Yayasan Dharmasastra Manikgeni

Kantor Pusat: Jalan Pulau Belitung Gg. II No. 3 - Desa Pedungan - Denpasar BALI 80222. Hp/WA 0819 9937 1441. Diterbitkan oleh: Yayasan Dharmasastra Manikgeni. Terbit bulanan. Eceran di Bali Rp 20.000,- Pelanggan Pos di Bali Rp 22.000,- Pelanggan Pos di Luar Bali Rp 26.000,- Tersedia versi PDF Rp 15.000/edisi WA ke 0819 3180 0228

Senin, 17 Juni 2013

MELATIH DIRI MENGUATKAN HATI NURANI

I Ketut Wiana

Membangun moral yang semakin luhur dan mental yang semakin tangguh secara teoritis sangat mudah,tetapi dalam tataran implementasi sungguh tidak mudah. Membangun badan fisik yang sehat mungkin lebih mudah kalau hal itu benar-benar juga dipelajari dan dilatih saban hari. Fisik, moral dan mental ketiganya menyatu dalam diri setiap orang. Fisik, moral dan mental ini yang harus dikendalikan dengan Hati Nurani.

Kecerdasan intelektual bisa jadi bumerang yang menyengsarakan kalau dieksistensikan tanpa Hati Nurani. Kecerdasan intelektual meskipun kecerdasan itu didapat dari pendidikan tinggi tidak menjamin membawa keselamatan hidup. Hati Nurani itu adalah suaranya Sang Hyang Atma yang diekpresikan oleh Kesadaran Budhi. Dalam Bhagawad Gita III. 42 Budhi itu adalah sarana per tama untuk menyuarakan kesucian Atman. Kemudian baru Manah atau pikiran dan selanjutnya Indria. Kalau Budhi lemah mengekpresikan kesucian Atman, maka kecerdasan intelektual akan bebas menggunakan indria sesuai dengan kehendak pikiran. Hal inilah yang menyebabkan banyak kejahatan dilakukan dengan sangat cerdas dan cerdik. Seperti kejahatan membobol ATM suatu Bank. Pembuatan uang palsu, mencampur makanan dengan zat kimia berbahaya, pembuat bom rakitan oleh teroris, pembuatan obat palsu dan pemalsuan berbagai hal yang mendatangkan keuntungan besar dengan merugikan masyarakat luas dan Dharma.

Prof Dr Mapajanji Amin dalam bukunya “Kemandirian Lokal” menyatakan, bahwa carut marutnya dunia dewasa ini karena ketidakseimbangan kemajuan ilmu pengetahuan. Ilmu Eksakta sangat maju luar biasa. Tetapi ilmu Humaniora dan Spiritual sangat mundur. Karena itu harus dikembangkan apa yang disebut Holistik Paradigma, yaitu pandangan hidup yang seimbang dan terpadu dalam menyerap dan menerapkan ilmu duniawi dan ilmu rokhani. Kembali masalah hati nurani, agar kekuatannya mampu mendominasi dengan mencerahkan kecerdasan intelektual dan mengarahkan kepekaan emosional. Dengan kuatnya Hati Nurani mengendalikan hidup ini maka kesucian Atman akan terekspresikan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Katha Upanisad dinyatakan, bahwa budhi itu ibarat kusir kereta. Kusir itulah menentukan sukses dan tidaknya perjalanan kereta menuju tujuan yang ditentukan oleh pemilik kereta yang diumpamakan Atman dalam diri manusia. Ini artinya menguatkan hati nurani, artinya membuat kusir kereta yang sehat,cerdas menguasai segalanya yang menyangkut keberadaan kereta.Yang paling utama adalah paham akan segala penugasan pemilik kereta. Artinya kalau dalam diri manusia kusir budhi itu harus paham akan kehendak Atman yang suci. Atman itu menurut Upanisad adalah Brahman (Brahman Atman Aikyam). Inilah tujuan melatih hati nurani.

Untuk melatih hati nurani di samping memiliki wawasan yang luas dan dalam tentang diri manusia seutuhnya, juga berani melawan dorong pikiran dan hawa nafsu yang bertentangan dengan Dharma. Misalnya dimulai dari membiasakan diri mengkonsumsi makanan yang Satvik. Meskipun ada makanan enak, bahkan sangat enak, tetapi kalau itu makanan yang Rajasika dan Thamasik harus berani tidak mengkonsumsinya. Lama kelamaan makanan yang Satvik itu akan terasa enak karena sudah merupakan kebiasaan hidup.

Demikian juga latihlah pikiran, ucapan dan prilaku yang selalu menambatkannya dengan nama atau sebutan Tuhan. Dalam Sarasamuscaya 260 ada dinyatakan sbb:...dhyana ngarania ikang Siwasmaranam. Dhyana atau meditasi namanya dengan senantiasa merenungkan Nama Tuhan (Siwa). Merenungkan itu tidak sama dengan mengkhayal atau ngelamun dengan pikiran yang tidak terarah.

Merenungkan itu adalah mengingat-ingat dengan sungguh -sungguh. Swami Satya Narayana menyatakan bahwa cara yang sangat baik dan praktis beragama Weda (Hindu) pada jaman Kali ini adalah dengan Nama Smaranam artinya memuja Tuhan dengan mengulang-ulang nama suci Tuhan tersebut. Dengan mengulang-ulang nama suci Tuhan untuk tujuan memujaNya, akan dapat mencerahkan kesadaran budhi menguatkan dominasi hati nurani mengendalikan pikiran, perkataan dan prilaku. Mencapai kondisi kuatnya hati nurani itu tidak perlu pakai target yang ambisius. Lakukanlah hal-hal yang bernuansa Satvik dalam berbagai kehidupan. Apakah itu soal makanan, pikiran, ucapan, prilaku selalu arahkan pada konsentrasi pada nama suci Tuhan. Misalnya saja menghadapi suatu masalah kehidupan,yakinlah itu atas takdir Tuhan. Suka maupun duka yang kita alami atas takdir Tuhan. Tuhan menurunkan takdirnya atas karma yang pernah dilakukan manusia.

1 komentar:

  1. Om Swastiastu,

    Yth Bapak/Ibu Admin Web site ini,

    Mohon komen2 yang tidak ada hubungan dan bersifat spam seperti di atas ini dapat ditertibkan/dihapus.

    Suksma :)

    BalasHapus