Renungan oleh Luh Sutarmi
Ungkapan indah tentang cinta selalu hadir bagi mereka yang sedang dilanda cinta. “Cinta sejati tidak pernah berjalan mulus, karena cinta tidak terlihat dengan mata, tetapi dengan hati. Seperti meneguk minuman cinta yang terindah ialah saat kau seduh setetes demi setetes, bukan yang direguk sekali tegukan,” demikianlah ungkapan Bisma pada Dewi Amba yang terus membuntutinya dari belakang, sebab sang Dewi merasa teraniaya selama ini, karena merasa disiasiakan oleh Bisma. Bisma menang sayembara di negeri Kasi, mendapat tiga putri raja, dua putri, yaitu Ambika dan Ambalika menjadi istri adiknya Wicitrawirya, namun Amba, keburu jatuh cinta sama Bisma. Bisma sudah bersumpah untuk tidak menikah seumur hidupnya. Dalam perjalanan kejar mengejar terjadi dialog yang unik antara keduanya,
“Bisma, anda seorang laki-laki aneh dan unik,” kata Amba. “Anda pergi bersayembara namun anda menolak hasilnya. Lelaki terbukti banyak berjanji, tapi sedikit mencintai,” sebut Amba. “Tidak,” kata Bisma, “Aku mencintai bukan pada tataran badan, namun cinta yang lebih tinggi hanya sekedar mencintai manusia,” Bisma berkata dengan bahasa lembut. “Amba, sadarilah bahwa kelahiran sebagai manusia sangat pendek dan cepat, bagaikan pijaran cahaya petir, lagi pula kesempatan seperti ini sungguh sulit didapatkan. Menurutku, waktu yang singkat ini harus engkau pergunakan semaksimal mungkin untuk berbuat bajik dan benar yang akan memutus lingkaran dan putaran kesengsaraan lahir dan mati, dimana kebebasan abadi itu bisa diperoleh.”
“Omong kosong,” kata sang Dewi. “Lalu, bila anda tidak menikah siapa yang mempertahankan tradisi manusia ini? Budaya manusia akan menjadi puing-puing yang dimakan rayap dan membisu,” sergah Dewi Amba. Bisma tersenyum dan berkata, “Dewi Amba, tidak banyak orang yang sadar untuk tidak menikah walaupun dirinya mampu, keinginan untuk menikah dan kawin bersifat spontan, sedangkan menahan asrat menikah perlu tantangan yang hebat dan kuat. Bagiku seorang putra raja menikah itu mudah, menahan untuk menikah perlu usaha besar.” Kemudian Amba menyela, “Apa yang ada dalam benakmu sehingga mampu menahan godaan cinta dan perkawinan?”
“Dewi Amba yang mulia, pertemuan hati tidak harus dilakukan di dunia ini, hati bersatu dalam jiwa agung adalah cara yang mampu melakukan pelayanan pada Yang Maha Memberi, adalah utama. Pesan guruku selalu aku pegang, Mereka yang memanfaatkan kelahirannya hanya untuk mengejar kekayaan, kesenangan, nafsu-nafsu kotor dan rakus, mereka yang tidak melakukan kebajikan di bumi, mereka inilah manusia yang tersesat dan pergi menjauh dari jalan kebenaran. Dan aku ingin berada dalam koridor kebenaran, paling tidak mampu menepati janji dan sumpahku pada ayahku,” kata Bisma menambahkan.
“Keturunan raja sering menikah dan banyak memiliki istri, itulah yang akan meneruskan keadaban dunia, lalu bila engkau tidak memiliki keturunan siapa yang meneruskan pikiran dan semangat pengabdianmu?” Tanya Dewi Amba. Bisma tersenyum, “Dewi Amba, ada tiga hal untuk menjadi sukses, yaitu pertama lebih tahu dari orang lain, dua kerja lebih dari orang lain, dan ketiga berharap kurang dari orang lain. Aku selalu belajar dan bekerja lebih dari orang lain dan berharap sedikit dari perbuatan itu. Aku tidak ingin ada yang mengingatku, namun bagiku orang yang bijaksana adalah orang yang senantiasa melakukan kebajikan dan kebenaran, akan selalu dikenang dan menjadi elemen sejarah peradaban. Orang yang tidak bijaksana adalah orang yang memperoleh kekayaan dengan cara tidak benar; pun mereka yang memperoleh kesenangan dengan cara tidak benar.”
Bisma menambahkan, “Lakukanlah pencarian kekayaan dan kesenangan hanya berlandaskan pada kebajikan dan kebenaran yang pasti akan mengantar ke surga. Hendaknya janganlah melakukan segala macam kegiatan yang bertentangan dengan kebenaran. Manusia sering melalaikan hakekat kebajikan dan kebenaran, sebab bagi mereka sungguh-sungguh sulit untuk dilakukan. Sedangkan kejahatan dan ketidakbenaran bagi mereka sangat mudah dilakukan dan pastilah neraka pahalanya.”
“Bagaimana pendapatmu, apakah dengan mengabaikan cinta engkau dapat mencapai kebahagian?” tanya Dewi Amba kembali. Bisma menjawab tenang, “Kebajikan dan kebenaran adalah sumber dari mana kebahagiaan itu datang; dan barang siapa melakukan kebajikan dan kebenaran, mereka akan senantiasa dilindungi; selebihnya hanya kebajikan dan kebenaran sajalah yang dapat melebur segala macam dosa.”
Bisma menambahkan, “Mereka yang tidak bimbang, yang tetap teguh hati dalam melaksanakan kebajikan dan kebenaran, sesungguhnya mereka inilah orang yang hidup dalam kebahagiaan. Meskipun untuk menyambung hidupnya mereka menjadi pengemis, perkerjaan itu tidak akan membuat saudara, kerabat, dan handaitaulannya menjadi susah dan bersedih hati.”
Dewi Amba terdiam membatu, dengan tatapan yang kosong. Melihat hal itu Bisma bertanya, “Apakah engkau benar menicintaiku? Apakah engkau mencintaiku karena aku tampan atau apakah aku tampan karena engkau mencintaiku? Ketahuilah Dewi, cinta tidak memiliki apapun yang ingin kau dapatkan, tapi cinta memiliki semua yang ingin kau berikan pada orang lain, itulah hakikat cinta Dewi.” Lalu Dewi Amba tersadar akan lamunannya, kata-kata Bisma tentang cinta seakan menembus dada dengan panah cinta yang dahsyat sampai membuat jantungnya berhenti berdegup, ada suara lirih keluar dri bibirnya yang manis. “Bisma, bagaimanapun aku sangat mencintaimu, asaku akan bersatu kembali denganmu dalam kesetaraan jiwa, aku tunggu dirimu dalam damai di tempat yang tidak membuat cinta kita berubah, cinta ku tidak untuk di bumi, sebab sifat bumi selalu berubah, aku bahagia memilikimu.” Mendengar ucapan Amba, Bisma tersenyum, kemudian Dewi Amba pun menghembuskan nafas terakhirnya dalam pangkuan Bisma.”
Om gam ganapataye namaha.
Tweet |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar