Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Jumat, 15 Maret 2019

Pemujaan Satyanarayana Vrata Oleh Subadra

Luh Made Sutarmi

Sinar yang tampak memerah di ufuk timur, di sebelah gugusan  rumah-rumah itu tampak indah, sebagai kisah yang mengguratkan bahwa banyak kisah  kehidupan yang  memberikan sebuah narasi  yang penuh kekuatan untuk kemegahan  sang jiwa. Sang Jiwa yang diliputi kesadaran abadi, untuk menggapai sebuah titik sentral ‘sat cit ananda’ dalam lika-likunya kehidupan  manusia.

Disana perlu kuasa kekaguman dengan nasehat indah, yaitu orang yang diberkati dengan kasih sejati tidak akan pernah menghentikan kasihnya dalam keadaan apa saja di mana saja, kapan saja, dan dalam kegiatan apa saja. Di terminal itu bisa dikatakan bahwa, seorang manusia sejati dan berbudi luhur keadaannya bagaikan seekor ular yang membuang kulitnya, demikian pulalah orang yang sabar senantiasa meninggalkan kemarahan dari dalam hatinya. Akibatnya, benar adanya, bahwa sebagai manusia, maka kekayaan utama adalah kesabaran hati. Apa gunanya emas permata dibandingkan dengan kesabaran, sebab hanya kesabaran saja yang bisa menasehati orang dari kesesatannya, sedangkan emas dan permata hanyalah bagian dari bongkahan-bongkahan tanah yang membisu.

 Pun demikian, memang manusia harus terus belajar dan belajar. Menggali ilmu untuk meningkatkan kapasitas diri. Maka pesan indahnya  adalah, jangan puas terhadap kemampuan yang dimiliki sekarang. Memang tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, namun ingatlah manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan-Nya. Itu sebabnya, teruslah berupaya untuk menyempurnakan diri. Disinilah kebajikan berdentang.  Jika tidak memiliki kekayaan materi, ciptakanlah rasa aman bagi makhluk hidup, sebab jika seseorang dapat membuat makhluk hidup terhindar dari ketakutan, inilah bentuk sedekah yang dapat mengalahkan sedekah-sedekah yang lain.
Sedekah yang diperlihatkan oleh pegunungan berwarna hijau, memberikan makna yang tinggi bahwa  keberadaannya berharga bagi kehidupan manusia karena rasa indahnya, bergelombang karena diterpa angin. Maka hidup manusia harus sedemikian rupa, tantangan  harus dihadapi dengan tabah dan tetap meningkatkan kualitas hidup, dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani. Gelembung air timbul di dalam air.Tumbuh di dalam air, dan lebur di dalam air. Manusia dapat diibaratkan dengan gelembung air, dan Tuhan adalah air. Dalam ruang yang damai itu, Arjuna berdiskusi dengan Subadra menarik disimak tentang Satyanarayana Vrata. 

******
Udara pagi   mendesir sejuk, di taman bunga itu, Arjuna sedang bercengkrama dengan Dewi Subadra, istri yang sangat dicintainya.  Subadra bertanya, “Suamiku terkasih, sampai kapan kita hidup seperti ini, aku khawatir tentang kematian, apakah makna hidup seperti ini, yang selalu dikejar rasa was-was tentang kematian, lalu apa yang mesti kita lakukan?”

Dengan memandang aneka bunga di taman yang asri, Arjuna  menjawab, “Istriku sayang, ruang ini sepi dari teriakan, sebab yang pasti adalah kematian, lalu, Janganlah bermalas-malasan; pekerjaan esok hari yang bisa dikerjakan sekarang sebaiknya dikerjakan saja, sebab maut tidak pernah pandang bulu dan tidak pernah peduli, apakah pekerjaan (kebajikan) anda sudah selesai atau belum. Lalu bisakah kita bergembira dengan semua ini. Sesungguhnya umur sekalian makhluk hidup itu teramat pendeknya, bahkan sebagian dari umurnya itu pada waktu malam dipakainya untuk tidur akibat kantuk; yang lain dilalui dengan penyakit, kesedihan, umur tua dan masalah-masalah hidup lainnya, akhirnya sangat sedikitlah masa hidup itu sesungguhnya.”

Subadra tersenyum, lalu bertanya lagi, “Suamiku, apakah kehidupan yang penuh dengan rasa kesakitan fisik dapat memberikan kedamaian pada saat kematian, suamiku?”

Arjuna berkata, “Subadra, Tuhan yang maha memberi, adakah yang lebih mulia, jika kita ingin melihatmu tersenyum simpul dalam tataran bibir: ya. Semua makhluk terperangkap dalam siklus hidup dan mati, masa hidup mereka lewati dengan penyakit, usia tua, dan kesedihan; namun umumnya tidak banyak orang yang sadar akan singkatnya masa hidup itu. Bukan karena obat, bukan karena doa, bukan karena kurban, dan juga bukan karena pengulangan-pengulangan mantra mampu membebaskan orang dari kematian; sesungguhnya tidak ada orang yang dapat terbebas dari kematian. Jika tidak ada introspeksi diri setelah melihat orang tua renta, orang sakit, dan orang mati, di mana seolah-olah ia tidak akan berkeadaan seperti itu kelak; orang yang seperti ini tidak ubahnya dengan pecahan periuk atau batu bata.”

Arjuna menambahkan, “Subadra, waktu adalah tubuh dari sang maut kematian, detik, menit, jam, siang, malam dan pembagian waktu lainnya adalah organ-organ tubuhnya; wujudnya adalah penyakit dan usia tua, inilah penampakkan dari kematian. Bagaikan ular menelan mangsanya, demikianlah kematian pasti akan menelan makhluk hidup jika sudah waktunya.” “Aku belum mengerti suamiku,” kata Subadra lagi.

“Istriku, kematian sudah ditetapkan waktunya oleh takdir Tuhan, walaupun terluka parah ia tidak akan mati jika belum takdirnya, sebaliknya jika sudah takdir, seseorang bisa mati walaupun hanya tertancap duri. Bagaikan api dalam rongga kayu, ia akan membakar kayu itu tanpa sisa, mati seluruhnya hingga ke akar, dahan, ranting dan daun-daunnya. Demikianlah nafsu birahi sesat itu dalam hati, ia pasti akan melenyapkan kebajikan, kekayaan, dan kebebasan. Nafsu birahi sesat itu senantiasa terkait dengan kebencian, selama nafsu birahi sesat itu ada dalam diri, kebencian pasti mendampinginya. Engkau perlu mencari guru dalam memahami kehidupan, agar menjadi bijaksana.”
“Subadra,  perlu engkau ketahui, janganlah ragu-ragu untuk mengajak seorang rohaniawan yang suci untuk tinggal dalam rumah Anda. Seorang guru yang memahami ilmu pengetahuan, siswa yang berbudi luhur, saudara sedarah, kerabat dan sahabat yang berkelakuan baik. Jika engkau jadi murid  anakku, inilah pesanku,  yaitu, Jika ada orang yang dengan pikiran, perkataan, dan perbuatannya mengkhianati guru, mengkhianati ibu dan ayahnya, dosa mereka ini sangatlah besar, bahkan lebih besar dari dosa akibat menggugurkan kandungan.”

“Perlu engkau ketahui, Ibu dan ayah adalah sumber dari kehidupan, sedangkan guru adalah sumber pengetahuan rohani yang mengajarkan hakekat hidup. Hakikat kehidupan itu adalah,  Guru terlebih dahulu dihormati sebagai penuntun hidup dan kehidupan, sebagai pemberi pengetahuan dan kerohanian, berikutnya hormatilah ibu dan ayah sebagai orang yang melahirkan dan menghidupi secara material. Subadra, janganlah menjawab pertanyaan guru dengan cara bercanda, apabila beliau bersedih, gusar, dan marah, hiburlah dengan kata-kata yang manis menyegarkan. Janganlah menghina guru, jika beliau ada kesalahan, sebab orang yang menghina gurunya akan dijauhkan dari hakekat hidup, berumur pendek dan masuk neraka. Inilah yang perlu engkau ketahui, bahwa orang-orang melakukan pemujaan kepada Satyanārāyana (Satyanārāyana Vrata) setahun sekali, tetapi pada hari-hari lain dalam setahun itu mereka hanya menempuh jalan ketidakbenaran. Mungkin kadang-kadang mereka mengucapkan kebenaran dan mengikutinya, tetapi sepanjang sisa hidupnya mereka menempuh jalan yang tidak benar. Ini bukan sifat manusia. Sifat kemanusiaan yang sejati terletak pada ketaatan mengikuti kebenaran sepanjang hidup.”

“Kehidupan yang baik adalah sebuah proses, bukan suatu keadaan yang ada dengan sendirinya. Kehidupan itu sendiri adalah arah, bukan tujuan. Untuk menjalani kehidupan yang kreatif, kita harus kehilangan rasa takut kita untuk berbuat salah.” Om Gam Ganapataye Namaha.******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar