktor yang lulusan Jepang itu.
Ia juga mengimbau kepada umat dan kepada yang hadir untuk ikut menyukseskan program PHDI Sultra, di antaranya Iuran wajib umat Hindu yang sampai kini telah terkumpul dana sebanyak 450 juta rupiah. Disampaikan juga bahwa program PHDI Provinsi Sulawesi Tenggara ke depan adalah membuka institusi agama Hindu Sulawesi Tenggara berpusat di Kendari.
Acara yang sangat ditunggu-tunggu adalah puncak pelaksanaan piodalan yang rencana dimulai pada pukul 22.00 wita namun karena keterlambatan Ida Pedanda tiba di Pura Sidhi Natha setelah muput di seberang lautan, yaitu daerah Bau-bau (Buton). Ida Pedanda yang akan muput piodalan baru tiba pada pukul 23.52 wita yang membuat para pemedek cukup gelisah menunggu terutama yang dari luar desa dan tidak sedikit ada yang sudah meninggalkan acara piodalan terutama yang mengajak anak kecil.
Begitu Ida Pedanda tiba acara langsung dimulai diiringi oleh topeng wali, kidung yadnya (warga sari) dipandu oleh I Made Karyawan, S.Ag mantan Pembimas Hindu Kementrian Agama Sulawesi Tenggara di era tahun 1978 hingga tahun 1999. Kendatipun sudah larut malam pelaksanaan piodalan berjalan dengan lancar hingga 03.00 wita dini hari.
(Pinandita Nyoman Sarasuniasa).
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar