Senin, 17 Oktober 2016

Tapakan Nawa Sanga Pura Luhur Pucak Kembar Melancaran Ke-4 Kabupaten di Bali

Laporan Kadek Widya Wirawan
Pura Luhur Pucak Kembar merupakan salah satu pura kahyangan jagat yang ada di Pulau Bali. Pura ini sangat mudah dijangkau oleh umat mengingat lokasinya sangat strategis jalur utama Denpasar-Singaraja, tepatnya di Desa Pakraman Pacung, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Pura ini memiliki keunikan tersendiri di mana terdapat Tapakan Nawa Sanga. Tentunya berbeda dengan tapakan umumnya yang ada di Pulau Bali berupa barong ket. Menariknya Tapakan Nawa Sanga itu menjelang pujawali ageng pada Anggara Kasih Prangbakat, setiap tiga tahun sekali dilaksanakan tradisi melancaran.

Tradisi melancaran ini tergolong unik dimana Tapakan Nawa Sanga yang berstana di Pura Luhur Pucak Kembar tersebut kairing lunga dengan sistem estafet dari satu pura ke pura yang lain selama 42 hari menuju 4 kabupaten  yang ada di Pulau Bali, seperti Tabanan,  Badung,  Gianyar, dan Bangli.

Tradisi melancaran tersebut mengandung nilai spiritual-religius untuk mensejahterakan umat manusia dari gangguan bhuta kala. Sebagaimana disebutkan dalam lontar Bhuwana Bangsul bahwa: “Haneng nagara karma ing bumya Bangsul yania rikala ning thani kasanggraha dening kawinayan ira kala Joti srana, wenang ta sira tumedhun Bhatara Sakti Amurbeng Rat mareng thani-thani inaturaken sopacara sajangkepnia, matangia awalik iang sarwa durjana, mwang gering ika sadaya…..dst” (Pada saat bhumi Bali pada setiap desa-desa terserang wabah penyakit, beliau Bhatara Gede Sakti Amurbeng Rat turun ke dunia untuk menyelamatkan umatnya dari serangan wabah penyakit dengan menghaturkan upacara sesuai dengan tradisi dan adat kebiasaan sehingga mara bahaya dapat dihindari baik berupa penyakit maupun lainnya yang mengganggu ketentraman umat manusia).

Apabila dalam rangkaian pujawali ageng Tapakan Ida Bhatara Luhur Pucak Kembar tidak melancaran ke jaba desa, maka tapakan Ida Bhatara tiga hari menjelang piodalan lunga masucian ke Pura Luhur Tanah Lot, Kabupaten Tabanan, Bali.

Pembuatan Tapakan Nawa Sanga
Sebagaimana disebutkan dalam Raja Purana Pura Luhur Pucak Kembar (diterjemahkan oleh I Ketut Sudarsana), Tapakan Nawa Sanga (Gunung Sia) merupakan perwujudan dari manifestasi Tuhan dalam bentuk Dewata Nawa Sanga yang disimboliskan dengan tokoh pewayangan dimana terdapat dua pihak berbeda (Rahwana dipihak adharma dan Wre/Kera di pihak dharma) dalam konteks cerita Ramayana. Ini jelas merupakan simbol rwa bhineda yang dalam kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan. Rahwana mengisi dua tempat karena sangat relevan dengan konsepsi Sad Winayaka yaitu Cambhu sebagai Siwa atau sebaliknya. Adapun kesembilan tapakan tersebut yakni: (1) Delem warnanya hitam sebagai perwujudan Sanghyang Wisnu di utara, (2) Rahwana warnanya abu-abu sebagai perwujudan Sanghyang Sambhu di timur laut, (3) Anoman warnanya putih sebagai perwujudan Sanghyang Iswara di timur, (4) Menda warnanya merah muda/dadu sebagai perwujudan Sanghyang Maheswara di tenggara, (5) Anggada dan Anala warnanya merah sebagai perwujudan Sanghyang Brahma di selatan, (6) Sugriwa warnanya jingga sebagai perwujudan Sanghyang Rudra di barat daya, (7) Sangut warnanya kuning sebagai perwujudan Sanghyang Mahadewa di barat, (8) Anila warnanya hijau sebagai perwujudan Sanghyang Sangkara di barat laut, (9) Rahwana warnanya manca warna sebagai perwujudan Sanghyang Siwa  di tengah.

Mengenai asal-usul dari pembuatan Tapakan Nawa Sanga itu berawal dari krama Subak Gede Poyan (Peneng) berkehendak membuat empelan (empang), akan tetapi selalu mengalami kegagalan sehingga krama subak mengajak I Gusti Agung Nyoman Gede di Puri Perean pergi ke tempat pembuatan empelan tersebut. Sebelum dimulai pekerjaannya mereka berdoa bersama agar pembuatan empelan tersebut berhasil dengan baik. Ketika berdoa terdengarlah sabda: “Ida Bhatara Pucak Rsi, Ida Bhatara Trate Bang, dan Ida Bhatara Beratan agar dibuatkan Pelinggih Subak, Tapakan Nawa Sanga, Baris Manca Warna beserta Ratu Lingsir bila pembuatan empelan tersebut berhasil dengan baik yang distanakan di Pura Luhur Pucak Kembar”.

Akhirnya pekerjaan pembuatan empelan tersebut berhasil dengan baik sehingga dapat mengairi sawah krama subak. Dengan demikian, pada tahun 1883 Masehi dibuatkanlah Pelinggih Subak dan tahun 1885 Masehi dibuatkan Tapakan Nawa Sanga, Baris Manca Warna beserta Ratu Lingsir yang sampai sekarang dilestarikan oleh kramat adat Pacung bersama krama Subak Gede Poyan (Peneng).

Tradisi Melancaran Tahun 2016
Sebagaimana telah disebutkan di atas, prosesi melancaran itu berkaitan erat dengan pujawali ageng di Pura Luhur Pucak Kembar yang jatuh pada Anggara Kasih Prangbakat setiap satu setengah tahun sekali. Menjelang pujawali ageng berlangsung pada hari Selasa, 6 Desember 2016 mendatang, dilaksanakan terlebih dahulu tradisi melancaran Tapakan Nawa Sanga Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar.
 
Tradisi melancaran tersebut diawali dengan nangiang Tapakan Nawa Sanga dari Gedong Penyimpenan pada hari Rabu, 3 Agustus 2016. Kemudian dilaksanakan prosesi pengaponan (ngodak) Tapakan Nawa Sanga dimana semua kampuh lama diganti dengan kampuh baru yang bahannya tetap dari kayu padma. Setelah prosesi pengaponan selesai, dilanjutkan dengan prosesi pengeratepan Tapakan Nawa Sanga pada hari Jumat, 2 September 2016. Lalu pada hari Rabu,  7 September 2016,  bertepatan dengan hari raya Galungan, Tapakan Nawa Sanga Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar mulai melancaran dengan menuju Pura Kahyangan Jagat Luhur Pucak Bukit Sari-Pacung. Di pura inilah tengah malam pukul 24.00 wita pralingga Tapakan Nawa Sanga melaksanakan prosesi pasupati sebelum melancaran ke jaba desa (kuta). Pura Pucak Bukit Sari ini memang turun-temurun sering dijadikan tempat nunas pasupati tapakan barong dari berbagai daerah di Bali.

Keesokan harinya pada hari Kamis, 8 September 2016 bertepatan dengan hari raya Manis Balungan sekitar pukul 12.30 wita Tapakan Nawa Sanga Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar lunga simpang ke Pura Anyar di Desa Pakraman Baturiti, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Lalu sekitar pukul 14.00 wita Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar memargi lunga ke Pura Batur Bolong di Desa Adat Batunya, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Lanjut pada hari Jumat,  9 September 2016 Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar mekolem di Desa Adat Juwuk Legi. Pada hari Sabtu,10 September 2016) Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar mekolem di Desa Adat Mayungan. Kemudian pada hari Minggu, 11 September 2016 Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar simpang di Tohjiwa dan Glogor, lalu mekolem di Pura Kancing Gumi-Batu Lantang, Petang, Badung. Dari Batu Lantang, keesokannya Senin, 12 September 2016 Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar lunga mekolem di Desa Adat Sulangai-Badung. Setelah itu, hari Selasa, 13 September 2016,  Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar melancaran ke Desa Adat Antapan. Pada hari Rabu, 14 September 2016) Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar melancaran ke Desa Adat Krobokan. Terus pada hari Kamis, 15 September 2016,  Ida Bhatara Pura Luhur Pucak Kembar simpang di Desa Adat Tundak dan mekolem di Desa Adat Mojan. Dan seterusnya sampai Tapakan Nawa Sanga budal ke yoga Pura Luhur Pucak Kembar.

(Raditya edisi Oktober 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar