Laporan Dewa Ketut Alit Budiyasa
Pada tanggal 30 Nopember 2012 silam, sejumlah umat Hindu yang dikoordinir oleh Ida Pandita Mpu Agni Satyawadi Dwi Natha Daksa dan Jero Mangku Pemayun Braban Tohpati, datang ke Dusun Sumber Gondo Desa Tulungrejo Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Beberapa kalangan yang ikut hadir, di antaranya, Jero Mangku Wayan Suwena, Ida Pandita Agni Yoga Saraswati, Ida Pandita Agni Dukuh Sunyatmika Daksa, Made Swasti Puja SE dari PHDI Bali, dan Putu Karang. Kehadiran sejumlah umat Hindu asal Bali ke desa itu adalah dalam rangka melaksanakan kegiatan bhakti sosial. Di desa tersebut mereka sempat menggelar upacara Agni Hotra, sedangkan pelayanan sosial dilakukan dalam bentuk pengobatan gratis, pembagian paket sembako, pembagian pakaian bekas layak pakai, serta menyerahkan bantuan ternak sapi dan Kambing. Kemudian untuk memantapkan sradha umat Hindu setempat, tak ketinggalan dilakukan pembinaan berupa dharmatula.
Kunjungan umat Hindu asal Bali ke Tulungrejo berawal dari adanya kabar rencana pemugaran Pura Sapto Argo Sido Langgeng di Desa Tulungrejo, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Saat itu kondisi pura sudah sangat memprihatinkan. Di antaranya, balai wantilan rusak nyaris jebol, pagar penyengker dari bambu sangat reot dan darurat demikian juga pelinggih Padmasana yang sederhana disana sini sudah lapuk dimakan usia. Singkat kata, tempat tersebut kurang nyaman disebut sebagai tempat suci, sedangkan di sisi lain kondisi ekonomi masyarakat pengempon pura yang berjumlah 25 Kepala keluarga sangat lemah, maklum karena memang termasuk kata gori desa tertinggal.
Melihat keadan seperti itu, maka umat di desa tersebut membentuk Panitia Pembangunan/ Renovasi Pura yang didukung oleh PHDI Kota Blitar dan Juga PHDI Provinsi Jawa Timur. Untuk merialisasikan cita-cita memangun tempat suci yang layak, maka Panitia menyebarkan proposal kepada para dermawan. Proposal itu pun sampai di Bali mengingat umat Hindu di Bali berkat koordinasi Panitia Pembangunan Pura di Jawa dengan beberapa orang umat Hindu di Bali yang mempunyai komitmen untuk ikut serta mensukseskan pembangunan pura. Kemudian terbentuklah panitia Kecil untuk menyukseskan pembangunan pura tersebut.
Kelompok di Bali ini dikordinir oleh Ida Pandita Agni Setyawadi dan Mangku Braban yang dengan giat membantu mengali dana. “Kita tidak hanya membantu membangun fisik pura saja, tapi kita bertekad untuk membantu memperdayakan ekonomi umat,” kata Ida Pandita Mpu Agni Satyawadi Dwi Natha Daksa menegaskan setelah meninjau dari dekat kondisi umat di desa tersebut. Memang ketika rombongan dari Bali berkunjung keliling ke rumah-rumah umat Hindu, kondisinya sangat memprihatinkan. Lantai rumah penduduk kebanyakan masih berupa tanah, sedangkan dinding dari kayu dan bambu. Mata pencarian mereka kebanyakan petani, peternak dan buruh tani. Walaupun mereka terhimpit oleh kondisi ekonomi demikian dan gempuran konversi dengan iming – iming bantuan ekonomi, toh ke 25 kk ini masih tetap teguh memeluk agama Hindu, warisan leluhur mereka dari sejak jaman kerajaan kerajaan Hindu dahulu.
Respon positif dari para dermawan umat Hindu dari berbagai pelosok di Bali maupun luar Bali untuk berdana punia membangun pura dan membantu ekonomi umat Hindu di sana sangat menggembirakan. Dari dana yang terkumpul telah diserahkan bantuan dana untuk pemberdayaan ekonomi sejumlah Rp 43.000.000 yang digunakan untuk pembelian ternak sapi, kambing dan untuk modal usaha lainnya. Sedangkan untuk pura, baru diserahkan dana sebesar Rp 60 442 000. Masih banyak dana yang diperlukan, karena di samping kita sudah membeli tanah sekitar pura untuk perluasan areal pura, juga kita perlu dana untuk biaya pembuatan pelinggih yang nantinya akan dibuat berbentuk candi seperti Candi Prambanan. Begitu juga untuk biaya pembuatan wantilan berbentuk joglo dan biaya pembuatan penyengker keliling pura. Untuk itu tim yang dibentuk terus berusaha mengetuk hati para dermawan untuk mepunia. “Membantu pembangunan pura adalah peluang yang sangat bagus bagi kita untuk berkarma baik atau mempunyai bobot kredit point yang sangat besar untuk tabungan karma baik. Untuk itu perlu disebarluaskan agar semua dapat kesempatan untuk ngayah (seva) dan berdana punia, karena di jaman Kali sekarang ini, jalan yang paling utama untuk mendekatkan diri dengan Tuhan adalah pelayanan dan dana punia,“ tegas Ida pandita Mpu Agni Satyawadi Dwi Natha Daksa memberi semangat.
Pura dengan Kearifan Lokal
Ketua Panitia, Mujiran mengatakan maksud dan tujuan pebangunan pura ini adalah sebagai sarana untuk mempertebal sradha bakti, sarana pendidikan generasi muda, dan tempat kegiatan kegiatan spritual, sehingga pada akhirnya tujuan umat Hindhu di dusun ini untuk mencapai Moksa Artam Jagadhita ya Caita Dharma akan lebih dekat. Adapun nama pura Ini adalah Pura Sapto Argo Sido Langgeng.
Mangku Beraban dalam suatu kesempatan mengatakan, bahwa pembangunan pura di desa Tulungrejo ini semuanya memakai ornamen Jawa, maksudnya untuk mengembangkan kearifan lokal/local Genius. Misalnya, tempat sthana Hyang Widhi di Bali dalam bentuk Padmasana, sedangkan di Tulungrejo berbentuk candi mirip Candi Prambanan yang tingginya kurang lebih 9,70 meter. Di dalam candi ada ruangan seukuran dua kali dua meter sebagai tempat menstanakan linggam dan yoni. Luas areal pura yang dulunya hanya 6 are sekarang diperluas menjadi 21 are dibagi menjadi tiga mandala, yaitu utama mandala, madya mandala (Jaba Tengah), Mandala sisi (jaba sisi). Jaba tengah akan dibangun balai joglo mengambil tekstur joglo Kraton Jogjakarta. Kemudian di jaba sisi dibangun wantilan. Dari jaba tengah menuju ke utama mandala dihubungkan oleh candi kurung yang berbentuk Candi Bajang Ratu di Trowulan. Balai Joglo yang terletak di madya mandala akan difungsikan sebagai tempat kegiatan belajar Weda untuk umat Hindu Blitar, mengingat masih minim pengetahuan tentang ajaran Hindu. Dan begitu pula di luar arel pura sebelah barat dekat jaba sisi dibangun kamar mandi dan dapur.
Lokasi pura yang berada di atas bukit membuat pemandangan sangat indah. Selalu terlihat keajaiban-keajaiban yang ditangkap kamera setiap pelaksanaan upacara di pura ini, seperti sinar yang memancar di kepala patung Ganesha setelah selesai upacara abhiseka terhadap patung tersebut. Pura ini nantinya akan menjadi tempat tujuan metirtha yatra para umat Hindu seluruh Indonesia, karena di samping pemandangan yang indah di atas perbukitan, bentuk bangunan puranya mengingatkan pada nuansa Hindu Jawa jaman dahulu.
Jero Mangku Wayan Suwena sebagai peserta rombongan dari Bali atau anggota tim pembangunan pura yang juuga mengukur (Nyikut) areal pura berdasarkan Astakosala Kosali, mengatakan sangat terkesan dengan umat Hindu di desa ini. Mereka sangat gembira ketika sauadara seumat datang dari Bali yang ditunjukkan dengan antusiasme mereka dalam mengikuti dharmawacana dan dharmatula. Mereka beragama tidak ruwet dan Mahal, alias praktis dan ekonomis. “Biarkan mereka beragama seperti tradisi yang ada disini, jangan kita mengimport tradisi beragama seperti di Bali, tapi cukup kita menyampaikan kebenaran Weda dan menjadi umat Hindu yang cerdas,” pesannya .
Menurut umat Hindu setempat, Bagus Cipto Mulyo, bahwa pesan leluhurnya terdahulu dari generasi ke generasi, agar pura ini yang dulunya bernama Giri Sapto Renggo Sido Langgeng dijaga keajegannya dan jangan pernah ditinggalkan atau pindah ke agama lain, karena Suatu saat nanti pura ini akan menjadi pengayom dan akan menjadi pusat kebangkitan dan kejayaan umat Hindu di tanah Jawa secara umum, khususnya wilayah Blitar. Oleh karena itu maka pura ini dibangun dengan ornamen ciri khas Jawa. Bagi para calon donatur yang ingin turut medana punia, dapat mentransfer dana ke BRI unit cabang Tohpati No. Rek. 4720-01-001817-53-7 a/n Bagus Cipto Mulyo, dengan nomor kontak personal 085239187077.
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar