Jumat, 23 November 2012

Sinergikan Kramaning Sembah, Asanas, dan Meditasi

Laporan Nyoman Suamba

Sore Hari bertepatan dengan perayaan hari Kajeng Kliwon pada sasih Kalima, Sabtu, 13 Oktober 2012 terlihat para orang tua, anak-anak dan remaja, datang ke asram I Gusti Gde Matas Eka Swiyasa, S. Ag, yang untuk sementara waktu mengambil tempat di Pura Dalem Harsana, Pagesangan, Mataram. Para orang tua, anak-anak dan remaja yang kebetulan hadir untuk ikut bersembahyang pada rahine Kliwon tersebut mendapatkan penceraha, sehingga merasakan dengan mengikuti kegiatan di asram I Gusti Matas. Kegiatan persembahyangan pada hari Kliwon tersebut merupakan kegiatan rutin di asram I Gusti Matas.

Uniknya persembahyangan yang dipandu langsung oleh I Gusti Matas tidak seperti sembahyang di pura-pura biasanya, di mana umat Hindu datang ke pura untuk ngaturang bhakti, di awali Puja Trisandhya, kemudian dilanjutkan kramaning sembah dan nunas tirta lalu mepamit. Berbeda dengan di Asram I Gusti Matas pemujaan yang dilakukan lebih dirasakan melebihi pemujaan di pura-pura lain. Perbedaannya adalah limit waktu sembahyangnya lebih lama, mantra atau pengucapan semua nama suci dikompilasi sedemikian rupa dengan tambahan yoga asanas, yaitu melalui teknik pranayama, surya namaskar. Kompilasi pemikiran ide brilian tersebut cukup membangkitkan intuisi umat, di mana para bhakta merasa menemukan jati dirinya. Berikut penelusuran Wartawan majalah Hindu Raditya yang di undang secara khusus oleh I Gusti Matas ikut merasakan kebahagiaan dan keheningan.

Pertama-tama sebelum umat memasuki mandala utama, umat sedharma diajak duduk di bale wantilan yang lumayan bisa menampung puluhan orang. Di bale wantilan tersebut I Gusti Matas menyampaikan petuah-petuah suci, mirip kegiatan Upanisad, seperti purwawacana singkat. Nampak suasana serius dalam raut wajah para bhakta. Setelah para bhakta mendengarkan purwawacana dan diberikan tuntunan meditasi menyangkut sikap tangan amustikarana yang tegak dan tetap dilakukan selama meditasi, kemudian kaki kanan ditaruh di atas kaki kiri selama meditasi dan tidak boleh dipindah-pindahkan. Menurut Gusti Matas sikap tersebut berfungsi menetralisir penyakit akibat darah menggumpal dan lainnya, juga untuk menguji kedisiplinan mental para bhakta, sehingga para bhakta menemukan intuisinya dalam keadaan tenang dan sadar.

Kemudian dilanjutkan dengan Pranawa Ong diulang-ulang selama sembilan kali, yang fungsinya untuk membangkitkan mula cakra dan lainnya agar kesadaran bangkit, yang dilanjutkan dengan tuntunan Puja Trisandhya dan kramaning sembah. Menurut Ajik Matas, demikian ia biasa dipanggil, apabila sembahyang secara umum, maka limit waktu setelah kramaning sembah umat biasanya nunas tirta dan mepamit, namun Gusti kembali mengajak umat untuk melakukan meditasi dengan mengkompilasi semua nama suci yang ada di Hindu. Urut-urutannya adalah pertama mantra pembukaan dengan mengucapkan Om Awignam Astu Namo Sidham, Om Anobadrah kratawoyantowiswatah, Om Swastyastu, kemudian dilanjutkan dengan pengucapan Gayatri Mantra sebanyak sembilan kali, dan di akhiri dengan menggosok-gosokkan tangan dan diraupkan ke wajah sebanyak tiga kali.

Yang kedua dilanjutkan dengan mengucapkan nama suci Brahma dengan menyebut Om Brahma Hyang Tunggal Maha Agung sebanyak sembilan kali diulang-ulang. Ketiga mengucapkan nama suci Dewa Tri Murti, yaitu Om Brahma, Wisnu Siwa sebanyak sembilan kali. Kemudian ditutup dengan parama santih dengan kembali menggosokkan kedua telapak tangan dan diraufkan ke wajah sebanyak tiga kali. Keempat mengucapkan nama Om Satyam Jayanam sebanyak sembilan kali, dilanjutkan dengan Om Sakti Siwa Brahmantu, untuk Dewa Ganesa Om Gayamanam, kemudian Om Hyang Wasu Dewa Krishna. Sebagai pemberi Wahyu. Dengan satu kali sebut, kemudian dengan penyebutan Om Hyang Sri Rama, kemudian Maha Mantra Hare Kreshna. Dilanjutkan dengan menyebut Ida Bhatara-bhatari sesuai tempat memuja. Misalnya di merajan disebutkan siapa yang dipuja, baru kemudian dilanjutkan dengan meditasi Bhastrika Pranayama, penarikan napas dan pengeluaran napas melalui hidung dengan menyebut saat ditarik napas "so" dan saat keluarkan napas mengucapkan "Ham" yang artinya napasku untuk Tuhan. Setelah itu semua, baru mantra japa dengan nama suci sesuai yang di inginkan para bhakta.

Sampai pada bagian inti, yaitu penggetaran yang diisi mantra Gayatri sebanyak sembilan kali sebagai penguatan nama suci, agar mendapat energi sesempurna mungkin dan sidhi. Para bhakta diajak menggetar-getarkan tangan menyebut nama mantra Ang, Ung, Mang dengan cepat-cepat sebanyak-banyaknya, sehingga para bhakta merasakan terangkat dan mengambang dari tempat duduknya tujuannya sebagai pembersihan diri sang jiwatman, ibarat air dalam gelas yang menempel kekotorannya. Apabila digerakkan atau dikocok, maka akan keluar buih kotorannya. Uniknya pada saat berlangsung meditasi tanpa suara, Gusti mengisinya dengan pengucapan maha mantra Hare Krishna Hare Rama, melalui lagu di hp-nya sayup-sayup, maha mantra terdengar halus mengisai pikiran para bhakta.

Kemudian Gusti menuntun para bhakta untuk memikirkan objek pujaannya sesuai pilihan dan kesukaan para bhakta. Misalnya bagi yang suka Siwa, pikirkanlah Siwa, bagi yang suka Ganesa, Brahma dan lainnya, pikirkanlah bentuk nama suci itu ada dalam pikiran. Menurutnya ini adalah bentuk kesejatian pemusatan pikiran para bhakta, agar murni. Gusti sebenarnya mengajak agar para bhakta mampu memusatkan pikirannya sesuai level-level atau kemantapan masing-masing bhakta, sehingga antara intuisi dan objek pikiran menyatu dan luluh ke dalam bentuk Wasu Dewa Krishna, yang ia katakan sebagai sanghyang gurunya, sehingga kolaborasi meditasi tersebut menghadirkan penggunaan nyanyian maha mantra Hare Krishna. Padahal Gusti selalu mengatakan dirinya tidak termasuk dalam sampradaya Krishna, namun Gusti sesungguhnya mencoba mengkompilasikan pemikirannya dengan menggabungkan pengucapan nama suci itu diseting dengan nyanyian Maha Mantara Hare Krishna.

Gusti yang merupakan alumni STAHN Gde Pudja Mataram ini menceritakan pengalaman mistiknya, sehingga ia harus berusaha mengkompilasi semua nama suci. Keinginannya adalah bagaimana tempat atau asram ini bisa memberikan sesuatu yang bermamfaat positif untuk kemajuan umat Hindu ke depan termasuk para tokoh Hindu. Para pemangku diharap dapat memetik ide-idenya ini, agar dijadikan acuan dalam bersembahyang bagi umat Hindu di seluruh Indonesia, agar umat Hindu merasakan manfaat lebih dari sembahyangnya. Setelah meditasi kemudian dilanjutkan dengan nunas tirta uniknya Gusti juga mengemas tradisi nunas tirta tersebut yang biasanya dipercikkan oleh para pemangku, akan tetapi di Asram I Gusti Matas tidak berlaku kebiasaan tersebut, melainkan secara etika tirta digabungkan dan dicampur oleh pemangku kemudian tirta dikemas dalam mangkuk-mangkuk kecil dan tiap mangkuk diberi bunga. Demikian juga bija-nya setelah siap tirta tersebut dibagikan ke semua bakta satu persatu. Jadi ini juga pembelajaran yang menurutnya, agar semua bhakta serempak bisa selesai metirta secara otomatis para bhakta juga akan belajar cara memercikkan tirta yang benar dan menghapalkan mantranya. Positifnya, para bhakta tidak berebut nunas tirta dan para pemangku tidak kelelahan memercikkan tirta seiring metirta, juga dinyanyikan kidung turun tirta.

Setelah selesai metirtha para remaja gadis dikoordinir untuk mengambil mangkuk tirta tersebut dan tiap bhakta dikoordinir kemudian, agar memunggut bunga-bunga yang selesai dipakai muspa. Bunga-bunga bekas muspa tersebut dikumpulkan dalam kantung plastik yang disediakan, bunga-bunga tersebut bisa dijemur dan dijadikan obat-obatan, sehingga pura tetap terjaga kebersihannya. Ide ini patut diapresiasi, di mana keinginannya untuk menggali khasanah yang dimiliki Hindu benar-benar efektif untuk mempertahankan umat Hindu, agar umt Hindu menjadi taat dengan kehinduannya dan penuh toleransi jika berhadapan dengan masyarakat umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar