Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 19 September 2012

Kata Indah Antara Subadra dan Arjuna

Luh Made Sutarmi

“Suara kehidupanku memang tak akan mampu menjangkau telinga kehidupanmu, tapi marilah kita coba saling bicara barangkali kita dapat mengusir kesepian dan tidak merasa jemu,” desah Subadra dalam keheningan pagi itu. Udara pegunungan yang sejuk dan mentari pagi masih tersembunyi di balik awan, Arjuna menghampiri Subadra yang telah menunggu dari pagi. Arjuna memeluk Subadra dengan pelukan kasih sayang.


Arjuna berkata, “Keindahan adalah kehidupan itu sendiri saat ia membuka tabir penutup wajahnya, engkau terlihat penuh makna. Istriku Subadra, engkau adalah kehidupan diriku sendiri. Keindahan adalah keabadian yang termangu di depan cermin yang terhampar dalam seribu kisah dan esai cinta yang panjang.”

Di dimensi itu, berkelebat sebuah postulat, jika manusia menemukan, bahwa satu prinsip ketuhanan dalam semua aktivitas manusia, maka sama halnnya seperti aliran arus listrik pada bola lampu, kipas angin, kompor listrik dan mesin yang digerakkan oleh daya listrik itu, penyadaran itu muncul secara spontan dalam dawai-dawai sunyi detak jantung dan tarikan nafas. Penghormatan terhadap kehadiran sesuatu yang menggerakan dan yang tidak terlihat, itu adalah prinsip ketuhanan yang tetap ada, dan akan tumbuh pada setiap hati sebagai taman kasih. Kasih yang murni dapat keluar hanya dari hati yang terbenam dalam kedamaian. Kedamaian adalah apa yang setiap orang cari. Semua itu tidak dapat ditemui dari dunia luar penumpukan kekayaan dan tenaga tidak dapat mendatangkan kedamaian. Kedamaian dapat datang hanya dari sumber air kedamaian. Walaupun menunggu membutuhkan banyak hal - iman, keberanian, dan pengharapan. Penantian menjanjikan satu hal yang tidak dapat seorang pun bayangkan. Pada akhirnya. Tuhan dalam segala hikmat-Nya, meminta kita menunggu, karena alasan yang penting.

Di depan taman yang indah terdengar kodok bernyanyi seiring dengan gemercik air pancuran. Subadra bertanya kepada Arjuna, “Kakanda, apakah makna hubungan kita dari aspek cinta dan suasana hati.” Arjuna berkata, “Adinda aku sangat menyadari dirimu, namun engkau belum sepenuhnya menyadari diri ini, sesungguhnya, engkau harus merasa bahwa semua sifat Tuhan terwujud dalam dirimu.” Arjuna menambahkan, “Subadra, wajahmu itu mengingatkan diriku pada gelombang laut pantai selatan, yang merdu bersahutan menyentuh bibir pantai. Perlu kau ketahui, bahwa bunga tidak mekar dalam waktu semalam, Kota Astinapura tidak dibangun dalam sehari. Kehidupan dirajut dalam rahim selama sembilan bulan, cinta yang agung terus bertumbuh selama kehidupan. Kebanyakan hal yang indah dalam hidup memerlukan waktu yang lama, Dan penantian tidaklah sia-sia.”

Subadra berkata, “Kakanda Arjuna, aku sadar bahwa kelapangan hati Tuhan harus menjadi bagian dari diriku. Sifat tidak mementingkan diri sendiri yang merupakan ciri khas Tuhan harus menjadi bagian dari diriku. Cinta kasih Tuhan yang tidak terbatas harus menjadi bagian dari diriku. Jika engkau memiliki perasaan ini, maka engkau mencapai tahap ‘aku dan Dia satu’ dan terjadilah kemanunggalan yang sempurna.

Arjuna memeluk Subadra, “Aku sangat mengashi dirimu Subadra, engkau harus tak putus-putusnya berusaha mencapai perasaan ini; kerahkan segenap tenagamu untuk mencapainya. Kemudian pada suatu hari engkau akan mencapai tujuan itu. Inilah tujuan akhir umat manusia bersatu kehadapan yang ilahi.”

Subadra berucap lirih, “Kadang Tuhan yang mengetahui yang terbaik, akan memberi kesusahan untuk menguji kita. Kadang Ia pun melukai hati, supaya hikmat-Nya bisa tertanam dalam. Jika kita kehilangan cinta, maka pasti ada alasan di baliknya. Alasan yang kadang sulit untuk dimengerti, namun kita tetap harus percaya bahwa ketika Ia mengambil sesuatu, Ia telah siap memberi yang lebih baik.”

Arjuna tersenyum menambahkan, “Makhluk hidup mencapai pemenuhan atau tujuan akhir, hanya bila ia mencapai tempat asal kedatangannya. Bahkan dalam kehidupan duniawi pun engkau dapat melihat usaha yang merupakan langkah tahap demi tahap untuk mencapai suatu tujuan. Saat engkau mendapat berita itu engkau bergegas ke pasar untuk mencari mangga itu dan apakah masih ada yang belum terjual. Ya, benar masih ada. Selanjutnya engkau melihat-lihat mangga itu. Ini memberikan lagi suatu kepuasan, namun engkau belum puas betul. Kemudian engkau menaruh mangga pilihanmu dalam tas dan membayarnya. Dalam perjalanan pulang engkau terus membayangkan mangga itu merasa mujur mendapatkan mangga lezat seperti itu dan ingin sekali merasakannya. Mengapa engkau begitu lama membayangkan buah itu? Karena engkau luar biasa menyukai buah itu dan tingkah lakumu untuk mencari dan mendapatkannya membuktikan betapa cintamu kepada buah itu.”

Subadra mengganguk, dan dengan memeluk sekali lagi Arjuna berbisik, “Engkau akan merasa sangat gembira bila suatu perasaan yang telah lama kau rasakan menggebu dalam hatimu, lalu mewujud dan dapat kau lihat dengan mata jasmanimu. Sebenarnya apa pun yang engkau lihat di luar, selalu hanya merupakan pantulan pikiranmu. Bila engkau mempunyai suatu keinginan, harapan hati yang sangat kuat itu akan kau wujudkan secara nyata. Maka mangga tadi engkau bawa pulang, engkau cuci bersih-bersih, dan kau kupas. Kemudian engkau mulai makan mangga itu dan menikmati kelezatannya dengan sangat gembira. Sekarang juice mangga yang lezat itu bukan lagi sesuatu yang ada di luar dirimu, melainkan telah menjadi bagian dirimu. Dengan demikian engkau memperoleh kesenangan yang besar sekali dan engkau mengalami kebahagiaan yang tak terhingga.
Om Gam Ganapataye namaha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar