Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Selasa, 05 April 2011

Sad Kahyangan di Dalam Perda RTRW Bali

Oleh Pandita Mpu Jaya Prema Ananda

Perda RTRW Bali 2009 yang banyak menimbulkan kontroversi di masyarakat, mencantumkan masalah Sad Kahyangan. Seperti sudah diketahui, dalam Perda itu Sad Kahyangan memiliki kawasan suci sekurang kurangnya apeneleng agung setara 5.000 (lima ribu) meter dari sisi luar tembok penyengker pura. Kawasan tempat suci di sekitar Pura Dang Kahyangan dengan radius sekurangkurangnya apeneleng alit setara dengan 2.000 (dua ribu) meter dari sisi luar tembok penyengker pura.
Tulisan ini tidak menyoroti masalah kesucian, hanya soal apa Sad Kahyangan itu. Dalam Perda ini disebutkan, penetapan status Pura-pura Sad Kahyangan dan Dang Kahyangan dilakukan oleh Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari PHDI Bali dan MUDP (Pasal 50 ayat 3). Dalam Pasal 83 Perda RTRW ini dirinci jumlah Pura Sad Kahyangan, yakni ada 10 buah. Pura Dang Kahyangan ada 252 buah tapi tidak dirinci. Nah, dasar penetapan Pura Sad Kahyangan itu disebutkan dalam Perda, didasarkan pada konsepsi Rwa Bhineda, Tri Guna, Catur Lokapala, Sad Winayaka/Padma Bhuana. Kesepuluh pura itu adalah:
1. Pura Lempuyang Luhur (Puncak Gunung Lempuyang di Kabupaten Karangasem).
2. Pura Andakasa (Puncak Gunung Andakasa di Kabupaten Karangasem).
3. Pura Batukaru (lereng gunung Batukaru di Kabupaten Tabanan).
4. Pura Batur (tepi kawah Gunung Batur di Kabupaten Bangli).
5. Pura Goa Lawah (di Kabupaten Klungkung).
6. Pura Luhur Uluwatu (Bukit Pecatu di Kabupaten Badung).
7. Pura Pucak Mangu (di Kabupaten Badung).
8. Pura Agung Besakih (lereng Gunung Agung di Kabupaten Karangasem).
9. Pura Pusering Jagat (Pejeng di Kabupaten Gianyar).
10. Pura Kentel Gumi (di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung).

Pertanyaannya, dari mana Perda ini mendapat rincian Sad Kahyangan terdiri dari 10 pura itu? Padahal dalam Bhisama PHDI Pusat 1994, yang selalu disebut-sebut sebagai dasar acuan dalam menentukan kawasan suci, tak ada mengatur Sad Kahyangan berdasarkan konsep Rwa Bhineda, Tri Guna, Catur Lokapala, Sad Winayaka/Padma Bhuana. Juga tak dirinci Sad Kahyangan itu berjumlah 10 pura. Kalau mengacu ke pasal 50 ayat 3 logikanya masukan konsep itu dari PHDI Bali dan MUDP. Lalu kapan rekomendasi itu diberikan dan apa dasar rekomendasi PHDI Bali atau keputusan MUDP (Majelis Utama Desa Pekraman) Bali? Apakah PHJDI Bali maupun MUDP Bali tak tahu apa itu Sad Kahyangan?

Penggolongan Sad Kahyangan sudah ditetapkan dalam Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu. Seminar ini dihadiri para sulinggih dan pemuka agama Hindu dan hasil keputusan itu sudah dibukukan. Dalam keputusan seminar ini disebutkan, Kahyangan Jagat itu terdiri dari Sad Kahyangan dan Dang Kahyangan. Kahyangan Jagat yang digolongkan Sad Kahyangan mempunyai landasan dasar sebagai berikut:
1. Landasan filosofis: Konsep Sad Winayaka menurut lontar Dewa Purana Bangsul.
2. Landasan Historis: sudah ada sebelum kedatangan Gajah Mada ke Bali tahun 1343 Masehi.

Berdasarkan landasan ini Sad Kahyangan itu adalah Pura Besakih, Pura Lempuyang Luhur, Pura Goa Lawah, Pura Uluwatu, Pura Batukaru, Pura Pusering Jagat. Karena dasar dari landasan itu ada enam pura, makanya disebut Sad Kahyangan. Jadi, sad itu berarti enam, bukan sekedar nama tanpa arti.

Pura Andakasa, Pura Puncak Mangu, Pura Batur, dan Pura Kentel Gumi, tidak masuk dalam landasan dasar di atas, karena itu bukan Sad Kahyangan menurut hasil Seminar Kesatuan Tafir itu. Pura Andakasa dan Puncak Mangu berada dalam konsep Padma Bhuwana maupun Catur Lokapala. Sedangkan Pura Batur masuk dalam konsep Rwa Bhineda sebagai Pradhana dari Besakih yang berstatus Purusha.

Kahyangan Jagat itu menganut banyak konsep, yakni konsep Rwa Bhineda, Catur Lokapala, Sad Winayaka, Padma bhuawa. Sedangkan Sad Kahyangan memakai konsep Sad Winayaka ditambah landasan historis tadi, hanya ada enam pura, karena itu diberi nama Sad Kahyangan.

Ini biar jelas, karena masyarakat kian kritis, nanti anak-anak bertanya: katanya sad itu artinya enam, dalam perda ini kok sad kahyangan menjadi sepuluh kahyangan, kenapa tak disebut Dasa Kahyangan. Lagi pula kita menghormati Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir. Kecuali memang diubah oleh keputusan Seminar Kesatuan Tafsir yang baru, lembaga yang sama kuatnya.

Perda adalah produk hukum, jadi harus jelas landasan hukumnya. Kalau yang dimaksudkan Perda ini memang 10 pura yang kawasan sucinya apeneleng agung, ya, sebut saja 10 pura itu, kalau diberi nama bisa saja Dasa Pura. Yang jelas, jangan sekali-sekali memakai istilah Sad Kahyangan untuk rincian 10 pura itu. Karena Perda tak perlu direvisi (belum lima tahun usianya), dalam Peraturan Gubernur hal itu bisa dikoreksi. Tentu ada dua alternatif koreksian: jika yang dimaksudkan memang Sad Kahyangan, keluarkan empat pura itu (Pura Andakasa, Pura Puncak Mangu, Pura Batur, dan Pura Kentel Gumi), jika maksudnya 10 pura, hapus istilah Sad Kahyangan. Mari kota konsekwen dengan aturan dan keputusan yang ada.

1 komentar:

  1. sebenarnya apa itu landasan filosofis sad Winayaka ? kenapa hanya 6 saja ??

    http://pengawasproyekbali.blogspot.com/

    BalasHapus