Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Selasa, 14 Februari 2012

BIakas Metali

I Dewa Gede AIit Udayana

Orang Bali mana yang tidak mengenal blakas? Kalau ada, tentu boleh dibilang: luar biasa. Mengapa? Karena benda yang satu ini adalah salah satu perabot yang sangat akrab dengan keseharian orang Bali, terutama bagi mereka yang tinggal di kampung, di desa pakraman.
Bagi sebagian orang Bali yang tinggal di pedesaan, blakas boleh disebut sebagai seselet, semacam aksesoris, bahkan semacam 'senjata' dalam menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari. Kalau boleh dibandingkan secara ekstrim, blakas bagi warga desa mirip perannya seperti pena (pulpen) bagi pegawai kantoran.

Blakas adalah sejenis pisau besar, pendek dan tebal dengan bentuk bersahaja, namun khas. Karena kesahajaannya (blakas) itu, hingga tutur-kata yang sederhana, jujur, dan lugas tanpa tedeng aling-aling kerap disebut sebagai (omong) beblakasan. "Tityang matur beblakasan", demikian kerap kita dengar tutur-sapa seorang warga, yang artinya: "Saya berkata seadanya (tanpa ditambahi atau dikurangi)". Ada juga perabot yang mirip blakas yang dikenal sebagai timpas. Namun timpas ini mempunyai mata pisau yang menggeliat ke arah luar. Memang sengaja dibuat seperti itu, karena penggunaannya yang khusus untuk nabas (meluruskan dan merampingkan) kayu bahan bangunan. Justeru blakas yang hebat untuk tugas lain tidak bisa melakukan tugas seperti timpas ini. Timpas memang dibuat untuk mengerjakan tugas khusus.

Di Bali, blakas digunakan untuk berbagai keperluan kerja, terutama yang terkait dengan keperluan upacara adat dan agama. Mulai dari untuk ngebah tiying (memotong bambu) untuk rompok (bangunan darurat) upacara, membuat katik sate, membuat klatkat hingga untuk merajang bahan lawar. Fungsinya banyak. Dalam kehidupan sehari-hari, blakas juga merupakan "teman" dekat para krama. Dia digunakan untuk memotong saang (kayu bakar) hingga untuk ngengesan nyuh (mengupas kelapa).

Ketajaman blakas sangat ditentukan oleh bahan untuk membuatnya. Krama yang sering berhubungan dengan penggunaan blakas menceritakan, bahwa per mobil (per daun) adalah bahan baku favorit. Kata mereka: becik tur mangan (bagus dan tajam). Selain bahan, hal lain yang menentukan baik-jeleknya blakas adalah kelihaian pande (tukang) pembuatnya. Jangan heran bila di kalangan krama, dikenai pande favorit, misalnya Pande A, B atau C (A, B dan C biasanya merujuk pada nama desa). Entah apa "resep" yang diterapkan oleh si pande favorit hingga beken, belum ditelusuri secara khusus. Membuat blakas juga harus memperhitungkan dewasa (hari baik). Konon, bila tidak diperhitungkan, maka blakas yang dihasilkan akan lumah (tidak tajam) dan bahkan, kadang-kadang, bisa melukai pemiliknya.

Saking dekatnya dengan kehidupan dan keseharian krama di pedesaan (Bali), nama blakas menjadi tidak asing lagi. Bahkan padanya "ditempelkan" satir untuk menyindir orang. Tepatnya sebagai sesawangan, perumpamaan. Umumnya, blakas tidak menggunakan pengikat (tali). Bila blakas sampai menggunakan tali pengikat tentu ada maksud-maksud tertentu dan pemiliknya. Karena bila blakas diraih orang, maka pemiliknya akan segera menarik talinya, hingga orang yang mau mengambilnya terperangah. Berdasarkan cerita seperti ini ada perumpamaan berbunyi begini: cara ngentungan blakas metali (bagaikan menyodorkan blakas bertali pengikat).

Esensi dari sesawangan “Cara ngentungan blakas metali” ini menggambarkan orang yang tidak pernah ikhlas. Sikapnya selalu penuh teka-teki, tarik-ulur, dan bahkan mungkin menjebak.

Bermaksud supaya lebih pas, ada baiknya dikemukakan sebuah contoh. Wayan Lempod, hanya nama rekaan, adalah seorang krama desa, seperti yang lainnya. Sikap Lempod kerap mengundang tanda tanya, tidak pernah jelas, apa maunya. Terkadang sikapnya seolah-olah pro (memihak) sesuatu, tetapi di balik semua itu (di tengah jalan) dia menarik diri. Kata-katanya selalu "bercabang", kerap hanya untuk memancing reaksi orang, seperti apa. Boleh jadi Lempod pas dicap sebagai seorang oportunis, mencari keuntungan sendiri. Lempod dengan sikap yang serba canggung, penuh teka-teki dan sulit dimengerti ini, terlebih ada keinginan terselubung di balik semua sikapnya, di olok-olok sebagai ngelebang

blakas metali. Jelek orang begitu. Orang lain biasanya selalu skeptis terhadap semua tingkah lakunya.

Idealnya, dalam kehidupan bermasyarakat, terlebih dengan teman seiring, bersikap bak nglebang blakas metali sebaiknya dihindari. Ini penting agar orang lain dapat mengetahui apa yang kita inginkan. Dengan demikian orang lain dapat mengatakan ya atau tidak, kalau itu membutuhkan jawaban dan tidak menempatkan teman seiring di wilayah kegamangan, keraguan, abu-abu. Kata orang-orang bijak, sikap yang jelas, akan membantu membangun citra karakter seseorang, apa pun itu. Sebaliknya, sikap yang tidak jelas, tarik-ulur, bak blakas metali itu akan membenamkan kita dalam predikat yang tidak mengenakkan: oportunis, sulit dipercaya
(Dewa Gede Alit Udayana, tinggal di Bangli)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar