Ketut Wiana
Banjar adalah paguyuban hidup umat Hindu di bawah Desa Pakraman. Tata kehidupan umat Hindu di banjar diatur oleh suatu Awig-Awig Banjar. Awig-Awig Banjar sebagai pengejawantahan dari Awig-Awig Desa Pakraman. Banjar harus dibedakan dengan Lingkungan yang berada di bawah Desa Dinas atau Kelurahan. Lingkungan yang merupakan lembaga pemerintahan di bawah Kelurahan, Desa Dinas atau Keperbekelan.
Lingkungan atau ada juga disebut Banjar Dinas merupakan lembaga pemerintahan untuk melayani warga negara dengan tidak membeda-bedakan latar belakang agama yang dianut oleh warganya. Lingkungan sebagai bawahan dari Kelurahan atau Keperbekelan bagian pemerintahan terbawah dari NKRI. Sumber penataannya pun dari norma-norma Negara, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Perda dan seterusnya yang terkait dengan urusan pelayanan masyarakat sebagai warga negara. Ini artinya Lingkungan dengan pimpinanya disebut Kepala Lingkungan atau Kelihan Dinas mengurus pelayanan masyarakat sebagai warga negara. Sedangkan Banjar lembaga keumatan Hindu yang mengurus pelayanan anggota Krama Banjar sebagai umat Hindu sesuai dengan awig-awig dan ajaran Agama Hindu.
Banjar adalah wadah paguyuban hidup umat Hindu untuk mengamalkan ajaran Catur Asrama sebagai konsep hidup untuk meniti tahapan hidup di bumi ini. Tahapan hidup yang diwadahi oleh banjar adalah tahapan hidup Brahmacari Asrama, Grhastha Asrama dan Wana Prastha Asrama. Sedangkan Sanyasi atau Bhiksuka Asrama tidak terwadahi dalam banjar, karena menurut ketentuan Agastia Parwa, Sanyasin Asrama itu tidak dibenarkan lagi hidup bermasyarakat secara formal, seperti ikut mebanjar, karena Sanyasin Asrama itu adalah tahapan hidup melepaskan Atman dari belenggu Tri Sarira. Yang ikut dalam banjar adalah teruna-teruni sebagai Brahmacari Asrama, Krama Ngarep sebagai Grhasta Asrama dan Krama Lingsir sebagai Wanaprastha Asrama.
Banjar seyogianya menciptakan iklim hidup agar tiga Asrama itu dapat mengeksistensikan swadharma-nya sesuai dengan ketentuan ajaran Hindu yang disebut Sadsrama Dharma. Misalnya Swadharma Brahmacari Asrama menurut Agastia Parwa dinyatakan sbb: Brahmacari ngarania sang mangabiasa sang hyang sastra tur sang wruh ring kalingganing Sang Hyang Aksara. Artinya: Brahmacari namanya orang yang menjadikan belajar ilmu pengetahuan itu sebagai kebiasaan hidup dan orang yang paham akan penggunaan aksara atau huruf. Kata aksara dalam bahasa Sansekerta artinya kekal abadi. Ini artinya aksara itu hanya boleh digugnakan untuk menyebarkan Sabda Tuhan yang kekal abadi.
Untuk memajukan teruna teruni sebagai Brahmacari, programnya sebaiknya merupakan penjabaran dari rumusan Brahmacari, seperti yang dinyatakan dalam Agastia Parwa tersebut. Sedangkan Grhasta Asrama dinyatakan dalam Agastia Parwa sbb: Grhastha ngaran sang yatha sakti kayika Dharma. Artinya: Grhastha Asrama namanya mereka yang dengan kemampuan sendiri mengamalkan dharma-nya. Rumusan Grhastha Asrama itu dikembangkan menjadi program-program yang aktual untuk menciptakan iklim hidup, agar para Krama Ngarep sebagai Grhastha Asrama dapat mandiri. Dengan kemandirian Grhastha itu, Brahmacari dan Wanaprastha akan terayomi dengan baik. Karena dalam sistem Catur Asrama, Grhastha itulah sebagai tulang punggung kehidupan Catur Asrama. Wana Prastha Asrama swadharma-nya sebagai penasehat Brahmacari dan Grhastha Asrama, yaitu Sawacana gegenta.
Agar setiap tahapan hidup itu sukses mengamalkan swadharma-nya, pertama-tama yang wajib dikuatkan adalah daya spiritualnya dengan menguatkan sraddha dan bhakti-nya pada Tuhan. Karena itu di setiap banjar di bagian hulu areal pekarangan banjar didirikan tempat pemujaan. Di tempat pemujaan banjar itu, Tuhan dipuja sebagai Bhatara Penyarikan. Tujuan memuja Tuhan sebagai Bhatara Penyarikan, agar umat mendapat tuntunan rohani menapaki tahapan-tahapan hidupnya dari satu Asrama menuju Asrama selanjutnya sampai meninggalkan dunia sekala (nyata) ini menuju dunia niskala (gaib/kedewataan).
Mengapa Tuhan diberi sebutan Bhatara Penyarikan di Pura Balai Banjar. Kata Bhatara dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata “Bhatr” artinya maha pelindung atau pengayom. Penyarikan berasal dari kata Nyarik, artinya tuntas atau tahapan. Dari segi arti kata itu dapat disimpulkan, bahwa pemujaan Tuhan di Pura Balai Banjar itu untuk mohon kekuatan spiritual pada Tuhan, agar umat dapat dengan tuntas menyelesaikan tahapan-tahapan hidup berdasarkan ajaran Catur Asrama itu.
Kalau umat dapat menyelenggarakan hidupnya sesuai dengan swadharma-nya dalam setiap tahapan hidupnya tentunya akan terwujud kehidupan yang bahagia dalam setiap tahapan hidupnya. Pemujaan Tuhan sebagai Bhatara Penyarikan untuk mendudukkan nilai-nilai spiritual sebagai kendali utama dalam menapaki setiap tahapan kehidupan. Kalau setiap tahapan kehidupan dikendalikan oleh daya spiritual, maka tidak ada kenakalan remaja, orang tua maupun usia lanjut yang tak terurus.
Sayang keberadaan tempat pemujaan Bhatara Penyarikan tidak dimaknai sebagaimana konsepnya. Memuja hanya untuk memuja semata. Pemujaan Tuhan dalam berbagai KemahakuasaanNya harus dapat didayagunakan untuk membenahi kekuatan jiwa dalam mengendalikan kehidupan di dunia ini. Tujuan pemujaan Tuhan agar manusia tidak terombang ambing oleh hiruk pikuknya dunia. Justru manusialah yang mengendalikan dinamika kehidupan di dunia ini. Dunia ini adalah sarana kehidupan, bukan tujuan akhir dari hidup ini. Jangan manusia menjadi alatnya dunia. Meskipun manusia bagian yang tidak terpisahkan dari dunia ini, tetapi di antara makhluk hidup ciptaan Tuhan isi dunia ini, manusialah yang punya sabda, bayu dan idep.
Demikianlkah pemujaan Tuhan sebagai Bhatara Penyarikan di Balai Banjar agar manusia selama hidupnya senantiasa tertuntun secara rohani dari Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha sampai Sanyasin Asrama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar