Senin, 04 Maret 2013

Organisasi Pasemetonan Jangan Feodalis

Bertepatan dengan hari Natal, 25 Desember 2012 lalu, Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) menggelar Pesamuhan Agung bertempat di Sekretariat organisasi itu, Jalan Cekomaria 777, Peguyangan Kangin, Denpasar. Sejumlah tokoh penting di Bali hadir dalam acara tersebut, seperti Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, Pangdam IX Udayana, Mayjen TNI Wisnu Bawa Tenaya, Wakapolda Bali, Brigjen Pol Ketut Untung Yoga, Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, SH, Ketua PHDI Bali, Dr I Gusti Ngurah Sudiana, dan sejumlah tokoh lainnya, termasuk undangan para perwakilan pasemetonan di Bali.

“Janganlah menjadi organisasi yang feodalis, tetapi jadikanlah Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi sebagai organisasi untuk kemajuan krama Bali secara keseluruhan, bahkan untuk Indonesia,” ucap Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, M Si, saat tampil memberikan sambutan pada acara pembukaan Pesamuhan Agung itu.

Lebih lanjut ia mengatakan, di dalam kehidupan beragama, perilaku jauh lebih penting daripada mantra-mantra dan filsafat. Jika perilaku menyimpang, maka filsafat dan mantra-mantra tidak akan ada manfaatnya. Karena itu, dalam kesempatan itu ia mengajak semua pihak untuk beragama dengan mengedepankan perilaku yang berkualitas baik, di antaranya dengan tidak merasa diri lebih tinggi dari kelompok lain.

Tak lupa, dalam kesempatan itu ia memuji Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) selaku organisasi pasemetonan terbesar dan termaju di Bali. Meskipun organisasi ini adalah organisasi tradisional, tetapi strukturnya dibuat modern, sehingga menampakkan kemajuan sangat pesat dari tahun ke tahun. Ngurah Sudiana memuji organisasi ini yang dapat menjalankan aktifitas yang berimbang antara kegiatan keagamaan dan pemberdayaan warganya. Di bidang keagamaan MGPSSR telah mengadakan diklat calon Pandita, upacara metatah massal, upacara mebayuh oton dan sapuh leger massal, upacara atmawedana massal, membangun krematorium, dan sebagainya. Sementara di bidang pemberdayaan SDM, MGPSSR telah memiliki sekolah TK (akan segera menyusul SD dan SMP), demikian juga Koperasi Santhayana Pasek yang dalam usia tiga tahun telah berhasi membukukan aset sebesar Rp 11 Milyar. Untuk itu, Ngurah Sudiana mengajak MGPSSR untuk bersinergi dengan program PHDI dan Pemerintah, sehingga dapat bersama-sama di dalam mendorong masyarakat Bali semakin maju dan santih.

Gubernur Bali: Orang Bali Bali Harus Bergerak Maju

Sedangkan pada sambutan berikutnya, Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menggarisbawahi, bahwa di masa-masa mendatang kehidupan krama Bali dipastikan akan semakin keras dan sulit. Selain dipicu oleh perebutan berbagai lahan perekonomian sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang pesat, diberlakukannya AFTA pada tahun 2015 nanti bakalan mempersengit persaingan di sektor barang dan jasa. AFTA adalah kesepakatan perdagangan bebas sesama negara-negara anggota ASEAN, di mana bukan saja barang-barang luar dari negara-negara ASEAN yang abakalan bebas masuk Indonesia dan Bali, tetapi sektor jasa pun berlaku sama. “Karena bahasa Inggris orang Filiphina lebih bagus, bisa jadi mulai tahun 2015 sopir-sopir taksi di sini akan diisi oleh orang-orang Filiphina. Nah, untuk mengantisipasi persaingan tersebut, kita harus memperbaiki kualitas SDM,” sebut Gubernur Bali.

Gubernur menegaskan, orang-orang Bali tidak punya pilihan lain, selain harus maju, caranya adalah dengan meningkatkan kualitas SDM sesuai bidangnya masing-masing. Ia mengingatkan, kalau Bali tidak memiliki potensi tambang dan potensi alam lainnya yang dapat diandalkan sebagai pendapatan asli daerah. Menurutnya, Bali hanya memiliki keunikan budaya yang menonjol, sehingga dapat memajukan industri pariwisatanya. Untuk itu ia mengajak semua komponen untuk bersama-sama terus memperkaya diri dengan berbagai keterampilan dan kemampuan, sehingga dapat memenangi persaingan di era global ini. Sehubungan dengan acara Pesamuan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi, Gubernur mengimbau, agar Pesamuan Agung dapat merumuskan suatu program kerja yang dapat menjawab tuntutan jaman, sehingga dapat mendukung eksistensi generasi Bali selanjutnya.

Dalam menghadapi masa-masa yang semakin sulit di masa mendatang, Gubernur menyebut beberapa persoalan yang tengah di hadapi masyarakat Bali saat ini. Di antaranya, semakin menonjolnya sikap individualis warga masyarakat yang mengubah tatanan masyarakat sosial religius seama ini. Untuk itu Gubernur berharap kepada para Sulinggih untuk tidak henti-hentinya di dalam membimbing umat, selain memberikan bimbingan agama, hendaknya juga turut aktif mendorong terciptanya ketertiban sosial masyarakat. Sebab Gubernur yakin, jika soliditas intern krama Bali benar-benar kompak dan kuat, maka niscaya akan mampu mewujudkan masyarakat Bali yang shanti dan jagadhita.

Gubernur juga menyinggung imbauan dari semeton Pasek yang selama ini sering mendengung-dengungkan adanya kesetaraan. Menurut Gubernur, mungkin seruan ini dilontarkan oleh semeton Pasek, karena selama beratus-ratus tahun merasa termarginalkan. Namun, kata Gubernur, untuk layak dianggap setara, maka semeton Pasek tidak boleh berdiam diri, melainkan harus giat memajukan diri, sehingga mampu menunjukkan kualitas yang memang setara. Sekali lagi, jalan untuk memperbaharui kualitas itu adalah meningkatkan kuaitas SDM, sehingga mampu menghadapi persaingan di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.

Konsentrasi Pembinaan SDM
Prof. Dr. I Wayan Wita, Sp Jp, selaku Ketua Umum MGPSSR Pusat, dalam sambutan sebelumnya menyatakan, bahwa di masa-masa mendatang organisasi ini akan lebih berkonsentrasi pada pembinaan SDM, mengingat pembangunan fisik seperti gedung sekretariat dan pembangunan fisik lainnya sudah dipandang cukup. “MGPSSR ingin menjadi organisasi dengan SDM yang kuat dan modern,” sebutnya. Sepanjang tahun 2012 ini pihaknya mengatakan telah mengadakan peremajaan pengurus di sejumlah kabupaten, berhasil membentuk seka gong wanita “Gita Swari”, menyelesaikan diklat calon Pandita yang bekerjasama dengan PHDI dan IHDN Denpasar, dan melakukan padiksan sejumlah sulinggih. Hingga tahun 2012 semeton Pasek sudah memiliki 204 sulinggih lanang-istri atau sekitar 400-an sulinggih.

Prof. Wita dalam kesempatan itu juga menyinggung daya adaptasi masyarakat Bali yang masih perlu dikaji. Misalnya ia mencontohkan, rencana membuat jalan layang menimbulkan polemik dan dipersalahkan, demikian juga pembangunan jalan di bawah tanah juga dipersoalkan, dan kalau tidak ada jalan juga salah. Keluhan Prof. Wita itu tentu mengundang tawa para hadirin yang terdiri dari pengurus MGPSSR seluruh kabupaten/kota se Bali dan sejumlah undangan. Untuk itu, pihaknya mengajak semua komponen masyarakat Bali untuk mau beradaptasi, karena bagaimanapun perubahan yang menimpa Bali tak dapat dielakkan, sehingga kita harus bijak-bijak menyikapinya.
(Putrawan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar