Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Rabu, 18 Januari 2012

I Made Dhama: Veteran Perang yang Rajin Mewejangkan Sarasamuççaya

Walaupun dalam kondisi kesehatan yang memprihatinkan, toh semangat veteran perang Kemerdekaan RI, Drs I Made Dhama, MBA, MM tak juga padam. Untuk merayakan hari ulang tahunnya yang ke 84 yang jatuh pada 27 November 2011, dengan diiringi segenap anggota keluarga dan sejumlah karyawan PT. Dirgahayu, ia merayakan ulang tahunnya di Sekolah dasar No 1 Sudimara yang berlokasi di Banjar Klanganyar, Desa Sudimara, Tabanan. Dipilihnya tempat yang berada jauh di pedesaan sebagai tempat merayakan ulang tahunnya adalah untuk mengenang kembali penyergapan para pemuda pejuang terhadap tentara NICA di sekolah tersebut pada 26 April 1946.

Dalam acara perayaan ulang tahun tersebut dihadiri para veteran dari Desa Sudimara dan sekitarnya. Juga Hadir Kepala Desa Sudimara dan guru-guru sekolah tersebut. Made Dhama merayakan hari ulang tahunnya sambil mesimakrama dengan veteran setempat, juga diselingi peluncuran buku biografinya berjudul ‘Dari Medan Perang ke Dunia Usaha: Biografi Drs I Made Dhama, MBA, MM’ yang disusun oleh N. Putrawan, yang dibahas oleh dosen UNUD, Drs. I Wayan Tagel Edy, MS.

Made Dhama yang datang ditemani istrinya, Si Luh Nyoman Sunarti dan anak-anaknya tampak tetap menjaga semangat juangnya. “Meredeka!” demikian pekik rekan-rekannya di halaman SD No 1 Sudimara, manakala Made Dhama turun dari kendaraan dan menuju arena perayaan ulang tahunnya dengan tetap berada di ranjang tidur beroda.

Dengan suara parau, Made Dhama yang pensiunan Manager HRD Hotel Bali Beach Sanur (Kini Grand Bali Beach) dan terakhir menjabat Dirut PT. Dirgahayu ini berusaha bercerita mengenai kisah penyergapan terhadap tentara NICA di sekolah tersebut pada 65 tahun silam. Maklum, ia terkena stroke yang membuat separo badannya tak bisa digerakkan, sehingga nyaris ia menghabiskan seluruh waktunya di tempat tidur saja. Andai pun begitu, keluarganya masih sering mengajaknya jalan-jalan untuk mengurangi suasana jenuh di rumah, tentunya dengan tetap berada di atas tempat tidur khusus itu.

Penyergapan Malam Hari
Melalui buku biografi yang telah dipersiapkan sejak 3 tahun lalu itu, kisah penyergapan tentara NICA di SD Klanganyar berlangsung pada malam hari dapat diketahui dengan rinci. Sebelum tiba di Desa Sudimara, pasukan lewat di Kediri. Saat melintas di sinilah datang sebuah kabar dari pengintai, bahwa ada NICA dengan kekuatan satu regu (15 orang) tengah membangun pos di Sekolah Dasar Kalanganyar, sebelah barat Kediri. Atas informasi tersebut, pasukan memutuskan untuk mengadakan penyelidikan. Setelah menunggu beberapa saat dan dipastikan NICA berada dalam posisi tersebut, para pimpinan lantas berunding. Kesepakatan pun diperoleh, bahwa Kalanganyar harus dijadikan target serangan dengan pertimbangan, karena musuh baru memasuki daerah itu, apalagi baru menempati pos, artinya mereka belum menguasai wilayah dengan baik. Ini berarti bisa memberi nilai kejutan lebih tinimbang menyerbu pos NICA di Tabanan yang telah solid sejak lama.

Pada tanggal 26 April 1946 tengah malam sekolah itu dikurung dari timur dan utara. Dinding sekolah tersebut dibuat dari gedek, anyaman bambu yang dipoles lumpur. Selanjutnya setelah pori-pori gedek tertutup lumpur (luluh tanah), maka terkesan dinding itu mirip tembok, apalagi kemudian dipoles kapur putih. Tak kentara anyaman gedeknya. Dengan kondisi demikian menjadikan posisi NICA dalam sekolah itu berisiko dan menjadi santapan empuk peluru pasukan pemuda.

Untuk sampai pada sasaran para pejuang masih harus berjalan sejauh 1 Km melewati persawahan yang baru saja ditanami padi. Mereka ini terdiri dari Pasukan Denpasar, yaitu Peleton Tiaga dan Sarja Udaya, di pasukan mana Made Dhama ikut bergabung. Sekitar tengah malam, semua bren, sten dan senapan memuntahkan pelurunya dari timur hingga menjadikan NICA yang tertidur pulas, kalang kabut lari keluar sambil membalas tembakan. Karena diserang secara dadakan ini, jelas mereka tak siap dan sejumlah tentara NICA terkapar mati diterjang peluru. Pertempuran ini berlangsung selama 45 menit dan ada 5 NICA pasti kena, karena kelihatan pasti oleh mata telanjang sewaktu mereka keluar dari sekolah tersebut. Jumlah musuh yang tewas mungkin lebih dari itu. Serangan itu segera dihentikan, karena sebelumnya NICA memasang tembakan api ke udara untuk minta bantuan ke pasukan induk di kota Kediri. Saat itu juga telah terdengar truk NICA menderu kian mendekat mengangkut serdadu bantuan. Dari kejauhan mereka sudah membunyikan tembakan-tembakan. Rencana untuk menyerobot senjata musuh yang mati bergelimpangan di halaman sekolah pun urung dilakukan.

Dharmawacana Sarasamuççaya
Usai perang Kemerdekaan, Made Dhama sempat menjadi guru di SD Kramatjati, jakarta, kemudian pindah ke kantor Departemen Pendidikan RI. Sempat pulang ke Bali untuk merintis pembentukan SMA TP 45 Denpasar. Setelah itu kembali lagi ke Jakarta berdinasi di Departemen Veteran RI. Manakala Departemen Veteran hendak dibubarkan, ia dan teman-temannya dikirim ke Jepang untuk sekolah perhotelan selama setahun.

Saat kembali dari tugas belajar, Made Dhama ditugaskan di Hotel Bali Beach Sanur hingga pensiun. Pada masa pensiun ia mengelola usaha keluarga, seperti Money Changer, rent car dan beberapa usaha. Manakala bertindak sebagai direktur utama di PT. Dirgahayu inilah ia rajin memberikan wejangan kepada para karyawannya. Ia dengan teratur mewejangkan Sarasamuccaya kepada para karyawannya setiap purnama usai sembahyang bersama.

Khusus pada hari purnama, acara sembahyang di kantor PT. Dirgahayu diawali dengan kramaning sembah. Setelah itu selesai semua karyawan lantas diajak berjapa Gayatri Mantram sebanyak satu kali putaran (108 kali pengulangan mantra). Setiap karyawan memiliki sebuah kalung japa mala dengan jumlah 108 biji manik-manik yang biasa digunakan setiap purnama. Dan prosesi itu belum selesai hingga di sana, karena setelah berjapa bersama selesai, selanjutnya Made Dhama merasa perlu memberikan dharmawacana kepada karyawannya. Yang diwejangkan dalam setiap dharmawacananya adalah mengupas sloka-sloka Sarasamuccaya. Karena tradisi ini telah ia lakukan selama bertahun-tahun, akhirnya hingga tahun 2007, Made Dhama sudah mewejangkan sekitar 511 sloka Sarasamuccaya kepada karyawannya. “Membuat suatu usaha atau melakukan suatu pekerjaan bukanlah untuk maksud mencari materi semata. Lebih penting dari itu adalah bekerja atau membuat suatu usaha untuk berbuat baik guna menebus dosa,” demikian sebutnya sekitar tiga tahun lalu saat buku biografinya tengah dalam proses disusun. Menurutnya, materi tidaklah boleh menjerumuskan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia usaha, baik sebagai owner atau pekerja. Medan usaha hakikatnya sama dengan medan perang, yaitu sebuah tempat dan kegiatan untuk mengabdikan diri kepada sang pemilik hidup, Ida Hyang Widhi Wasa.

Atas prinsip itulah Made Dhama memimpin PT. Dirgahayu dengan segala suka cita. Tahun 2002 manakala bom meledak di Kuta dan bisnis di Bali dilanda kelesuan membuat banyak hotel, artshop, restoran, termasuki money changer, biro perjalanan gulung tikar. Atau setidak-tidaknya banyak perusahaan mem-PHK karyawannya. PT. Dirgahayu juga merasakan deru badai ‘penghancuran’ itu. Produktivitasnya menurun akibat tamu asing jarang yang datang ke Bali, sehingga otomatis transaksi valuta asing volumenya kecil. Toh demikian, Made Dhama tidak mem-PHK satu pun karyawannya. Berbagai cara dan pilihan lain ia tempuh, asalkan karyawan tidak ter-PHK. Ia membayangkan, jika seorang saja dari karyawannya di PHK, lantas bagaimana kesedihan dan kecemasan anggota keluarga dari karyawan yang kena PHK itu. Bagaimana nasib sekolah anak-anaknya, kebutuhan hariannya, dan sebagainya. Untuk itulah ia bertekad untuk tidak sekadar berpikir menyelamatkan perusahan, tetapi menyelamatkan semuanya: perusahan dan karyawan. Menurut Made Dhama, technical skill dan management skill saja tidak cukup untuk mengendalikan sebuah usaha, tetapi perlu mental attitude. Dengan kemauan baik bersama-sama, maka under conciousness (bawah sadar) bekerja secara mekanis mencarikan jalan keluar dari masalah yang dihadapi perusahaan. Jadi, ilmu kaya menurut Made Dhama bukanlah soal kemahiran mengolah uang dan program-program managemen saja, tetapi pikiran dan mental secara keseluruhan harus dibikin kaya terlebih dahulu. Caranya adalah: berpikir dan bertindak positif. (Putra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar