Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Jumat, 15 Maret 2019

Yajna Melalui Seva Niti

Pada hari Selasa,  19 Februari 2019, Program Pascasarjana IHDN Denpasar menggelar acara ujian terbuka promosi doktor atas Gede Ngurah Wididana yang juga dikenal dengan julukan “Pak Oles.” . Ujian terbuka promosi doktor tersebut dilangsungkan di Ruang Auditorium IHDN Denpasar, Jalan Kenyeri No. 57 Denpasar. Ada pun karya tulis ilmiah atau disertasi yang dipertahankan oleh Gede Ngurah Wididana tersebut berjudul Seva Niti dalam Kepemimpinan Gubernur Bali Periode 2008-2018.

Dalam presentasinya Wididana menyebutkan bahwa Seva Niti sebagai teks Hindu belum banyak dipahami sebagai kepemimpinan pelayanan berdasarkan ajaran Karma Yoga,  sehingga perlu dilakukan penelitian tentang  seva niti.  Prinsip dasar seva niti yang tertulis dalam karma yoga  perlu dijabarkan untuk mengetahui seva niti lebih dalam dan bagaimana penerapannya dalam kepemimpinan modern.  Seva niti sebagai kepemimpinan pelayanan dalam karma yoga perlu diteliti lebih dalam untuk memerkaya teori-teori kepemimpinan Hindu, sehingga bisa dipraktikkan dalam dunia kerja.   

 Seva Niti dalam  Bhagavad Gita
Bhagavad Gita adalah ajaran yang dirumuskan oleh Sri Krisna untuk laki-laki dan perempuan yang bekerja yang terlibat secara aktif dalam berbagai bidang pekerjaan sebagai staf atau pemimpin dalam organisasi, bukan untuk mereka yang pergi ke hutan sebagai wanaprastha atau hidup mengembara sebagai sanyasi.  Ajaran rahasia untuk bisa bekerja secara efektif dalam Bhagavad Gita adalah sthitaprajna (kebijaksanaan yang mantap), lokasamgraha (untuk kesejahteraan masyarakat luas), jnana (ilmu pengetahuan).  Sthitaprajna muncul dari pikiran yang tenang, yang menghasilkan kebijaksanaan yang mantap.   Kerja yang dilakukan tanpa pengetahuan hanya akan membawa kegagalan.  Ilmu pengetahuan yang tidak dipraktikkan dalam kerja adalah kegagalan yang lebih besar.   Untuk bisa mewujudkan masyarakat yang sejahtera, seorang pemimpin haruslah membuang sifat mementingkan dirinya sendiri (ahamkara) dengan menumbuhkan cintakasih menjadi Tat twam asi, merasakan aku adalah engkau.


Lokasamgraha berarti kesejahteraan dunia.  Kesejahteraan dunia berarti kesejahteraan untuk masyarakat umum.   Lokasamgraha berarti demi kesejahteraan dunia; demi untuk kesatuan dunia; kesaling- terkaitan di antara masyarakat dunia  guna mewujudkan persaudaraan semesta di bumi; ketertiban dunia; memelihara dunia.
 
Lokasamgraha adalah visi pemimpin Hindu untuk menjadikan masyarakatnya cinta damai, menghindari peperangan,  memelihara ketertiban dunia,  memelihara dunia, menjaga kelestarian dunia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menjaga keseimbangan pembangunan, membangun masyarakat dan meningkatkan partisipasi masyarakat, menggali dan mengalokasikan segala sumber daya untuk tujuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan toleransi, cinta kasih dan persaudaraan antar sesama warga di dalam masyarakat.  Dengan cara demikian lokasamgraha bisa diwujudkan di dalam masyarakat.
  
Lokasamgraha berarti visi pemimpin untuk memajukan kesejahteraan umum, menyejahterakan masyarakat.  Pemimpin haruslah memiliki visi yang kuat, jelas dan fokus, sehingga bisa digunakan untuk memotivasi, membangun semangat kerja, membuat  perubahan yang positif.  Visi menjadi pusat bila strategi dan taktiknya dikembangkan dalam bentuk misi untuk diwujudkan.  Visi memotivasi pemimpin untuk terlibat dan bergairah dalam bekerja, memberikan pelayanan.  Pemimpin tanpa visi akan kehilangan arah dan akan berakhir dalam kegagalan.  Visi pemimpin dalam skala makro adalah untuk mewujudkan kesejahteraan manusia dan dunia.  Visi pemimpin dalam skala mikro adalah untuk mewujudkan cita-cita organisasi, yang diinginkan/ diharapkan oleh anggota organisasi.

Yajna, Tapa, Dana   
Yajna dalam seva niti adalah  bekerja sebagai korban suci, yang merupakan ibadah, yang sifatnya sakral, suci, sehingga harus dihormati dan didahulukan sebagai sesuatu yang sangat utama dalam hidup.  Bekerja sebagai yajna berarti bekerja untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Oleh karena itu filosofi dalam bekerja haruslah suci, bersih, damai, indah,  memberikan kebaikan.      
Selanjutnya, Tapa dalam seva niti berarti semangat bekerja, terus menjaga semangat dalam bentuk panas yang ada di dalam pikiran/hati agar terus hidup, sehingga usaha untuk mewujudkan visi bisa dilakukan tanpa kenal lelah.  Untuk menghidupkan semangat, pemimpin harus terus menerus membersihkan pikirannya dengan disiplin diri dengan bekerja dan berdoa.

Dana berarti memberikan sesuatu, berupa barang, uang, bantuan, dukungan,  kepada orang yang membutuhkannya dengan ikhlas.   Tugas pemimpin adalah memberi dalam bentuk materi dan non materi.  Memberi artinya menyalurkan, mendistribusikan, mengalokasikan dana yang tepat sasaran untuk kesejahteraan masyarakat. Pemimpin harus memiliki sifat murah hati, tidak pelit, untuk masyarakat, bukan untuk diri sendiri.    Bhagavad Gita XVII.5 menjelaskan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh orang bijaksana dalam bentuk yajna (berkurban), dana (bersedekah), tapa (tenang, fokus pada tujuan, semangat) adalah merupakan suatu tindakan penyucian diri.  Bhagavad Gita XVII.25 juga menegaskan bahwa yajna, tapa dan dana yang dilakukan dengan ikhlas adalah usaha yang dilakukan untuk tujuan pembebasan (moksa).

Seva Niti melakukan yajna (berkorban suci), dana (pemberian ikhlas dalam bentuk materi dan non materi), tapa (tenang, fokus, semangat) dalam menjaga hati dan pikirannya untuk tetap tenang, fokus dan semangat untuk mencapai tujuan organisasi. Tugas pemimpin adalah melakukan yajna, dana dan tapa, yaitu bekerja, memberi dan tetap bersemangat dalam usaha memajukan organisasi dan masyarakat. Tugas tersebut dilaksanakan berdasarkan srada dan bhakti (Keimanan dan penyembuhan) kepada Tuhan, dengan bekerja tanpa pamrih, tanpa kepentingan pribadi, bahwa segala tujuan dan hasil kerja dipersembahkan kepada Tuhan dan untuk kesejahteraan masyarakat. Jika tugas pemimpin yang suci tersebut tidak dilaksanakan, bukan untuk tujuan yajna, tapi untuk kepentingan pribadi (diri sendiri), keluarga dan kerabatnya, maka sesungguhnya pemimpin tersebut adalah pencuri, diibaratkan sebagai orang yang memasak makanan bagi dirinya sendiri. Pemimpin yang telah mendapatkan kesenangan/kenikmatan dari fasilitas dan pengaruh kepemimpinanya adalah pemimpin yang tidak bekerja berdasarkan srada dan bhakti, dia adalah pencuri.

 Etos Kerja Kepemimpinan Hindu
Etos kerja adalah suatu budaya, watak, karakter yang menjadi dasar seseorang dalam bekerja, yang sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam bekerja.  Seva Niti sebagai kepemimpinan Hindu yang melayani merupakan etos kerja seseorang sebagai individu dan pemimpin.  Etos kerja yang melayani adalah bekerja dengan ketulusan, kerendahan hati, pengorbanan,  tanpa pamerih, cinta kasih, memberikan yang terbaik untuk tujuan kesejahteraan masyarakat dan organisasi.  Seva Niti dijelaskan dalam Karma Yoga sebagai jalan pengorbanan, pelayanan yang bekerja untuk kesejahteraan masyarakat, yang sama halnya dengan jalan mempersembahkan kerja untuk Tuhan. 
Dasar dari pelayanan adalah cinta kasih.  Tanpa cinta kasih tidaklah mungkin pelayanan bisa dipersembahkan.  Cinta kasih adalah kebajikan manusia yang paling utama agar mampu memberikan pelayanan dan pengorbanan kepada masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian dunia.

Dalam ujian terbuka yang dipimpin Prof. Dr. Relin, D.E., tersebut Gede Ngurah Wididana dinyatakan lulus dengan predikat Cumlaude. Ia meraih gelar doktor Ilmu Agama dengan promotor Prof. Dewa Komang Tantra. (tra)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar