Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Selasa, 05 April 2011

Sambut Tahun Baru Saka 1933 Umat Hindu Karanganyar Melasti di Tlogo Mandirda

Laporan Nyoman Sukadana

Dalam rangkaian peringatan Nyepi, tahun baru Saka 1933, maka umat Hindu wilayah Karanganyar sejak tahun lalu sudah mulai melakukan melasti setingkat kabupaten di mana ditetapkan sebuah tempat yang diyakini memenuhi syarat. Untuk itu maka pada Minggu 20 Februari 2011 dilaksanakan rapat Pengurus PHDI Kabupaten Karanganyar, Jawa tengah di Pura Pemacekan Karangpandan dipimpin Ketua PHDI Karanganyar, Nyoman Suendi. Pengurus PHDI Karanganyar dan perwakilan umat Hindu yang terbanyak etnis Jawa tersebar di kecamatan-kecamatan: Jenawi, Mojogedang, Ngargoyoso, Karangpandan, Karanganyar Kota, Jaten, Kerjo, Matesih, Tawangmangu, Kebak Kramat, Tasik Madu, saat rapat itu sepakat dan diputuskan untuk melasti di Tlogo Mandirda, Dusun Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar.
Lokasi Tlogo bisa ambil jalur terminal Karangpandan-Tawangmangu sesudah patung semar. Melasti ini sebagai rangkaian perayaan Nyepi/ tahun baru saka 1933 dilaksanakan pada Minggu 27 Februari 2011 di samping termuat harapan, agar umat bisa banyak yang hadir karena hari libur, juga masih dalam sasih Kasanga.

Dipilihnya Tlogo Mandirda sebagai tempat melasti, karena telaga tersebut mata airnya besar, alamnya bagus, serta ada dukungan kerja-sama dengan Dinas Pariwisata Karanganyar untuk menjadikan tempat tersebut tujuan wisata. Bahkan ada pemikiran di tempat tersebut dibangun Pura Beji. Saat ini jalan-jalan sudah diperbaiki dan diaspal. Ada pemikiran juga, bahwa ke depan kabupaten lain atau minimal ex Keresidenan Surakarta (Surakarta, Sukoharjo, Boyolali, Klaten, Sragen, Wonogiri, dan Karanganyar sendiri) merapat ke Karanganyar mengadakan melasti bersama di bawah koordinasi PHDI karanganyar.

Seperti biasa, setiap aktifitas umat di Karanganyar selalu diliput oleh wartawan Koran dan TV local (TATV) dan nasional. Bahkan seperti sudah langganan, mereka selalu minta diinformasikan jika ada kegiatan yadnya. Hal ini merupakan poin penting yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan umat. Di samping itu Dinas Pariwisata Karanganyar sangat mendukung hal ini karena Karanganyar adalah Kota tujuan wisata.

PROSESI MELASTI
Pagi-pagi sekali pada Minggu, 27 Februari 2011, sekitar jam 06.00 pagi, umat yang bertugas mempersiapkan segala sesuatu terkait dengan melasti, seperti tempat pemujaan, tempat sesaji, dan sesaji baik berupa sesaji kebiasaan umat Jawa maupun umat etnis Bali, sudah siap melaksanakan tugas. Sarana upakara, seperti banten, sajen sebagai wujud persembahan diusahakan sesederhana mungkin sebatas yang bisa dilakukan umat, sedangkan kekurangannya anti dilengkapi dengan puja mantra Pemangku.

Sajen Jawa yang disiapkan, seperti: cok bakal (sejenis segehan Panca Warna-namun putih semua), juga ada tumpengan, dan segala buah, dipadukan dengan banten umat yang biasa dilakukan di Bali, seperti pareresik (Byakaon, Durmenggala, Prayascita, Pengulapan-pengambean). Bahkan Prayascita sudah dibuat oleh umat Jawa dan terlihat serasi dan harmonis dalam kesederhanaan. Semua ini lebih bersifat menuntun dari tataran bawah sebatas yang mereka mampu lakukan dan paham maknanya.

Belajar dari acara persembahyangan besar-besaran dulu di Candi Ceto dengan dana milyaran dan dilakukan sekelompok umat yang dikhawatirkan hanya prestisius (Rajasika Yadnya) padahal umat di sana kehidupan ekonomi masih banyak di bawah garis normal. Karena itu, perlu ditiru tindakan umat lewat media yang telah membantu ekonomi riil masyarakat dengan bantuan kambing, dan lain-lain. Perlu juga bantuan buku-buku dan dharma wacana/dharmatula, juga hal akte perkawinan terkadang masih ada ganjalan. Jadi ekonomi dan spiritual (yadnya serta Sradha) perlu dilakukan dengan berbarengan dan bijaksana.


Sekitar jam 08.00 umat sudah banyak yang hadir membawa ”Pralingga” dari Pura masing-masing untuk disucikan pada upacara melasti ini. Ada belasan pura di lereng Gunung Lawu yang merupakan wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah yang merupakan kantong umat Hindu asli suku Jawa. Seperti di Kecamatan Mojogedang ada Pura Amertha Shanti dan Pura Sedaleman, kemudian di Kecamatan Ngargoyoso ada Pura Sumber Sari, Pura Jonggol Shanti Loka, Pura Tunggal Ika, Pura Argha Bhadra Dharma, dan Pura Luda Bhuwana. Di Kecamatan Jenawi ada Pura Lingga Bhuwana dan beberapa pura lainnya. Sementara itu, di Kecamatan Karangpandan terdapat Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan dan Parhyangan Sapta Pandita. Pura di Karanganyar ini dibangun setelah mulai bangkitnya umat Hindu ini, jadi bukan peninggalan sejarah seperti: Candi Ceto dan Candi Sukuh.

Perwakilan umat ini yang berjumlah sekitar 3000 orang (umat Hindu etnis Jawa lebih dari 2000 orang) serta Pinandita sekitar 20 orang, siap melakukan pemujaan bersama. Pemujaan melasti dipimpin Jero Mangku I Made Murti (Pemangku Pura Bhuawana agung Saraswati Kampus UNS, juga Wakil satu Bidang tata Agama PHDI Kra), Pinandita Marto (dari Pura Lingga Bhuwana - Jenawi), Jero Mangku Nyoman Sukadana (Pemangku Pura Pemacekan), dibantu sekitar 20 orang Pinandita lainnya.

Puja Pinandita dimulai sekitar jam 09.00 dengan permohonan ke hadapan Hyang Widhi untuk memperoleh tirta amerta pryascita bhuwana agung dan bhuwana alit, sehingga memperoleh kesucian menyongsong tahun baru saka 1933. Setelah semua pemujaan dan persembahan selesai, maka dilakukan larung ke Tlogo sebagai wujud memohon kesucian.

Dalam tradisi Weda, maka konsep Nyegara-Gunung merupakan upacara yang penting di mana Gunung melambangkan purusa (bapak) dan segara (laut, telaga, mata air) melambangkan pradhana (ibu), di mana secara keseharian ibu adalah tempat kita menuangkan segala permasalahan, sehingga kita menjadi tenang dan lega. Prosesi yadnya diakhiri dengan ”ksama swamam” dari pinandita, bahwa pemujaan sudah selesai.

Acara berikutnya adalah sambutan-sambutan yang dipandu oleh Cipto Martono, S.Ag., seorang tokoh umat, dengan sambutan pertama dari Ketua PHDI Karanganyar, I Nyoman Suendi dilanjutkan Darmawacana oleh Sumarno,S.Ag. guru agama Hindu di sekolah Karanganyar kota sekitar. Selesai acara seremonial dilanjutkan persembahyangan bersama dengan Puja Tri Sandhya dipimpin Pinandita Atmo Sentono dari Pura Bhineka Tunggal Ika dan Puja Kramaning sembah dipimpin Jero Mangku I Made Murti, diakhiri dengan nunas wangsuhpada (tirta suci) dilakukan semua pinandita yang hadir. Melasti telah selesai, dan Pralingga dari pura di sekitar Karanganyar sudah diarak untuk kalinggihang di masing-masing pura dan siap menyambut Tahun baru Saka 1933, dengan tenang dan damai. Om Ksama sampurna ya namah swaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar