Spiritual membahas hal-hal yang berhubungan dengan kejiwaan; rohani; batin; mental; moral. Spiritualisasi adalah pembentukan jiwa; penjiwaan.
Spiritualisme adalah aliran filsafat yang mengutamakan kerohanian; ia menumpahkan perhatian kepada ilmu-ilmu gaib seperti mistik dan spiritisme. Spiritisme adalah pemujaan kepada roh; kepercayaan bahwa roh dapat berhubungan dengan manusia yang masih hidup; ajaran dan cara-cara memanggil roh.
Spiritual, spiritialisasi, spiritualisme, dan spiritisme memerlukan suatu usaha yang metodis, tekun, serta perjuangan yang keras untuk mencapai tahapan ideal sang jiwa sebagaimana dicita-citakan dalam agama. Dalam upaya membentuk jiwa, rohani, batin, mental, moral yang murni diperlukan ketaatan manusia di dalam berpikir, berkata, dan berperilaku, sehingga ajaran agama banyak mengatur tatacara kehidupan, panduan moral dan etika seperti ajaran Yama dan Niyama Brata. Selain berbentuk tuntunan tentang tata cara berperilaku, upaya peningkatan spiritual juga melalui sentuhan mental kejiwaan, yaitu berkaitan dengan eskatologi atau keyakinan akan keberadaan roh selepas meninggal. Dalam eskatologi dalam banyak agama diperkenalkan tentang sorga dan neraka.
Implementasi riil dari konsep eskatologi adalah sebuah pendakian spiritual. Ida Wayan Jelantik Oka menyebutkan bahwa kekuatan orang untuk berbenah yang bersumber dari ketakutan akan neraka sangat besar. Ini adalah modal utama di dalam spiritual. Tanpa kekuatan spiritual seseorang tidak akan mampu berkembang. Demikian diuraikan oleh Anak Agung Raka Asmariani saat mempresentasikan disertasinya berjudul ”Eskatologi dalam Teks Geguritan Atma Prasangsa (Kajian Teks dan Konteks)” di hadapan dewan penguji ketika menjalani ujian terbuka untuk meraih gelar Doktor Ilmu Agama di Gedung Pascasarjana IHDN Denpasar, pada Kamis, 18 April 2019.
Lebih lanjut Asmariani menyatakan, spiritual membutuhkan energi yang besar. Perjalanan batin seseorang membutuhkan energi yang besar, bahkan latihan dasar dari orang berlatih spiritual adalah mengumpulkan energi yang cukup besar (kuat), agar mampu melampaui wilayah fisik ini menuju alam rohani. Dalam hal ini, eskatologi terutama konsep sorga-neraka sangat efektif, sehingga pendakian spiritual bisa dilangsungkan.
Kematian adalah satu hal yang paling ditakuti manusia. Di antara semua rasa takut, maka menghadapi kematian adalah puncak rasa takut manusia. Kematian bersifat riil, natural, imanen, esensial, universal, dan merupakan bagian yang integral dalam kehidupan manusia. Namun demikian tetap saja kematian menimbulkan rasa takut dan kesedihan yang mendalam. Ketakutan menghadapi kematian pada dasarnya hanya merupakan perasaan diri sendiri, karena takut berpisah dengan keluarga dan semua kesenangan dan kenikmatan dunia.
Di hadapan dewan penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. Relin, D.E., promovendus Raka Asmariani menjelaskan lebih lanjut bahwa di dalam Geguritan Atma Prasangsa yang ditelitinya, sorga digambarkan sebagai tempat yang menyenangkan, penuh dengan kedamaian. Sorga digambarkan sebagai tempat yang begitu indah dan taman bunga yang berwarna-warni, penuh dengan berbagai perhiasan yang berharga, penuh dengan wewangian, tempat duduknya disebut dengan padmasana, begitu banyak widyadari yang sangat cantik, dipersembahkan makanan dan perhiasan yang sangat cantik dan indah. Sorga Dewa Indra ini hanyalah dihadiahkan kepada orang-orang yang selalu berbuat baik dalam hidupnya, tidak pernah menyakiti orang lain dan selalu bijaksana dalam menghadapi berbagai permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan.
Sementara itu pada Geguritan Atma prasangsa diceritakan ada roh yang disiksa di dalam kawah yang begitu panas. Dinarasikan hukuman atau siksa neraka yang dialami oleh roh, seperti direbus dalam kawah dan diguling (panggang-red) secara terus menerus sampai asa hukumannya habis barulah sang atma tersebut akan tebebaskan dan akan mengalami kelahiran kembali.
Terdapat begitu banyak ilustrasi siksa roh di alam neraka, di antaranya disebutkan roh yang berjalan di atas titi ugal-agil dimana dibawahnya menyala api yang berkobar-kobar, sementara titi ugal-agil terus bergoyang-goyang yang dapat membuat sang roh tergelincir jatuh ke dalam kobaran api. Konon roh-roh yang jatuh ke dalam api semasa hidupnya di dunia banyak melakukan perbuatan tidak baik, di antaranya senang mencuri milik orang lain, tidak berpegang pada ajaran agama, suka iri hati kepada sesame, dan perbuatan terdcela lainnya.
Geguritan Atma Prasangsa menuliskan mengenai pelaksanaan upacara Ngaben dari yang nista, madya, dan juga utama. Geguritan Atma Prasangsa menggambarkan bahwa setiap orang yang sudah meninggal keturunannya memiliki kewajiban untuk melaksanakan upacara Ngaben yang mana upacara Ngaben memiliki sebuah tujuan mengantarkan/menunjukkan jalan kepada roh menuju Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Beberapa pupuh menjelaskan bahwa dalam setiap pelaksanaan upacara yadnya yang paling penting diperhatikan adalah sarana upacara yang akan digunakan. Jika sarana upacara yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara tersebut tidak ada, maka harus diupayakan untuk ada sesuai dengan kebutuhan yadnya yang dilakukan, karena setiap upacara yang dilakukan harus sesuai dengan ajaran sastra.Jika ada yang melaksanakan upacara yadnya dengan sarana yang kurang, maka pelaksanaan upacara yadnya tersebut akan bernilai sia-sia. Tempat petulangan atau wadah/bade yang mewah bukanlah ukuran yang utama dalam pelaksanaan yadnya, karena kesuksesan upacara yadnya ada pada kelengkapan sarana yang digunakan.
Namn, bukankah dalam Hindu disebtkan kalau atma memiliki sifat-sifat yang langgeng serta tidak bias dilukai oleh senjata, tidak terbakar oleh api, tidak terbasahkan oleh air, tidak terkeringkan oleh angin, kekal abadi, lalu apa makna atma yang dibakar dalam api neraka? Bukankah akan sia-sia membakarnya karena tidak akan membawa penderitaan padanya. Jadi, atma yang disebutkan dalam teks Atma prasangsa lebih mengacu pada pengertian badan halus atau suksma sarira ata disebt citta. Sksma sarira ini masih merasakan sensasi sakit dan nikmat.
Adanya kepercayaan terhadap eskatologi Hindu yang mana perbatan yang baik akan menuntun manusia selalu mendapatkan hal-hal yang baik dalam kehidupan di dunia dan juga dalam kehidupan di akhirat, karena Hindu percaya perbuatanlah yang akan mengantarkan manusia untuk mencapai sebuah tujuan yang sesungguhnya. Begitu pula, jika seseorang selalu berbuat yang tidak baik dalam kehidupannya, maka ia akan mendapatkan siksa neraka, yaot mendapatkan siksaan di dalam kawah goh mka, yaitu sebah jambangan yang berkepala sapi yang berisikan air panas yang terus menerus dipanaskan dan disanalah tempat dari para roh untuk menebus segala kesalahannya. Eskatologi semacam inilah yang memotivasi umat Hindu di Bali untuk ters berusaha berbat baik.
Geguritan Atma Prasangsa yang diteliti Asmariani merpakan sebah teks yang memiliki seorang tokoh sentral bernama Bhagawan Panyarikan yang telah lulus dari pertapaannya, sehingga Bhagawan Panyarikan dapat melakukan perjalanan spiritual menju ke alam sorga dan alam neraka. Bhagawan Panyarikan pun dapat melakukan dialog dengan atma yang dijumpai sepanjang perjalanannya. Bhagawan Panyarikan bertemu dengan Sri Mercukndya, dan kemudian mereka berda duduk bersama berdialog tentang apa yang ditemkan sepanjang perjalanan. Saat tengah berbincang tentang para atma yang dijumpai, Bhagawan Panyarikan kemudian melihat ada atma yang sangat cantik bernama Ni Sri Nandhi. Ni Sri Nandhi inilah yang banyak bercerita menceritakan kehidpannya semasa di dunia yang senantiasa tabah dan sabar menghadapi berbagai kejahatan dan ketidakadilan padanya, tidak mendendam dan memendam kebencian, ia yang selalu berusaha melakukan kebaikan dan tidak terpancing turut melakukan perbatan tercela. Atas perilakunya selama hidp itlah kemudian setelah meninggal Ni Sri Nandhi diberi penghargaan masuk sorga.
Putrawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar