Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Selasa, 18 Desember 2012

Perang Bharatayuda Kesedihan Arjuna

Luh Made Sutarmi

Kekuasaan dan kekerasan tak selamanya bisa berpisah, selalu hadir dalam riak-riak kehidupan manusia. Klimaks kenikmatan kekerasan bisa bertaut dengan yang rohani dan spirit untuk menegakkan kebenaran. Walau itu tidak masuk dalam ranah logika dan nalar manusia. Dunia memang panggung yang penuh paradoksal, itulah yang menyebabkan peradaban menjadi hidup. Dalam alam nyata, tak ada satu elemen pun yang sendirian menguasai ruang. Konflik adalah gema dari kombinasi dan kontradiksi yang tak terduga-duga

Konflik batin melanda Arjuna ketika Abimanyu, putra kesayangannya harus mati terbunuh oleh berbagai senjata lawan. Dia dikeroyok oleh banyak kesatria, dan diawali oleh panah Jayadrata. Di sana Arjuna sedih melaporkan kepada kakek Bisma, bahwa penerus Astina telah gugur dengan sangat mengenaskan.

Arjuna, berkata dengan sedih, “Kakek, Anakku Abimanyu telah gugur dikeroyok oleh semua ksatria Kurawa, aku tidak pernah mengerti mengapa dia harus mendahului diriku kakek?”

Kakek Bisma membuka matanya, “Anakku, Arjuna, hapuskanlah air mataku, aku juga bersedih, Arjuna, Siapa yang mengawali membunuh Abimanyu?”

“Jayadrata, kakek?”

“Oh dewata Agung, kenapa aku harus mendengar berita buruk ini?” Kakek Bisma menggeleng-gelengkan kepala menahan rasa sedih. Hanya kepalanya yang bisa bergerak-gerak, karena tubuhnya terbaring tertusuk ribuan panah.

“Ya, Arjuna, besok bunuhlah Jayadrata, jangan sampai dia dapat menikmati malam hari yang penuh bintang, anakku. Pesanku engkau harus teguh pada kekuatan pikiranmu, engkau harus berkonsentrasi penuh anakku. Jayadrata bukan raja sembarangan, dia membawa rahmat Mahadewa dan sumpah ayahnya. Anakku.”

“Lalu apa yang harus aku lakukan, kakek?” Kakek Bisma berkata, “Arjuna yang aku kasihi, pesanku adalah hanya bila engkau dapat menenangkan pikiranmu engkau akan mampu mengatasi nafsu, dan hanya setelah engkau berhasil menguasai nafsu engkau akan mampu mengendalikan amarah. Karena itu, langkah pertama untuk menaklukkan nafsu dan amarah ialah dengan membebaskan diri dari proses berpikir ke hal-hal yang lain. Pikiranmu harus terpusat pada Sri Krishna, Tuhan yang kini sebagai kusirmu, Kusir kehidupanmu.”

“Kenapa demikian kakek?” Tanya Arjuna. Kakek Bisma berkata, “Pikiran itu sarat dengan energi dan hidup, bahkan ia dapat lebih kuat daripada zat atau bahan yang terkuat. Engkau mulai berpikir sejak saat lahir. Bahan yang membentuk pikiranmu sangat halus, bahan itu timbul dari makanan yang kau makan. Karena itu, bila engkau hanya makan makanan yang suci engkau akan memperoleh pikiran yang suci. Bila seseorang dipenuhi dengan pikiran yang suci, segala tindakannya akan suci, dan kata-katanya pun akan suci. Pikiran suci itu ibarat pisau atau pedang yang tajam. Engkau dapat menggunakan pikiran yang baik ini untuk mencari pikiran jahat, perasaan jahat, serta perbuatan yang jahat dan kemudian menghancurkannya. Ya aku telah merasakan dalam hidupmu, telah mampu melakukan semua itu.”

Kakek Bisma melanjutkan, “Anakku Arjuna, engkau telah mendapat pencerahan dari Sri Krishna. Engkau juga telah mendapat wejangan bahwa pikiran dan proses pikiran merupakan wujud manas. Jika pikiran diarahkan kepada keduniawian dan hal-hal yang berhubungan dengan itu, maka proses pikiran terarah kepada kekayaan dan harta benda, karena inilah yang mendasari kehidupan dalam dunia yang kasat mata.”

“Kakek, aku berperang adalah untuk menegakkan kebenaran, sesuai amanat Krishna, untuk menumpas kejahatan,” kata Arjuna. Kakek Bisma berkata, “Benar Arjuna, engkau menegakkan kebenaran, sebab nama dan ketenaran duniawi, harta benda dan keluarga, semuanya bersifat sementara. Semua itu bisa hilang bahkan pada waktu engkau masih hidup; bencana dan kemalangan dapat mengakibatkan musnahnya nama dan kemasyhuran, harta dan keluarga. Apalagi, tidak ada satu pun dari semua ini yang akan mempunyai hubungan dengan engkau setelah engkau meninggal. Tetapi sifat yang baik, tingkah laku yang baik, pengetahuan atma, dan semua sifat-sifat yang mulia akan membantu engkau menuju Tuhan dan manunggal dengan Dia.”

Kakek Bisma melanjutkan, “Arjuna, kemasyhuran yang sejati tidak tergantung pada keindahan badan atau daya tarikmu. Bukan pula karena kekayaan atau kemampuan fisikmu, melainkan sifat-sifatmu yang baik. Berperanglah esok hari, hadapi Jayadrata, gunakan Brahma tattwa sebagai pelindung gaib, perlindungan yang timbul karena kesadaranmu yang selalu berada dalam prinsip ketuhanan, dalam wujud Sri Krishna.”

Arjuna mengangguk penuh hormat, dan mohon diri, untuk meninggalkan kakek Bisma. Sosok tampan itu berjalan menjauh menyelinap dalam gelapnya malam di padang Kuruksetra.
Om Gam Ganapataye namaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar