Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Jumat, 11 November 2016

Pujalah Ibu Pertiwi

Oleh Nyoman Mider Adnyana

Jangan berpikir kita memuja berhala, tidak. Jangan berpikir kita memuja tanah, tidak. Siapakah yang tahu isi dari tanah itu? Kalau tidak ada yang tahu sama halnya dengan siapakah sebenarnya Tuhan itu? Juga tidak ada yang tahu. Satu contoh, manusia tidak tahu apa yang mereka tanam, lalu muncul buah. Siapa yang memberi buah?

Dengan beraneka ragam tumbuh-tumbuhan yang ditanam, muncul buah yang berbeda. Sesuai dengan konsep itu, itu tanah kita, tetapi kita tidak tahu isinya. Kita bisa saja menggali tanah itu, kita hanya tahu lapisannya saja, strukturnya saja, isinya kita tidak tahu.
Karena itu ajaran-ajaran spiritual menjawab, semua energi kekuatan fisik, bagi makhluk hidup yang mempunyai badan kasar adalah ada pada tanah itu. Kita memiliki badan kasar, karena itu tanah amat penting bagi kita, memberikan hidup secara material dan juga memberikan hidup secara spiritual.
Secara material, semua orang tahu tanah harus dihormati, tanah harus dijaga, tanah harus dikasihi dengan menjaga dan melestarikannya bersama-sama. Dari segi spiritual, hanya pemujanyalah yang tahu. Kita memuja Ibu, dari tanah itu muncul kekuatan-kekuatan energi yang memasuki tubuhmu sendiri, dari kakimu ada kekuatan yang masuk sampai ke sivadwara, itu suatu bukti energi tanah itu luar biasa. Maka kalau kita hitung, kita selidiki tentang tanah itu, bahkan kita tidak tahu karena keterbatasan kita mengenali tanah itu. Itulah kebesaran Ibu Pertiwi secara spiritual.
Maka orang-orang sejak zaman dahulu, yang pertama dipuja adalah tanah, Ibu Pertiwi, karena ia lahir dari Ibu Pertiwi, ia dibesarkan dari Ibu Pertiwi, mereka berpikir sederhana, Tuhannya adalah Ibu Pertiwi, semua hidupnya datang dari beliau sendiri. Kemudian manusia mengalami perkembangan, demikian juga hari ini, kita memanggil Ibu kita dari segi filsafat. Shiva dan Shaktinya, Shiva dan kekuatannya sendiri. Kekuatan-kekuatan inilah diberikan nama, aspek-aspek Shiva inilah diberikan nama untuk memudahkan kekuatan itu, shakti Shiva sendiri, karena kita tahu sumber shakti itu untuk apa. Sama dengan isi bumi ini kita tidak tahu, karena kita tidak tahulah maka Shiva mengajarkan kepada kita.
“Hai umat manusia, AKU berikan kekuatan-KU untuk kau bisa hidup, maka Aku jadikan kekuatan itu pribadi, sehingga kau bisa melihat dan bisa merasakan kekuatan itu yang memberikan kesejahteraan hidup kepadamu, maka kekuatan-KU itulah Nandini.
Artinya kekuatan itu mensejahterakan pemuja, kekuatan itu memberikan suatu bentuk untuk dipahami. “Karena itu Aku sendiri berbentuk dan berwujud, bila kau memuliakan aspek itu sendiri berarti kau memuliakan Aku. Karena manusia memerlukan kesejahteraan itu, dengan kekuatan itulah Aku datang untuk menjawab doa-doamu.”
Itulah sebabnya pribadi-pribadi Shiva, aspek-aspek Shiva itu berwujud Nandhini. Kadang-kadang Nandhini itu disebut Wahana Shiva, artinya tempat duduk Shiva. Tempat duduk Shiva artinya Shiva sendiri bisa mengatasi atau mengatur Shaktinya sendiri. Sama seperti kita bisa mengatur kekuatan kita sendiri untuk apa. Itulah Shiva, tetapi kita sebagai pemujanya hanya berharap, memohon kekuatan, karena kekuatan kita kecil, memerlukan perlindungan, memerlukan aliran suci, aliran kesejahteraan. Itu sebabnya orang-orang, pemujanya, pemuja Nandhini yang tidak lain adalah aspek Shiva sendiri yang pribadi untuk memudahkan kita mengerti hakekat Shiva memberikan kesejahteraan kepada umat manusia.
Karena itu orang-orang suci dimanapun dia memuja Shiva dia yakin dengan Veda, pasti ada lembunya, karena manusia tidak bisa lepas dari kesejahteraan material, karena manusia memerlukan itu, karena merupakan kebutuhan hidupnya. Yang penting disini adalah manusia mengerti darimana semua itu datang. Kalau ia paham dan mengerti itu, ia menghormati Ibu bahkan ia memuja Ibu. Itu sebabnya saya disini ingin mengajak hal itu supaya kita dapat menghormatinya, timbal balik beliau akan memberikan kekuatan itu padamu sebab siapa pun yang melakukan pemujaan pasti ada hasilnya.
Itu timbal balik, hukum karma berlaku bagi semua isi alam ini, bagi makhluk hidup, semuanya. Siapa pun yang melakukan bhakti akan terjawab, hanya kapan dapat jawabannya, maka itu hanya Tuhan yang mengaturnya dengan hukumnya sendiri.
Banyak orang-orang bodoh yang mengatakan apa gunanya sembahyang, karena dia tidak dapat manfaatnya secara mendadak, karena selalu manfaat itu dikaitkan dengan material melulu. Tetapi orang-orang yang pintar, orang-orang yang mengerti tentang hakekat, maka ia belajar, berbuat untuk memuja Tuhan sehingga segala sesuatu perbuatannya itu akan ada hasilnya. Kalau keyakinan dan kepercayaan itu tumbuh, maka kita disebut memiliki kepercayaan tinggi terhadap diri. Kita tidak pernah berpikir hasil, tetapi  berbuat nyata, sehingga hasilnya nyata. Kalau  hanya berpikir saja tanpa ketiganya digunakan untuk menjadikan hidup ini sendiri, yaitu seperti pikiran, ucapan, dan tindakan, tentu akan kurang. Kalau ketiganya jadi satu, maka itu kekuatan yang mampu menikmati segala sesuatu, itulah kebenaran hukum Karma.
Kalau hukum Karma siapa saja yang melakukan bhakti, meditasi, puasa, maka jawabannya “iya”, hasilnya itu. Apalagi kita sudah melakukan Visva dalam diri sendiri, kita bisa bertanya pada diri sendiri, kita menyadari Tuhan dalam diri sendiri, kita bisa bertanya pada diri sendiri, kita menyadari Tuhan dalam diri sendiri, maka beliau bertanya: Pernahkah kamu berkata bahwa doamu tidak akan pernah sampai kepadaKu? Karena mengalami proses seperti itu kita tidak berani mengatakan macam-macam, berdoa harus mengikuti Guru Padesa. Contoh bila  dalam keadaan stress, doa kita bermacam-macam, hati-hatilah doa itu sampai kepada Tuhan, itu bisa terjadi dan yang tidak diharapkan dan bisa terjadi dan kita tidak terima, siapa yang disalahkan? Maka dari itu mari berdoa  yang baik, sesuai dengan Guru Padesa, sesuai dengan petunju-petunjuk Guru, itu harus diikuti. Karena doa pasti akan terjawab, apalagi dengan kesucian karena latihan yang sudah dialami dan sudah mencapai puncak, maka doa akan terkabul. Karena kandungan kata-kata itu kandungan kesucian  mampu mengantar ucapan-ucapan itu kepada Tuhan. Kalau Tuhan membalas cepat, bagaimana? Ya kalau doanya bagus, kalau kita lupa terhadap doa-doa sendiri, nah seperti itulah contohnya. Karena kekuatan-kekuatan suci yang ada di diri sendiri mengantar lebih cepat kepada Tuhan.
Guru mengajarkan untuk menyebutkan Om Namah Shiva Ya, peleburan terjadi. Peleburan itu tidak sama artinya dengan hancur. Peleburan itu luas artinya, peleburan dalam spiritual artinya peleburan awidya, peleburan penyakit, kita dijadikan sesuatu yang lebih baik, maka Nama Shiva selalu dikaitkan dengan peleburan. Kalau diartikan dalam bahasa indonesia, kata itu diartikan dari suatu aspek, bukan menyeluruh. Banyak orang takut menyebut nama Shivan itu, karena bisa jadi nanti dia dilebur. Dia belum mengerti karena dilebur untuk menjadi lebih baik, dari tidak berhasil menjadi berhasil.
Maka dari itu Maha Mantram Om Namah Shiva Ya itu luar biasa. Demikian juga  kita kembali memanggil ibu kita yang kembali pada dirinya sendiri. Kepada Shiva sendiri, maka upacara ini, kalau dalam bahasa indonesia disebut menurunkan, memanggil, sedangkan dalam banten upakara disebut pengulapan. Memanggil kembali aspek-aspek itu. Karena dahulu kita kembalikan kepada beliau, sekarang ini kita panggil lagi. Karena simbul yang pas untuk itu sudah kita buat. Kalau simbolnya tidak pas, tidak ada kekuatan itu disana. Itulah sebabnya kita memanggil ibu kita, kita memanggil aspek Shiva yang disebut kekuatan Shakti Beliau dengan nama Nandini, yang memberi kesejahteraan yang tidak pernah habis. Nah itulah arti Nandini. Semoga kita diberkati oleh Ibu kita.
(disarikan dari Wejangan Maha Guru SriJaya Nara , tgl 2 April 2007)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar