Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 18 Januari 2012

Antara Jiwa dan Ketakjuban Arjuna

Luh Made Sutarmi

Air sungai mengalir mencari tempat yang selalu bersahabat dengan dirinya. Daun juga sama, menjulur ke arah datangnya sinar, karena dia mendapatkan kebajikan dengan sinar itu, mendapatkan makna kehidupan. Dalam bingkai itu, orang bijaksana mendidik dirinya untuk mengalir bersama aliran-aliran kehidupan. Bekerja, berusaha, berdoa tentu saja dilakukan. Namun berapa pun kehidupan menghadiahkan hasil, mereka selalu berkata, sambutlah semuanya dengan senyuman. Itu pertanda keikhlasan. Dalam bahasa orang bijak, keikhlasanlah yang membuat kehidupan istirahat dalam keabadian.

Atas pemaknaan keikhlasan itu, jiwa akan bertemu dengan konsep kehidupan mikrokosmos, yaitu Tuhan bersemayam dalam badan kita sendiri. Dalam bahasa Sanskerta, sarira berarti yang mudah binasa, yaitu badan. Tuhan disebut Sarira, yaitu yang tinggal dalam badan yang tidak kekal. Ia disebut juga Dehi, artinya yang mengenakan wujud sementara. Kshetrajña 'yang mengetahui Ksetra' yaitu yang tidak bergerak dan tidak mengetahui dirinya sendiri. Untuk menembus tirai kebodohan yang menutupi kebenaran dirimu, engkau harus berusaha menemukan Tuhan Yang Kekal yang bersemayam cemerlang dalam badan kasarmu. Engkau juga harus berusaha menemukan Tuhan yang bersemayam sebagai dasar segala ciptaan penghuni kelima unsur yaitu, ether, udara, api, air, dan tanah. Dalam renungan kali ini kita ingin mengulas ketakjuban Arjuna saat perang Bharatayuda.
****
Cahaya temaram lampu di padang Kuruksetra selalu hadir membuat jiwa Arjuna gelisah, perang juga semakin berkecamuk, dan belum ada tanda-tanda berakhir. Hati Arjuna gudah mengapa susah mendapatkan menang dalam pertempuran siang tadi. Lalu dia mendatangi Krishna berkata dengan suara agak serak dan sendu. “Kakak mengapa sulit menemukan celah untuk kita mengalahkan pasukan Kurawa di bawah Guru Drona?”

Krishna menjawab: Untuk mendapatkan intan, engkau harus menggali jauh ke dalam tanah. Engkau tidak menemukannya bergantungan di pohon. Begitu pula engkau tidak akan menemukan permata yang sangat berharga ini yaitu Tuhan, tergeletak di luar dan mudah dilihat oleh semua orang. Dengan bantuan ajaran para jiwa-jiwa Agung, engkau harus berusaha mencarinya di dalam dirimu. Badan kita bukan barang biasa. Ia adalah pura Tuhan atau kereta yang membawa Tuhan. Dalam dunia yang boleh dianggap sebagai desa yang besar, Tuhan diarak dalam kereta yang disebut badan (raga) ini. Setelah engkau menghayati itu semua engkau akan mudah mengalahkan Pasukan Kurawa, siapa pun pemimpinnya, semua yang bisa dilihat dengan mata, akan binasa, termasuk Drona, Bisma, Karna dan Duryodana.

“Kakak aku bersedih, dan sering tidak menghiraukan badan ini, padahal dengan tubuh ini perang itu harus terjadi. Bagaimana menjelaskan ini, aku belum mengerti?” Sambil duduk dengan pandangan tajam, Krishna berkata, “Arjuna tidak baik bila engkau tidak mempedulikan badan atau mengabaikannya atau menggunakannya secara tidak pantas atau untuk berbuat jahat. Badan ini harus digunakan hanya untuk melakukan kegiatan yang suci dan tidak mementingkan diri sendiri. Engkau harus menjaganya dengan baik serta menyucikannya dengan menggunakannya untuk melakukan tugas-tugas suci. Sudah tentu badan ini lembam, tetapi di dalamnya hidup aspek kesadaran suci. Badan bisa dibandingkan dengan perahu yang dapat menolongmu menyeberangi lautan samsara 'lautan kehidupan duniawi'. Badan ini tidak kau dapat dengan mudah. Karena kebajikan yang tak terhingga banyaknya dan kelahiran-kelahiran dalam wujud yang lain, engkau dapat memperoleh wujud badan manusia ini. Jika badan tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya, berarti engkau menyia-nyiakan seluruh kebajikan yang telah kau peroleh dalam kehidupan-kehidupan sebelumnya yang tak terhitung lagi banyaknya.”

Sambil tersenyum Krishna mengutarakan janji suci sebagai awatara, “Arjuna, bagiKu engkau adalah bagian dariKu, merupakan kemujuran yang luar biasa bahwa engkau lahir sebagai manusia. Karena itu, perahu suci yang dapat membawamu ke tempat tujuan ini harus digunakan dengan seksama, sehingga dapat menyeberangi lautan samsara dengan selamat. Dalam samudra ini, hidup buaya-buaya yang amat mengerikan, serta berbagai makhluk lain yang menakutkan dan berbahaya bagimu.”

“Kakak aku selalu menganggap pengalaman itu sebagai sebuah kejadian yang menyedihkan, bagaimana ini?” tanya Arjuna.

Krishna menjawab: Sebagian besar pengalaman yang kau hadapi dalam hidup ini lebih merupakan wujud penyakit daripada wujud kebahagiaan. Misalnya penyakit kelaparan, makananlah obat penyakit itu. Bila engkau memberikan makan sebagai obat lapar, maka penyakit itu akan lenyap. Engkau menganggap makan adalah suatu kenikmatan, tetapi sebenarnya adalah obat. Engkau memasak bermacam-macam makanan yang enak dan beranggapan bahwa rasanya memberi kenikmatan, tetapi itu tidak benar. Kadang-kadang obat diberikan dalam bentuk campuran yang mengandung sesuatu yang enak supaya rasanya manis. Demikian pula untuk penyakit lapar engkau mendapat campuran bermacam-macam makanan, tetapi sesungguhnya makanan apa pun juga adalah obat belaka.”

Arjuna sadar, bahwa dirinya telah mendapatkan rahmat yang agung dari penguasa alam, yang lahir dekat dengan dirinya, yakni Krishna, Tuhannya Yoga. Om Gam ganapataye namaha.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar