Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Senin, 17 Oktober 2016

Ekonomi Sebagai Fondasi Penting Membangun Keluarga Sukhinah

Laporan I Gusti Ngurah Suwimbawa
Bertempat di Hotel Best Western, Kemayoran, Jakarta pada tanggal 24 - 26 Agustus 2016, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kementerian Agama RI  menyelenggarakan Pemilihan Keluarga Sukhinah Teladan Tingkat Nasional. Kegiatan ini diikuit oleh pasangan keluarga sukhinah dari masing – masing provinsi. Adapun tema penyelenggaran pemilihan keluarga sukhinah tingkat nasional ini adalah: “Melalui Pemilihan Keluarga Sukhinah Teladan Tingkat Nasional Kita Wujudkan Kehidupan Sosial yang Harmonis, Damai, Sehat dan Sejahtera.”

Pada kesempatan kali ini peserta keluarga sukhinah Provinsi Kepulauan Riau yang diwakili Drs. I Wayan Catra Yasa, MM dan Ni Made Artini, SST berhasil meraih gelar juara 2. Keduanya berasal dari Kota Batam yang berhasil mengungguli pesaing dari provinsi lain, seperti dari DKI Jakarta, Bali, DIY, Jawa Barat.
Wayan Catra Yasa mengucapkan terima kasih kepada umat Hindu Provinsi Kepulauan Riau atas doa dan dukungannya. Hal ini merupakan awal kebangkitan umat Hindu di Kepulauan Riau, sehingga Provinsi Kepulauan Riau akan dikenal oleh provinsi lain dalam hal pembinaan keluarga sukhinah. Di Kepulauan Riau memerlukan teladan dalam hal pembinaan keluarga sukhinah. ”Kunci dan rahasia menjadi sang juara adalah kerja keras dan mampu menghadapi setiap permasalahan dalam kehidpuan ini di samping juga keteladanan dalam keluarga dan masyarakat. Kita harus mengutamakan pendidikan anak- anak kita,” ujar Wayan Catra.  Ia juga  berpesan kepada keluarga Hindu dan remaja Hindu yang akan melangkah ke jenjang Grhasta Asrama agar mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam membina rumah tangga, sebab tidak mudah membina sebauh kelurga, diperlukan kseiapakn mental, pengetahuan dan sisi keuangan pendukung keluarga. Kita harus mengetahui bagaimana kiat-kiat membina keluarga sukhinah dan membina putra yang suputra. Ekonomi adalah fondasi penting dalam membina keluarga yang sukhinah. Sebuah keluarga akan bisa berjalan dengan baik ketika suami istri mampu mengelola keuangan dan memutar roda ekonomi keluarga. Jangan sampai terjadi keadaan lebih besar pengeluaran dari pemasukan


Harapannya kepada Pembimas Hindu Kementerian Agama dan PHDI Provinsi Kepulauan Riau untuk membuat pola pembinaan keluarga sukhinah yang terpadu dengan memberdayakan seluruh stake holder yang ada seperti Pasraman, WHDI, Serathi banten, Pinandita (rohaniawan) dan PERADAH serta unsur kesehatan (dokter). Pembinaan keluarga sukhinah di Provinsi Kepulauan Riau harus ditingkatkan. Masih banyak persoalan yang dihadapi umat Hindu, sehingga semua stake holder terkait harus bersatu dalam membina umat Hindu. Dari kemenangan ini akan menjadi inspirasi bagi kita semuanya.

”Kita harus membentuk Keluarga Sukhinah Bhawantu yang bisa membina keluarga secara independen, mandiri, tidak tergantung kepada orang lain menuju loka samgraha atau tempat yang damai dan sejahtera. Kedamaian dan pembebasan tidak hanya didapat setelah meninggal tetapi juga semasa masih hidup di dunia,” tegas Catra Yasa. Ia menambahkan bahwa dalam sastra Hindu mengenal ajaran Grhastam Pracarya pradipa. Grhastam artinya membina rumah tangga, Pracharyam artinya menyiapkan diri sebagai orang suci sedang Pradipa artinya mampu menjadi dan memberikan pelita pengabdian dalam rumah tangga untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Pasangan pranikah harus mengusahakan pengurusan di catatan sipil karena akan berpengaruh pada psikologis anak saat mendaftar sekolah baru maka Akta Kalahiran sangat diperlukan. Jangan hanya mengejar kemewahan resepsi pernikahan tetapi hal-hal prinsip seperti pengurusan Akta Perkawinan anak di Catatan Sipil diabaikan.

(Raditya edisi Oktober 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar