Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Sabtu, 27 Oktober 2012

TRADISI WEDA MENGUATKAN JATI DIRI

Oleh Ketut Wiana

Perdebatan Bali sentris atau India sentris seyogianya tidak terjadi apa bila pemahaman akan konsep penerapan ajaran Hindu itu dipahami secara mendalam dan tuntas. Tujuan Weda disabdakanTuhan bukan untuk menghilangkan identitas ciptaanNya. Weda disabdakan justru untuk menguatkan dan mengeksistensikan identitas jati diri semua ciptaanNya untuk memberi makna atas kehadiranya di bumi ini.

Keberadaan alam dan manusia di bumi ini berbeda-beda, baik kwantitas maupun kwalitasnya. Manusia yang kembar saja tidak ada yang persis sama, apalagi manusia dalam kehidupannya bersama dalam suatu sistem sosial tertentu. Mereka yang satu suku atau satu ras saja tidak ada yang selalu sama dalam segala hal.

Penerapan ajaran suci Weda di muka bumi ini bukan untuk membuat manusia dan masyarakat menjadi seragam dimana Weda dianut. Bukan pula untuk menghilangkan perbedaan yang merupakan kodrat alami ciptaan Tuhan. Penerapan Weda tidak dengan menihilkan apa yang ada di muka bumi ini.Weda disabdakan justru untuk meningkatkan aspek purity atau kemurnian dari apa yang tercipta. Tanah, air,udara, panas dan ether terlindungi tak tercemar kemurnianya.

Dengan demikian kelima unsur alam utama itu dapat berfungsi dan bereksistensi untuk berkontribusi sesuai dengan posisinya menurut Rta atau hukum alam ciptaan Tuhan. Demikian juga Weda diamalkan oleh manusia justru untuk menguatkan eksistensi diri manusia itu sesuai dengan swadharma-nya masing-masing.Weda menjadikan Brahmacari, Grhasta, Wanapratsha dan Sanyasin semakin eksis sesuai dengan swadharma atau sesana-nya masing-masing. Demikian juga Brahmana menjadi Brahmana yang sista atau ahli. Ksatriya,Waisya dan Sudra Varna-pun mejadi semakin eksis sesuai dengan dharma-nya masing-masing.

Weda memang turun disabdakan di India, namun demikian tidak ada suatu keharusan umat Hindu di luar India harus seperti di India. Abad ke 4 M, Weda dianut di Kalimantan. Kemudian Hindu dianut di Jawa, terus ke Bali dan menyebar ke berbagai wilayah di Nusantara bahkan sampai keluar Nusantara. Proses penyebaran Hindu di berbagai wilayah tidak meng-India-kan wilayah tersebut. Kalimantan dibangun menjadi Kalimantan yang semakin bernialai plus. Di Kalimantan ada peninggalan Yupa Yadnya dan ada Upacara Tiwah bagi Suku Kaharingan di Kalimantan seperti Upacara Atiwa Tiwa dalam Pitra Yadnya di Bali.

Selanjutnya di Jawa, agama Hindu mengangkat berbagai potensi Jawa, sehingga Jawa yang bernilai lebih.Dari Jawa Barat sampai Jawa Timur terbentang berbagai bangunan spiritual Hindu, seperti candi-candi tempat pemujaan Hindu, karya Sastra Hindu seperti majunya kesusastraan Jawa Kuno merekam berbagai nilai-nilai suci Weda ke dalam Kesusutraan Jawa Kuno.

Demikian juga setelah agama Hindu dianut di Bali, berbagai potensi Bali dieksistensikan oleh Agama Hindu, sehingga adat istiadat Hindu pun di Bali menjadi adat istiadat yang adi luhung. Hal ini sangat jelas terekam dalam berbagai kepustakaan dan arsitektur spiritual Hindu di Bali. Ini artinya, Kalimantan, Jawa, Bali dan daerah lainya tidak di-India-kan. Bali justru lebih di Bali-kan oleh agama Hindu. Kalau ada hal-hal yang positif di mana pun asalnya, tentunya sah-sah saja diambil untuk menguatkan dan memperkaya adat istiadat Hindu setempat, asal tidak menyimpang dari Tattwa-nya, Weda kitab suci Hindu.

Karena itu wacana India sentris maupun Bali sentis tidak perlu membuat umat Hindu saling mencurigai. Adanya akulturisasi kebudayaan termasuk kebudayaan yang dijiwai oleh Agama Hindu tidak perlu dirisaukan dan dibuat berdikotomis. Apalagi dalam jaman kemajuan teknologi komunikasi. Meskipun demikian lembaga yang mengurusi bidang keagamaan ini tetap berkewajiban untuk mendorong terciptanya iklim berbudaya dan beradat istiadat Hindu yang damai dan toleran. Dengan demikian Hindu akan meng-India-kan India, menjadi India yang lebih baik, Jawa menjadi Jawa yang semakin baik, Bali menjadi Bali yang semakin baik dan mulia.

Artinya, Hindu akan menjadikan alam dan masyarakatnya semakin mampu berkontribusi pada kehidupan ini dimanapun Hindu itu dianut. Seperti kehidupan manusia dalam masyarakat akan hidup untuk saling membantu. Tetapi bantuan itu tidak menghilang kan identitas masing-masing. Justru saling memperkuat identitas masing-masing daerah termasuk masyarakatnya. Brahmana berkontribusi pada Ksatriya agar para Ksatriya itu menjadi semakin mampu melaksankan swadharma-nya sebagai Ksatriya. Demikian juga terhadap Catur Varna yang lainya. Demikian juga hubungan unsur-unsur antara Catur Asrama hidup saling memperkuat identitas masing-masing Asrama sesuai dengan swadharma-nya. Brahmacari Asrama diperkuat oleh Grhastha Asrama demikian juga Asrama yang lainya saling memperkuat berdasarkan konsep Hindu.

Penerapan inti sari Weda agar sukses atau disebut Dharma siddhiyarta dalam Manawa Dharmasastra VII.10 harus diterapkan dengan lima dasar pertimbangan. Lima pertimbangan itu adalah Iksha, Sakti, Desa dan Kala, mengemas Tattwa Weda yang Sanatana Dharma itu. Iksha adalah pandangan masyarakat setempat, di mana Weda dianut. Sakti artinya kemampuan, Desa artinya norma suci yang berlaku di daerah setempat dan Kala artinya waktu. Di setiap daerah memiliki Iksha, Sakti, Desa dan Kala yang berbeda-beda dengan mengemas Tattwa Weda yang sama. Weda itu diterapkan dengan kemasan luar yang berbeda-beda. Karena itu Hindu dimanapun berada, maka kemasan luarnya akan berbeda-beda, tetapi intinya tattwa-nya sama.

Dari pedoman Sloka Manawa Dharmasastra tersebutlah kita bisa pahami, bahwa dalam pemahaman Hindu tidak perlu ada istilah meng-India-kan Bali atau sebaliknya mem-Bali-kan India, demikian seterusnya. Justru Hindu menjaga keraneka ragaman tersebut, karena bahasa Weda adalah Bahasa Sansekerta atau disebut Dewa Wak artinya sabda suci dari Tuhan. Tidaklah tepat setiap yang menggunakan bahasa Sansekerta disebut keindia-indiaan atau setiap yang menggunakan bahasa Bali disebut kebali-balian. Janganlah kita menghabiskan waktu, pikiran dan tenaga untuk hal-hal yang kurang tepat, padahal banyak hal yang semestinya kita kerjakan untuk membangun umat Hindu dengan keyakinan Hindu mewujudan hal-hal yang berguna, seperti membangun kesehatan, kesejahtraan dan memperhatikan kesejahteraan alam lingkungan kita dengan dorongan ajaran Hindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar