Pesraman yang dikoordinir oleh Jro Mangku Nengah Eko Astana ini bahkan memberikan kontribusi sangat penting dalam pembangunan fasilitas air desa ini, mulai dari inisiatif hingga mengumpulkan dana punia untuk pembelian mesin dan kebutuhan lain, sementara itu masyarakat Banjar Jehem Kaja secara bersama-sama bergotong royong dan menyumbang material untuk mewujudkan proyek sosial tersebut. Tak ketinggalan juga, jajaran kepolisian, khususnya di Polsek Tembuku, juga turut andil bahu membahu bersama masyarakat mewujudkan air yang berada jauh di bawah (sungai) tersebut hingga sukses diangkat naik dengan mesin pompa Submersible, setelah sebelumnya beberapa kali gagal dengan pompa lainnya.
Jro Mangku Nengah Eko Astana (38 tahun) yang bertemu Raditya di Denpasar pada Rabu, 28 September 2016 lalu menyebutkan, selama ini masyarakat di Jehem Kaja memang diantaranya sudah memiliki jaringan perpipaan untuk mengalirkan air bersih dari sumber mata air Kumbuh. Beberapa masyarakat ada yang membentuk kelompok kecil untuk patungan membeli mesin pompa untuk mengangkat air yang jaraknya sekitar 500 meter dari desa dengan lokasi sumber air berada di kemiringan (jurang). Namun, seiring perjalanan waktu dengan semakin bertambahnya kebutuhan akan air konsumsi (bersih) yang dapat mencukupi sekitar 150 KK warga banjar Jehem kaja, kemudian masyarakat berembug untuk mencari solusi.
“Kami bekerja secara gotong royong selama tiga bulan untuk membangun depo air dekat sumber mata air di Anakan Pande, Tukad Melangit, berikut memasang instalasi pipa induk untuk dialirkan ke bak penampung di desa, yaitu di Taman Pura Puseh Jehem Kaja. Dari bak di taman pura ini selanjutnya air baru didistribusikan secara merata ke rumah-rumah warga melalui jaringan pipa yang sudah ada sebelumnya,” urai Eko Astana, yang merupakan pemangku di Pura Puseh Banjar Jehem kaja.
Dengan instalasi yang baru, depo air Jehem Kaja dapat mengalirkan air 8 kubik per-jam yang dapat mencukupi seluruh warha Jehem Kaja maupun Desa Jehem secara keseluruhan. Adapun setelah melewati tiga bula perjuangan yang melelahkan, proyek air bersih yang bersifat kerakyatan ini kemudian diresmikan penggunaannya pada Selasa, 27 September 2016, bertempat di Bendungan Tamansari oleh Kapolres Bangli, AKBP Danang Beny K.S. Ik. Dalam sambutannya pada acara peresmian yang juga dihadiri oleh Waka Polres Bangli, Pejabat Utama Polres Bangli, Muspika Kecamatan Tembuku. Kepala Desa Jehem, Bendesa Adat Jehem, dan masyarakat Jehem, Kapolres menyatakan, dengan diresmikannya pengelolaan air bersih tersebut pihaknya berharap untuk selanjutnya terus dijaga kekompakan dan kebersamaan antara Kepolisian, TNI, Muspida, dan masyarakat, agar keamanan dan ketertiban tetap terjaga. Kapolres selanjutnya menandatangani prasasti persemian dan membuka kran air pertanda telah resminya pemanfaatanfasilitas air bersih tersebut.
Pada acara persmian tersebut Jro Mangku Nengah Eko Astana selaku penggagas pembangunan tersebut dalam sambutannya mengucapkan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang penuh semangat turut mewujudkan terbangunnya fasilitas air bersih tersebut, baik masyarakat, Kepolisian, pemerintah, dan berbagai komponen lainnya. Pada kesempatan itu ia menegaskan bahwa untuk selanjutnya pengelolaan sumber air (yang kemudian diberi nama Swasti Pande: selamanya bermanfaat) diserahkan kepada pihak desa pakraman Jehem, dengan harapan dapat dikelola sebaik-baiknya agar memberikan manfaat bagi masyarakat.
Pemangku yang Pengusaha
Jro Mangku Nengah Eko Astana sehari-hari selain sebagai seorang pemangku di Pura Puseh Banjar Jehem Kaja, ia juga seorang pengusaha dupa herbal sukses yang tempat produksinya juga berada di tempat kelahirannya, Jehem Kaja. Usaha yang digelutinya itu masih berkaitan dengan status sosial yang disandangnya sebagai seorang rohaniawan. Mangku menceritakan bahwa sebelum merintis usaha dupa, ia sebelumnya bekerja di Denpasar. Setelah ditunjuk sebagai pemangku oleh masyarakat, ia lantas merenung mengenai pekerjaan apa kiranya yang bisa dilakukan di desa agar dapat mengepulkan asap dapur, sementara kewajiban sebagai pemangku tidak bisa ditolak, baik secara sekala maupun niskala. Dalam perenungannya itulah ia kemudian mendapat ilham untuk menekuni usaha bisnis dupa, karena masih berkaitan dengan ritual keagamaan, jadi tidak jauh-jauh dengan status kepemangkuannya.
Sekitar tahun 2003 ia mulai bisnis dupa, saat itu tidak langsung buat dupa herbal, tetapi dupa pada umumnya dengan mencari bahan-bahan ke Jawa. Awal mula ia membuka usahanya, banyak hambatan, halangan, dan kesulitan dijumpai. Sedikit tabungan yang dimilikinya dari hari ke hari semakin berkurang, diantaranya ia gunakan bereksperimen untuk membuat dupa herbal. Meskipun keluarganya mulai mengeluhkan eksperimen Mangku Eko yang menguras dana tersebut, namun ia tetap teguh pendirian dan tak patah semangat hingga pada suatu hari dalam perenuangannya ia mendapat kesan secara gaib (niskala) mengenai bahan-bahan rahasia yang sebaiknya dijadikan sebagai bahan racikan dupa herbal tersebut. Diantaranya mangku Astana hanya mau menyebutkan yang umum saja, bahwa harus ada unsur cendana, majegau, menyan, konem (sejenis kerang), dan lain-lain. Setelah hal tersebut dicoba diramu ternyata ia berhasil membuat produk dupa herbal berdasarkan resep tersebut. Meskipun merangkak secara perlahan disertai keuletan dan kegigihan dalam berusaha, usaha dupa herbalnya mulai ada harapan dan sejak tahun 2007 terus berkembang hingga maju sampai sekarang dengan mempekerjakan puluhan orang yang merupakan warga sekitar jehem.
Selain terus menyempurnakan produk dan manajemen usahanya, Mangku Nengah Eko Astana juga giat menempa diri, diantaranya dengan belajar yoga, yaitu Sudarshan Kriya yang diajarkan organisasi internasional Art of Living yang didirikan Sri Sri Ravi Shankar. Ia mengenal yoga itu melalui senior di Art of Living, yaitu Made Dwija Nurjaya yang juga sama-sama pengusaha dupa herbal. Melalui pergaulan di komunitas yoga Art of Living itu, Mangku Eko memperoleh banyak pelajaran spiritual, diantaranya mengenai bhakti kepada Tuhan yang diantaranya dapat diwujudkan melalui pelayanan kepada sesama. Atas dasar kesadaran tersebut pula, ia begitu antusias mewujudkan proyek air bersih di desanya. “Semua ini kami lakukan, agar hidup ini memiliki arti sebagai bentuk bhakti kita kepada Tuhan,” tegasnya, saat bertemu Raditya di Denpasar pada 28 September 2016 di Denpasar.
Sebagai bentuk ketekunannya dalam belajar yoga, ia yang kini menyandang status Teacher di Art of Living juga sudah membangun sebuah centre yoga di desanya, diberi nama Centre Swasti Bila, yang selain sebagai tempat berlatih yoga (Sudarshan Kriya), juga menjadi tempat aktifitas latihan budaya Bali dan les gratis anak-anak Sekolah Dasar. Adapun jadwal kegiatan ini centre ini meliputi: Senin-Rabu latihan tari; Selasa-Kamis latihan gender; Jumat-Sabtu latihan kidung; dan Minggu latihan yoga.
“Kegiatan-kegiatan sosial yang kita garap berinspirasikan ajaran Guruji serta petunjuk niskala. Dan bagaimanapun tyang selalu berkoordinasi dengan Pak Made Dwija selaku senior di Art of Living, dengan harapan apa yang berhasil kita capai dapat turut memberikan andil dalam rangka memberdayakan krama Bali, baik di bidang lahiriah melalui kegiatan ekonomi, maupun di bidang spiritual melalui latihan yoga,” pungkas Jro Mangku yang salah satu merk dupa herbalnya “Kusuma Dewa” (Dubali 1) sudah memenuhi pasar dupa Bali dan Lombok. (Putrawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar