Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Jumat, 11 November 2016

Faktor-Faktor yang Memotivasi Umat Hindu Melakukan Sembah Bakti di Pura

Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan Putu Setia (kini Ida Pandita Mpu Jaya Prema Ananda) dalam majalah ADITYA  Nomor 13 September 1995.  Tulisan yang berjudul “ Umat Hindu Jarang Sembahyang“ tersebut adalah pertanyaan dari  Wayan S yang tinggal di  Menado yang menurut pengamatannya memang dibandingkan dengan  penganut agama yang lain, umat Hindu dinilainya paling jarang melakukan sembahyang.

 Namun dari pengamatan Putu Setia, umat  Hindu kini sudah lebih maju dalam hal melakukan persembahyangan. Dia memberikan contoh bagimana ramainya Pura Rawamangun di Jakarta yang tak pernah sepi dari pemedek. Demikian juga pura-pura besar yang lain seperti  Pura Agung Blambangan di Muncar- Banyuwangi, Pura Semeru Agung di Senduro Lumajang, Pura Gunung Salak di Bogor dan sebagainya. Ini menandakan ada kemajuan yang signifikan  yang dilakukan umat Hindu dalam melakukan persembahyangan.

Namun, di pedesaan di Bali, semangat seperti ini belum banyak dijumpai, walau sudah mulai ada kemajuan. Hal ini diketahui ketika Putu Setia dan kawannya berkeliling Bali ketika pas Hari Raya Galungan bersama temannya seorang muslim yang taat. Teman Putu Setia ini terheran-heran karena umumnya umat Hindu di pedesaan jarang melakukan sembahyang dengan berbagai alasan karena tidak hapallah, tidak sempatlah. Yang sering mereka bersembahyang ketika ada piodalan atau Hari Raya Galungan di Pura. Itu pun mantramnya tidak hafal. Mereka hanya ikut saja di belakang mengikuti apa yang  diucapkan oleh sulinggih.
Seiring berjalannya waktu, sembahyang khususnya sembahyang Tri Sandhya kini sudah sangat membudaya di Bali. Di samping Bali TV setiap hari 3 kali menayangkan Puja Tri Sandhya juga sekolah-sekolah setiap pagi sebelum pelajaran dimulai seluruh siswa melakukan Puja Tri Sandhya secara bersama-sama sehingga jarang ditemukan generasi muda Hindu sekarang yang tidak hafal mantram Tri Sandhya.
 Namun sekarang yang menjadi persoalan adalah  faktor apa saja yang memotivasi umat Hindu melakukan puja bakti di pura?  Motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu. Dorongan itu bisa berasal dari dalam diri (internal) dan bisa berasal dari luar diri (eksternal). Kalau itu menyangkut dorongan dari dalam diri seseorang maka hanya yang bersangkutan saja yang paling tahu. Kita yang berada di luar atau sebagai orang lain, walaupun tidak tahu dorongan sebenarnya yang membuat ia datang ke pura untuk bersembahyang, setidaknya sebagian dapat diamati dari sikap, perilaku atau dari tema-tema yang diperbincangkan selama proses bhakti berlangsung.
Arus umat Hindu yang melakukan Tirta Yatra, baik di Pulau Bali maupun di luar Pulau Bali semakin  hari semakin marak dibandingkan waktu-waktu yang lalu. Ini indikasi bahwa umat Hindu  semakin bergairah dalam melakukan puja bakti. Padahal untuk melakukan  Tirta Yatra ke luar Bali dibutuhkan biaya yang tidak sedikit terutama biaya transportasi.
Adapun beberapa motivasi umat Hindu melakukan puja bakti di pura adalah sebagai berikut: Pertama, adanya keterpaksaan. Melakukan bakti karena terpaksa atau keterpaksaan ini umumnya dialami oleh anak-anak. Jangankan melakukan Tri Sandhya sehari 3 kali, melakukan sekali saja sulitnya minta ampun. Demikian juga menyuruh mereka untuk ngejot (mebanten saiban), ngaturang canang  harus dipaksa-paksa. Tapi hal ini tidak hanya terjadi pada umat Hindu, pada umat yang lain juga terjadi misalnya pada umat Islam. Tetangga penulis yang beragama Islam juga memaksa anaknya untuk melakukan sholat lima waktu, tidak jarang dilakukan dengan menggunakan kekerasan tetapi kemudian dari memaksa ini timbul kebiasaan. Bagi umat Hindu jarang kita temukan orang tua yang memaksa anaknya untuk melakukan sembahyang, apalagi melakukan kekerasan. Penulis tahu anak-anak pemangku juga jarang melakukan sembahyang Tri Sandhya dan sang pemangku juga jarang melakukan pemaksaan kepada anaknya untuk melakukan sembahyang Tri Sandhya.
 Kedua, dari pengarahan.  Hampir semua sekolah di Bali khususnya yang siswanya mayoritas Hindu, setiap pelajaran akan dimulai mereka melakukan sembahyang Tri Sandhya secara bersama-sama. Ini adalah hal yang baik, tetapi kadang-kadang  dilakukan secara asal-asalan,  misalnya sikapnya yang kurang pas, mantram yang diucapkan terlalu  cepat, kadang juga disertai gelak tawa sehingga konsentrasi dalam melakukian Tri Sandhya terkesan tidak serius.
Ketiga, karena ajakan teman. Ini sebenarnya baik daripada diajak keluyuran yang tidak ada manfaatnya, diajak berjudi tajen atau bola adil, ke kafe minum-minuman keras. Ini semua tergantung dari pergaulan. Kalau kita bergaul dengan anak-anak yang suka mendalami dan menekuni serta melaksanakan agama ini adalah hal yang positif. Kita harus salut kepada anak seperti ini karena umumnya anak-anak muda cenderung mudah berbuat sesuatu yang kontraproduktif apalagi keadaan jiwa mereka masih labil dan mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat negatif. Dalam usia yang masih muda mereka sudah terpanggil dalam hal kerohanian adalah sesuatu yang luar biasa.
Keempat, karena dirundung masalah. Tidak jarang orang melakukan bakti karena dirundung masalah. Yang tadinya dia lupa sama sekali kepada Tuhan, mungkin karena sedang kebanjiran rejeki dan hidupnya penuh kenikmatan dia melupakan Tuhan. Tetapi ketika dia menemukan masalah entah karena usahanya jatuh bangkrut atau dihadapkan kepada masalah yang membuat hatinya resah, gelisah sehingga pada akhirnya dia merasa dituntun untuk mengadu kepada Tuhan untuk memohon petunjuk dari-Nya. Ketika masalah yang dihadapi belum tuntas dia secara terus- menerus melakukan pendekatan. Paling tidak Tuhan beserta manifestasinya dapat dijadikan tempat untuk menyampaikan keluh kesah kemudian memohon agar masalah yang dihadapi bisa dipecahkan. Tetapi sayangnya, umumnya kalau masalahnya sudah selesai apalagi dia menemukan lagi kejayaannya maka dia melupakan lagi Tuhannya.
Kelima, karena menderia sakit yang tak kunjung sembuh. Seseorang yang menderita suatu penyakit yang lama dideritanya bahkan sudah berobat kemanapun, baik medis maupun non-medis, tetapi tidak kunjung sembuh. Apalagi dia masih memiliki kemauan untuk hidup lebih lama di dunia maka penyakit yang dideritanya tersebut bahkan sakitnya amat parah, kritis bahkan  sampai koma dia tetap berusaha supaya bisa sembuh. Entah karena dorongan dirinya atau dorongan keluarganya dia terdorong untuk mendekat kepada Tuhan dan meminta pertolongan untuk kesembuhan penyakitnya. Untuk kita yang beragama Hindu sebenarnya kita memiliki piranti untuk penyembuhan penyakit apalagi kalau bukan yoga, baik Yoga Asanas atau Hatta Yoga dan Raja Yoga. Untuk penyembuhan penyakit umumnya  menggunakan Yoga Asanas yang merupakan perpaduan antara asana (gerakan) dan pranayama (pengaturan nafas). Meskipun Hatta Yoga atau Yoga Asanas adalah produk Hindu tetapi tidak serta merta banyak umat Hindu tertarik akan Yoga Asanas ini justru umat non-Hindu yang banyak melakukan kegiatan ini bahkan telah dikomersialisasikan.
Keenam, karena timbulnya kesadaran dari diri sendiri. Faktor keenam ini adalah dorongan bakti yang paling baik dan sangat diharapkan menjadi landasan umat Hindu ketika melakukan bakti atau persembahyangan. Dia melakukan bakti bukan semata-mata karena terpaksa, karena diajak teman, karena arahan, karena ada masalah atau sakit tetapi karena muncul dari internal dirinya. Ini jelas sesuatu yang tidak mudah karena menyadarkan diri adalah melawan musuh yang ada dalam diri kita sendiri. Seperti yang sering dikatakan bahwa melawan musuh dari luar diri lebih mudah daripada melawan musuh yang datang dari dalam diri. Seperti yang ada dalam ajaran Hindu bahwa musuh-musuh kita berasal dari dalam diri sendiri, seperti Sad Ripu, Sapta Timira, Sad Atatayi, Dasa Mala dan lain-lain yang semuanya itu adalah ajaran Etika. Musuh-musuh itu adalah musuh-musuh abstrak yang sulit untuk kita basmi tanpa melakukan Sadhana atau disiplin spiritual.

(Drs. Ida Bagus Manuaba, M.Pd, Staf Pengajar Agama Hindu SMAN 1 Pesanggaran- Banyuwangi,
no. contact 085336790225).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar