Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Kamis, 26 April 2012

Sekuntum Bunga Cinta Drupadi Buat Arjuna

Luh Made Sutarmi

Desau angin dingin dan rintik-rintik hujan membasahi bumi di malam itu. Kedua fenomena alam itu seakan menjadi saksi bisu di pelataran ruang suci, tempat dilakukan peringatan puja, untuk memperingati mokshanya sang maha guru agung yang tidak sempat mendidik Arjuna sebagai ayah, yang dalam sketsa benaknya, adalah memberikan pencerahan dan pusat kerinduan abadi. Hyang Bhatara Pandudewata, telah menjadi pusat meditasi hati Arjuna, hari itu. Sebab tepat di panglong ke empat belas di sasih ketiga itu dilakukan prosesi untuk memohon tirta. Tirta dengan pendekatan ajaran agung Raja Yoga, diyakini dapat menularkan kebahagian, kesucian dan kedamaian.

Di bingkai itu, vibrasi jiwa kstaria pusat pencerahan roh suci itu, seakan kembali menyatu dalam remang dan cahaya jyotir, bau wewangian dupa terus mengulum atap, memberikan pencerahan bathin, sebagai aroma terapi yang suci, puja mantra pengastawa para pundit menggetarkan kalbu setiap insan yang khusuk gemerusuk menunggu berkah. Inilah ruang dan waktu, yang selalu hadir sebagai wahana suci sebagai bentuk renungan suci’ bahwa kehadiran sosok dalam ranah semesta tak pernah terpikirkan untuk menggetarkan jiwa siapa pun yang mau mendekatkan asanya pada-Nya. Yang hadir dalam bentuk keagungan yang tak terlukiskan dari” Atma Budi Denta” Yang maha suci dan tak terpikirkan untuk menggapai kebahagiaan abadi. Kekuatan itu bisa hadir dalam setiap ranah, setiap elemen dan juga setiap kisi-kisi sang waktu. Di koridor itulah Arjuna sebagai sosok yang penuh asa kebaktian hatinya lumer, jiwanya tumbuh mekar untuk memaknai cinta yang agung dalam wajah yang suci.

Saat itu, Drupadi, sosok pemotivasi suami juga hadir. Kondisi itu melahirkan kerinduan yang dalam. Pertemuan itu singkat dan kemudian dia berpisah, sebab Arjuna hendak mencari ilmu, untuk menggapai cita-cita membela orang yang dicintai, bangsa yang dicintai dan negara yang juga sangat dicintai Arjuna. Renungan kali ini, mengungkap perasaan Drupadi yang merindu, untuk keberangkatan Arjuna ke kahyangan, selama setahun.
***

Arjuna menatap wajah Drupadi, senyuman bibir yang manis selalu mengiang di benak Arjuna.Cinta memang membuat mereka saling merindu, dan juga saling merasakan berbagai getaran yang kin tak teratur di dada mereka. Drupadi saat itu kelihatan sangat menawan hati, rambutnya yang pirang, matanya bulat, hidungnya yang mancung, giginya yang rata, dan senyumannya yang manis membuat dirinya anggun dan penuh pesona. Hati Arjuna ibarat ikan terkapar mengelepar di kepanasan cinta.

“Drupadi, jiwaku benar-benar terpaut dengan dirmu, aku selalu ingat denganmu, bisakah aku belajar dari para dewa di kahyangan, bila konsentrasi belajarku, terpusat padamu?” Drupadi tersenyum, “Kanda Arjuna, aku tidak mengerti mengapa engkau jatuh cinta padaku, padahal aku merasa, wanita yang biasa saja, Aku juga khawatir di kahyangan ada banyak bidadari cantik disana?”

Arjuna berkata, “Aku jatuh cinta pada hati, vibrasi hatimu sungguh menawan, kecantikanmu sungguh sempurna di mataku. Drupadi, tataplah wajahku, adakah tanda dalam mataku aku akan mengkhianatimu, adakah kerling di mataku, aku mudah jatuh cinta, aku selalu bisa membedakan kecantikan itu bukan datangnya dari mata, dia berada di beranda hati ini, Drupadi.”
Drupadi bercerita tentang kisah pertemuannya pertama dengan Arjuna. ”Kanda Arjuna, beberapa tahun silam, ketika Ayahku menggelar sayembara, engkau datang ikut, berpakaian seorang brahmana, aku ingin berguru padamu, engkaulah guru idolaku, aku berdoa semoga engkau memenangkan sayembara ini. Akhirnya benar juga. Kakanda Arjuna memenangkan sayembaran ini. Tak lama berselang, Aku sedih karena cintaku harus berbagi, karena kalian mengikuti orang tua kalian, apa yang didapatkan harus dibagi dengan saudara yang lain, celakanya, yang didapat adalah aku, seorang wanita, maka aku harus berdamai menjadi istri saudaramu. Oh... inilah kehidupan.”

Dalam perasaan sedih itu, Pandu Dewanata, yang sudah menjadi Hyang Bethara hadir di hadapan mereka untuk memberikan nasehat-nasehat tentang kehidupan, moralitas dan etika. Melihat roh ayah mereka hadir, mereka memberi hormat, dan sembah sujud dengan takzim. Arjuna berkata, ”Guru, engkau adalah guru rupaka kami, kehadiranku karena engkau bercinta dengan ibu Kunti, kemudian aku lahir atas namamu. Hatiku gundah, sebab aku sebentar lagi berpisah dengan orang yang aku sayangi, walaupun suami-suami yang lain telah berjanji setia untuk menjaganya, namun hatiku tetap tak bisa tenang, khawatir akan keselamatan orang yang aku sayangi, mengapa Tuhan menciptakan cinta yang seperti ini?”
Pandudewa berkata, "Demi siapakah engkau mencintai Drupadi? Suami mencintai istri bukan demi sang istri. Ia mencintai istrinya demi dirinya sendiri. Kita mengira bahwa ibu mencintai anak demi si anak, tetapi tidak demikianlah halnya. Ia mencintai si anak demi dirinya sendiri. Orang mengatakan bahwa guru mencintai muridnya demi si murid, tetapi sebenarnya ia mencintai murid hanya demi dirinya sendiri.”

Arjuna kaget, dia tersipu malu, sebab selama ini, cintanya untuk Drupadi sebenarnya agar dia selalu dekat dengan Drupadi. “Lalu apa arti semua itu, Guru?” kata Arjuna heran.
“Ilustrasinya bisa engkau dapatkan pada kisah seorang bhakta mencintai Tuhan, tetapi ia mencintai Tuhan bukan demi Tuhan; ia mencintai-Nya demi dirinya sendiri. Namun, Tuhan mencintai pengabdi hanya demi pengabdi, bukan demi Diri-Nya. Sebabnya ialah Tuhan tidak mempunyai rasa perbedaan, rasa perseorangan bahwa sesuatu adalah milik-Nya dan yang lain adalah bukan milik-Nya.”

“Aku paham Guru, Aku sangat mencintai Drupadi, demikian juga Drupadi sangat mencintai diriku, Aku tidak tahu apakah Drupadi juga memiliki cinta yang sama pada suami yang lain?” kata Arjuna.”

Hyang Bhetara Pandu berkata: Drupadi, engkau seorang istri, yang pengabdianmu pada keutuhan keluarga sangat termasyur. Laku spiritualmu adalah menggunakan bahasa hati, yang suci dan murni. Engkau terkenal merawat Ibu Kunti (mertuamu) dengan kasih sayang, engkau telah memahami bahwa melayani orang lain seperti ayah dan ibu kandungmu sendiri. Pesanku padamu, bila terdapat rasa perbedaan dan rasa perseorangan akan timbullah sifat mementingkan diri sendiri dan rasa keakuan serta kempeilikan. Tetapi Tuhan tidak terbatas pada satu wujud, Tuhan tidak memiliki egoisme; Ia tidak memiliki perasaan yang terpisah mengenai "Milikku" dan "Milikmu". Karena itu, ketiga langkah ini: "Bekerjalah untuk Aku", "Semata-mata demi Aku!", "Berbaktilah hanya kepadaKu!" semuanya diberikan demi kepentinganmu. Petunjuk ini akan melenyapkan semua sifat egois dan membantu engkau mencapai tujuan. Sayang sekali tidak banyak orang yang dapat memahami kebenaran agung di balik pernyataan ini.

Drupadi merunduk dia memahami hatinya, selama ini Arjunalah yang dia cintai, merindukannya dengan sepenuh hati. Pandudewa berkata, ”Arjuna dan Drupadi, jiwamu telah terikat cinta, engkau keduanya saling membutuhkan dan saling ingin membahagiakan. Padahal Drupadi bukan milik Arjuna, dia dimiliki oleh suami yang lain. Pesanku pada Arjuna: kurangilah beban yang harus engkau bawa dalam perjalanan kehidupanmu. Ingat, semua yang bukan ‘engkau’ adalah beban. Engkau bukanlah badanmu, jadi badanmu itu sendiri adalah salah satu beban juga. Pikiran, indera, kecerdasan, angan-angan, keinginan, rencana, prasangka, ketidakpuasan, kesedihan adalah barang-barang yang membebani. Buanglah semua itu segera, sehingga akan membuat perjalananmu lebih ringan, aman dan nyaman.”

Drupadi tersenyum, bahagia, dia ingin melepaskan suaminya menuju kahyangan untuk menggali ilmu di negeri para dewa. Ilmu untuk bekal perang besar Mahabarata. Walaupun Gurunya menghendaki aku harus adil teradap suamiku, namun Drupadi tidak mampu membohongi perasaan hatinya, dia sebenarnya hanya mencintai Arjuna. “Demi perasaan cintaku untukmu, aku tetap memberikan bunga hatiku hanya padamu. Walaupun membedakan merupakan tindakan dosa, namun aku tetap lakukan karena cinta sejatiku hanya padamu kakak Arjuna, “ Desah Drupadi lirih. Om Gam Ganapataye namaha*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar