Made Sudarsana
Dunia usaha merupakan wujud sewaka atau pengabdian umat kepada Sang Pencipta melalui pelayanan kepada sesama umat manusia. Tanpa memiliki motivasi sewa, orang akan menjadi tinggi hati, angkuh merasa merajai lingkungan dan sebagainya. Bukankah dalam dunia usaha pembeli, pelanggan serta pengguna jasa adalah raja? Sedangkan pengusa itu sendiri sebagai pelayan. Jika ide ini terbalik maka pengusaha itu siap untuk menerima resiko.
Dalam cerita spiritual kitab Hitopadesha, yang merupakan cabang-cabang ajaran Weda disebutkan "Vidya dadati vinayam, vinayadyati patratam, patratvad dhanamapnoti, dhanaddharmam tatah sukham.” Artinya: Pengetahuan memberikan ketundukkan hati. Ketundukkan hati memberikan kelayakan karakter. Selanjutnya karakter yang baik akan mendatangkan harta kekayaan, dan dari harta benda yang didapat dengan dharma akan mengantarkan orang mencapai dharma itu serta berbagai kebajikan, setelah itu barulah orang akan mendapatkan kebahagiaan yang sejati.
Pengusaha sangat memerlukan pengetahuan serta keterampilan (life skill). Pengetahuan, keterampilan, kecerdasan tanpa disertai dengan ketundukkan hati (rasa sewanam). Ketundukkan hati akan menjadikan seseorang memiliki karakter yang kuat (metaksu). Dengan metaksu inilah merupakan gerbang untuk pencapaian tujuan-tujuan luhur berikutnya. Dengan demikian sebagai umat manusia (makhluk Tuhan) dalam berbagai swadharma, pekerjaan, mata pencaharian hendaknya memiliki sikap penyerahan diri kepada Yang Kuasa, dengan jalan yang mudah membingkai kehidupan serta proses usahanya dengan kegiatan spiritual. Melalui kegiatan ini kita akan selalu bersama Tuhan dalam segala aktivitas, selalu dibimbing untuk mencapai tujuan. Jelasnya aktivitas spiritual bukanlah hanya milik rohaniawan saja. Aktivitas Spiritual bukan melarang untuk melakukan kegiatan duniawi yang berlandaskan dharma itu sendiri.
Kemudian berupa apa kegiatan spiritual yang dapat dilakukan oleh para pengusaha (calon pengusaha itu)? Secara empiris praktis dapat dilakukan dalam berbagai langkah: Langkah awal persiapan selain persiapan materi, fisik, SDM pengelolaan. Secara religi maupun spiritual, hendaknya dipersiapkan juga hal-hal seperti tempat suci, ista dewata yang dipuja sebagai pengayom, pemberi keselamatan, penolak bala (kekuatan negatif), baik nyata maupun gaib. Serta penempatan simbolis-simbolis manifestasi-Nya yang tepat dan berjiwa. Sangat disayangkan penempatan simbolis Yang Kuasa hanya merupakan hiasan biasa, serta tidak pada tempatnya. Sebagai contoh, penempatan patung Ganesha tidak pada tempatnya. Penempelan keramik lukisan Radha Krisna Govindha/Krisna Gembala di depan kamar mandi, dan sebagainya. Hal ini selain dapat dikatakan pelecehan, akan dapat merupakan awal bencana.
Langkah pelaksanaan, proses usaha selain dikelola secara managemen yang tepat, secara spiritual dapat dilakukan dengan doa-doa penyerahan diri serta semua usaha itu kepada Beliau, Sang Pencipta yang mengatur segala kegiatan ini. Selanjutnya, langkah pensyukuran, ucapan rasa angayu bagya, atas berkah serta wara nugraha-Nya.
Dengan demikian, kegiatan usaha merupakan kegiatan yang mulia. Sewanam (pengabdi) kepada sesama, serta yang Kuasa untuk menciptakan tujuan kehidupan yang sejati, kesejahteraan lahir dan bathin. Terakhir sebagai penguat iman, pengabdi Tuhan yang mulia, bijak dikutipkan ayat suci Bhagawad Gita Bab VII.16.
Catur – Vidhā bhajante mām
Janãh sukrtino 'rjuna,
Ārto jijñasur arthārthi
jñani ca bharata sabha
Ada empat macam orang yang baik hati memuja kepada-Ku, wahai Arjuna, (yaitu) mereka yang sengsara/menderita, yang mengejar ilmu, yang mencari harta dan mencari kebijaksanaan wahai Arjuna.
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar