Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Jumat, 16 Juni 2017

Kerja dan Perang Pada Diri Arjuna

Oleh Luh Sutarmi
Bekerja dan berdoa selalu  menjadi hiasan dinding tempat yang sebagai altar motivasi. Disana bergaung  beragam  dimensi dari bekerja (working). Yakni Bekerja adalah aktivitas yang dilakukan oleh pekerja. Manusia adalah makhluk yang bekerja. Kerja adalah tanda dari kemanusiaannya. Kerja memiliki dinamika dan dimensi yang inheren di dalam dirinya.  Salah satunya adalah dimensi fisiologis.

Perlu ditekankan disini adalah, bahwa manusia bukanlah mesin. Cara ia bekerja pun berbeda dengan cara kerja mesin. Arjuna mengerti dan paham, namun ototnya tak bergerak, sebab perang dan bekerja sungguh berbeda. Disana berujar kasih sayang merupakan bentuk tertinggi dari sikap tanpa kekerasan. Kerja dan bekerja hendak diliputi oleh kasih sayang. Lalu bagaimana perang dianggap kerja? Kerja dan perang dalam benak Arjuna memang berbeda.
Alasan Arjuna memang benar, mesin bekerja terbaik jika hanya mengerjakan satu tugas. Tugas itu haruslah dilakukan berulang dan haruslah sesederhana mungkin. Untuk mengerjakan tugas rumit, maka mesin haruslah membagi tugas rumit tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih sederhana, sehingga barulah mesin itu bisa bekerja. Mesin dapat bekerja dengan baik, jika ritme pekerjaan tersebut tetap dan dengan stabilitas yang terjamin. Kebimbangan itu membuat Arjuna tak beranjak. Dia diam membatu dalam perasaan penuh dosa, padahal labirin-labirin pasukan yang dihiasi beribu panah dan berjurai mesiu  sudah menganga, berpeluh dan siap untuk  menunggu aba-aba, serbu.
Saat seperti itu  Krishna  menghampiri dan berkata, “Perang itu adalah kerja untuk mengalahkan kebatilan, engkau bekerja untuk memenuhi kekosongan perutmu, perang juga demikian untuk mengisi kekosongan kebatilan. Di sini tugasmu untuk bekerja, dia menambahkan  kebikan yang sudah semakin memudar dan hilang. Manusia bekerja dengan cara yang berbeda. Jika hanya mengerjakan satu pekerjaan secara berulang, ia dengan mudah menjadi lelah, bosan, dan meninggalkan pekerjaannya itu. Perang adalah bentuk kerja lain yang membuat dirimu tidak bosan.” .
Arjuna berkata, “Oh....! Tidakkah manusia bekerja terbaik di dalam koordinasi dengan manusia lainnya dan bukan secara individual. Tidak untuk membunuh yang lain?”
Krishna menjawab,  “Ya,  dalam perang ini engkau bekerja membentangkan busur panahmu dengan  beragam strategi. Musuhmu   beragam, engkau  akan bekerja buruk di dalam ritme yang tetap.  Kamu  harus bekerja di dalam suasana yang dinamis bersama dengan manusia-manusia lainnya. Tidak ada ritme yang universal yang cocok untuk setiap orang. Setiap orang memiliki ritme bekerjanya masing-masing. Orang bisa marah ketika ia dipaksa bekerja tidak sesuai dengan ritmenya, dan dipaksa untuk mengabdi pada ritme bekerja orang lain. Itulah pesan perang ini Arjuna.”
Krishna menambahkan, “Jika orang dipaksa untuk bekerja sesuai dengan ritme orang lain, maka ia secara otomatis akan mengalami penumpukan kotoran di otot, otak, dan aliran darah. Penumpukan kotoran itu akan melepaskan hormon stress yang mengakibatkan seluruh saraf menjadi tegang. Untuk bisa bekerja secara produktif, orang perlu untuk melepaskan diri dari semua tegangan yang ada di dalam dirinya. Atau setidaknya ia harus memiliki kontrol penuh pada perasaannya sendiri.”
“Apa  yang akan terjadi bila aku bekerja  sesuai dengan perintahmu?” tanya Arjuna kembali. Krishna berkata dengan senyum manis, “Arjuna! Siapa yang bekerja untuk-Ku dan menjadikan Aku sebagai tujuan utamanya, siapa saja yang berbhakti kepada-Ku dan tidak terikat, tidak mempunyai rasa benci terhadap makhluk apa pun juga, akan segera mencapai Aku.”
Mendengar kata-kata Krisna itu, Arjuna menatapnya dengan serius. Lalu Krishna menambahkan, “Ia yang mengetahui kelahiran dan karya-Ku yang suci, tidak akan lahir lagi sesudah mati. Ia melihat Aku di mana-mana yang kekal di antara yang tidak kekal, yang bersemayam dalam semua makhluk. Ia tetap melihat, Aku pun tetap melihat dia. Mereka yang selalu menempatkan Aku dalam hatinya dan yang selalu mengabdi kepada-Ku dengan penuh kecintaan, akan kutanggung bebannya dan Kuberi apa yang mereka butuhkan.” Kemudian  Arjuna berkata, “Oh, Kesawa, diriku baru menyadari kata-katamu sangat indah dan penuh makna dalam hidup ini.”
 Krishna menambahkan, “Arjuna, mereka senantiasa merasa puas dan gembira bila membicarkan tentang diri-Ku. Berkat rasa kasih-Ku kepada mereka, Aku tingkatkan kemampuan mereka untuk membeda-bedakan, dan dengan sinar pengetahuan Ku lenyapkan kegelapan serta kebodohan yang menghalangi pandangan mereka. Karena mampu menguasai indera, mereka mencapai pengetahuan utama; karena bebas dari perbuatan jahat, mereka mencapai kebahagiaan tertinggi karena mampu melampaui dunia yang mengalami kematian dan kehancuran, mereka mencapai kekekalan.”
Arjuna tersenyum dan mengangukkan kepala  tanda hormat dan setuju. Kemudian Arjuna bangkit dan bersiap untuk melakukan apa saja yang diperintahkan oleh Krishna. Om gam ganapataye namaha*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar