Jumat, 23 November 2012

MEREMEHKAN HANYA AKAN BERUJUNG PADA PENYESALAN

Gede Rio Andre Sutrisna

Karma yang dilakukan manusia, baik berupa perbuatan, perkataan, maupun pikiran secara berulang-ulang lama-kelamaan akan menjadi sebuah kebiasaan orang tersebut. Tidak salah bila beranggapan seseorang menjadi baik atau buruk, menjadi sedih atau bahagia, sebenarnya telah ia “pilih” jauh sebelum ia mengalaminya. Setelah sadar demikian adanya, kini hanya tinggal introspeksi diri, apakah ingin dilanjutkan, ingin diperbaiki ataupun dihentikan. Anehnya bagaimanapun hasilnya selalu saja ada yang disesalkan.

Banyak orang mempertanyakan mengapa penyesalan munculnya belakangan? Meskipun penyesalan datang di akhir, ia dapat diprediksi sebelumnya. Hadirnya penyesalan dapat sangat terlihat dari orang yang suka berandai-andai dan ulet mengeluh. Selalu ada sebuah alasan untuk apa yang terjadi dalam hidup kita. Namun yang terpenting adalah kita bisa belajar dan mengambil hikmahnya. Manusia sempurna (lengkap) bila ia memiliki kelebihan dan kekurangan. Itulah Rwa Bhineda yang senantiasa menjaga keseimbangan segala yang ada di dunia ini. Bila berbicara tentang kekurangan/sifat buruk yang dimiliki manusia tidak akan pernah habis untuk dibahas. Ada salah satu keburukan manusia yang tidak disebutkan dalam Sad Ripu maupun Sad Atatayi secara eksplisit, namun sering kita lakukan. Musuh ini akan selalu membawa kita kepada pada penyesalan.

Sifat menganggap remeh bisa dimiliki oleh setiap orang, hanya saja barangkali kadarnya berbeda-beda. Sifat meremehkan dapat berupa meremehkan pekerjaan, meremehkan orang lain, dan meremehkan diri sendiri. Dalam bekerja terkadang kita menginginkan untuk mendapatkan hasil yang besar. Kemudian untuk mewujudkan cita-cita tersebut kita berusaha melakukan tindakan yang besar pula, yang memerlukan kerja keras dan banyak pengorbanan. Apa pun tantangan dan hambatannya kita sangat ambisius untuk mendapat hasil yang besar tersebut dengan tekad yang bulat! Apalagi hasil tersebut atas nama kebaikan/kebenaran atau demi orang yang kita sayangi. Tentu saja semakin memotivasi untuk meraih hasil yang besar tersebut.

Tanpa kita sadari karena terfokus untuk mengejar sesuatu yang besar, kita telah melupakan, bahwa sesuatu yang besar diawali dari yang kecil. Oleh sebab begitu semangatnya melakukan kebaikan yang akan “berbuah besar” kita tak hirau dengan kebaikan yang kecil. Perhatikanlah kumpulan kebaikan yang kecil tersebut lama-kelamaan akan menjadi kebaikan besar. Memang amat bagus melakukan kebaikan yang besar. Namun jangan sampai meremehkan kebaikan kecil. Jangan menganggap remeh kebaikan kecil dengan menganggapnya perbuatan yang sia-sia dan tidak memiliki pengaruh yang besar. Bahkan dengan jatuhnya setetes demi setetes, seguci air akan penuh. Seperti halnya orang bijaksana mengumpulkan sedikit demi sedikit, memenuhi dirinya dengan kebaikan. Bukan berarti karena sesuatu itu kecil kita remehkan karena ada sesuatu yang besar dan lebih menjanjikan. Tidak ada kata Penyalah dalam berbuat kebaikan.

Setiap orang mencoba mencapai suatu hal yang besar, tanpa menyadari bahwa hidup itu adalah kumpulan dari hal-hal kecil. Mulailah dari yang terdekat dan terkecil guna melakukan kebaikan kecil, seperti kebaikan kepada diri sendiri, bagi saudara, keluarga, teman, dan lingkungan/alam. Dibutuhkan kesabaran, keuletan dan ketulusan dalam melakukan kebaikan kecil. Cara terbaik untuk bersabar, adalah dengan menghilangkan kebiasaan menunggu hasil tanpa upaya. Karena tingkat hasil yang kita dapatkan sebanding dengan tingkat upaya kita. Ulangi terus menerus melakukan kebaikan kecil, hingga menjadi sebuah kebiasaan. Motivasi yang membuat kita memulai. Kebiasaan yang membuat kita terus berjalan! Percayalah suatu saat nanti akan menjadi kebaikan besar. Tuhan pasti melihat kesungguhan hati kita seringnya melakukan kebaikan-kebaikan kecil hingga suatu ketika, kita akan diberi kesempatan/kepercayaan untuk melakukan kebaikan yang besar.


Jangan Abaikan yang Kecil
Kesempatan besar hanya pantas bagi yang telah mendaya-gunakan kesempatan kecil. Bukankah untuk berbuat baik kepada orang lain maupun alam yang diperlukan hanya niat tulus dan tindakan? Masalah besarnya itu nomor ke sekian bergantung kemampuan. Begitu pula sebaliknya dengan keburukan yang kita lakukan. Karena kita menganggap keburukan yang besar memiliki pengaruh yang menderitakan, kita malah meremehkan keburukan-keburukan kecil yang telah kita perbuat. Berpikir bahwa keburukan yang kecil tidak akan sangat berpengaruh. Dengan toleransi, toh keburukan kecil, sekali saja tidak mengapa. Karena merasa aman dan belum begitu terasa hasilnya, kita bisa saja ketagihan melanjutkannya. Sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan sekarang akan dapat mengubah masa depan kita. Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit! Meremehkan hanya akan mengantar kita pada “bebladbadan” mekamben disunduk (meselselan). Barulah setelah itu berlaku “wewangsalan” tai belek tain blenget,(sube jelek mare inget)

Banyak orang ingin mengubah dunia tapi mereka tidak mengubah diri mereka sendiri. kita harus memulai dari sesuatu, dan sesuatu itu adalah diri kita sendiri. Aneh! Istilah orang penting terlalu sering digambarkan dengan politisi yang berkuasa, bos konglomerat, atlit berprestasi, artis ternama, atau semua yang kita sebut memiliki jabatan tertentu atau pekerjaan bergengsi. Kenyataannya, setiap orang adalah orang penting. Sama pentingnya dengan wajah-wajah yang bermunculan di layar TV atau sampul majalah. Demikian pula "pentingnya" orang-orang di sekitar kita. Jangan remehkan orang di sekitar kita, apalagi dia yang terdekat memperhatikan dan mengasihi kita. Menyepelekan orang lain akan dapat merugikan diri kita dan diri orang yang disepelekan. Meremehkan jenis ini mungkin muncul karena disebabkan merasa tidak ada untungnya, merasa orang itu kecil, merasa percaya diri berlebihan (sombong). Karena yakin bisa melakukan sendiri, kita malah meremehkan. Karena orang itu lemah/kurang dari kita, kita lebih enak untuk meremehkannya.

Sang Hyang Widhi Wasa menciptakan yang lebih besar bukan untuk menindas/meremehkan yang kecil, melainkan untuk membantu dan melindungi yang kecil. Dengan meremehkan orang lain kita telah menghilangkan tangan bantuan Tuhan. Kesuksesan akan kita peroleh dengan kemudahan karena kita memiliki banyak teman (jaringan). Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di tangan orang banyak. Kita sendiri yang telah mengurangi peluang kesuksesan kita. Meski dia yang kita remehkan lebih rendah daripada kita seharusnyalah kita bisa bersyukur tidak berada di posisinya. Justru kita harus menolongnya. Suatu saat nanti pasti kita akan memerlukan bantuan dari orang yang pernah kita remehkan. Kalau sudah begini, yang ada hanya perasaan malu dan menyesal kembali. Mudah-mudahan orang yang kita remehkan dulu tidak sama seperti kita. Kalau sudah terjadi barulah sadar.

Sesungguhnya, kebaikan yang kita lakukan adalah untuk kita, dan keburukan yang kita lakukan adalah juga untuk kita. Maka, jika ada kebaikan yang kita jauhi, pasti keburukanlah yang mendekati kita. Lalu bagaimana agar tidak gampang menyepelekan orang lain? Sebelum bertindak, pikirkan. Sebelum bicara, dengarkan. Sebelum menghakimi, pahami. Dan sebelum melupakan, maafkan. Mari kita cegah penyesalan akibat meremehkan dengan Tat Twam Asi. Aku adalah kamu. Kamu adalah Aku. Kesamaan aku dan kamu bukanlah dalam segala hal, melainkan yang esensial, sama-sama ingin bahagia dan ingin dihargai. Hargailah bila ingin dihargai. Jangan egois. Jangan menunggu untuk dihargai baru kemudian balik menghargai.

Kita mengetahui kualitas kita, dengan memperhatikan bagaimana orang lain bereaksi terhadap kehadiran dan cara-cara kita memperlakukan orang lain. Bila kita telah baik, tidak ada alasan yang membenarkan untuk meremehkan yang kurang baik. Ada yang mengukur hidup mereka dari hari dan tahun.Yang lain dengan denyut jantung, gairah, dan air mata. Tetapi ukuran sejati di bawah Surya adalah apa yang telah kita lakukan dalam hidup ini untuk orang lain. Apa yang kita beri itulah yang akan peroleh. Bila yang kita beri adalah “meremehkan” orang yang lebih kecil, kelak kita akan “diremehkan” oleh orang yang lebih besar daripada kita.

Hapus Trauma Masa Lalu dan Kecemasan Esok Hari

Kepercayaan diri datang dari 50 persen mempercayai (kemampuan) diri sendiri, dan sebagiannya lagi dari menjawab (menjaga) kepercayaan yang diberikan orang lain kepada kita. Demikian juga dengan menghargai diri sendiri. Orang lain belajar menghargai diri kita dari bagaimana cara kita menghargai diri kita sendiri. Banyak hal kecil seperti ini yang terlewatkan karena menyepelekan dan menganggap tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Banyak masalah yang dapat muncul karena kita meremehkan diri kita sendiri. Karena kegagalan di masa lalu dan kekhawatiran akan masa depan membuat kita meremehkan diri kita sendiri. Penyesalan akan hari kemarin, dan ketakutan akan hari esok adalah dua pencuri yang mengambil kebahagiaan saat ini. Coba bandingkan mana lebih menyakitkan satu jam meremehkan diri sendiri dengan satu jam yang digunakan untuk bekerja keras? Memang benar, masa lalu adalah penyakit yang sulit untuk disembuhkan. Kita tidak sendiri.

Siapa pun orangnya pasti memiliki masa lalu. Masa lalu tak bisa dihapus dan akan selalu melekat dalam segala aktivitas sepanjang hidup. Ketika ingin tidur atau baru bangun, masa lalu datang menyeruak begitu saja. Jangan sampai rasa putus asa, malu, meremehkan diri sendiri karena kegagalan (cinta atau pekerjaan) membuat kita enggan untuk bangkit. Orang yang meyakini bahwa nasibnya buruk, akan menjadi orang pertama yang meragukan kemungkinan perbaikan hidupnya. Lihatlah orang yang kurang beruntung dari kita, dan lihat pula keberhasilan yang pernah kita peroleh. Sukses memotivasi kita, kegagalan adalah vaksin yang memperkuat jiwa kemudian. Keyakinan memberi kita energi kemudian mulailah dengan beraksi! Awalilah dari sesuatu yang kecil.jangan meremehkan diri sendiri terus menerus. Damaikan diri sendiri dulu, barulah mendamaikan orang lain, bukan egois, tapi sadarilah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar