tag:blogger.com,1999:blog-6754085196230372042024-03-06T13:32:32.684+08:00Majalah Hindu RadityaMajalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.comBlogger557125tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-83410508962859702782021-02-20T17:14:00.001+08:002021-06-01T14:03:55.305+08:00Sulinggih dalam Sorotan: Ada Sulinggih Cabul Tersangkut Pidana<p align="center" class="Bodytext2018" style="text-align: center; text-indent: 0in;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: "Trebuchet MS";">Sulinggih atau pendeta Hindu di Bali belakangan ini mendapat
sorotan tajam. Ada yang berbuat cabul, ada yang berbisnis banten dan
menyebabkan upacara yadnya jadi mahal, ada yang mediksa (menjadi sulinggih)
tanpa aturan. PHDI seharusnya bertindak lebih keras.<span></span></span></p><a name='more'></a><o:p></o:p><p></p>
<p class="Bodytext2018" style="text-indent: 0in;"><span style="font-size: 10.0pt; letter-spacing: -.4pt;"> </span><span style="font-size: 10pt; letter-spacing: -0.4pt; text-indent: 0in;">Seorang sulinggih bergelar dengan inisial IBRASM atau
nama walaka inisialnya IWM (38 tahun) harus berurusan dengan pihak penegak
hukum setelah dilaporkan melakukan tindak pidana asusila berupa pelecehan
seksual terhadap seorang perempuan berusia 33 tahun. Pencabulan dilakukannya
saat mendampingi korban bersama suaminya melakukan tirthayatra pada tengah
malam di sebuah campuhan di Gianyar.</span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt; letter-spacing: -.4pt;">Peristiwa
tersebut sudah cukup lama, yaitu 4 Juli 2020, dan dilaporkan oleh suami korban ke Kepolisian
Daerah Bali (Polda) Bali pada 9 Juli 2020. Namun, kasus ini mulai ramai di
media sejak Februari 2021 setelah pelaku resmi menyandang status
tersangka. Direktur Reserse Kriminal
Umum (Dir Reskrimum) Polda Bali, Kombes Pol Djuhandani Rahardjo Puro melalui
Kasubdit IV PPA Polda Bali, AKBP Ni Luh
Kompyang Srinadi menyatakan telah
menetapkan status tersangka kepada sulinggih yang dimaksud. Demikian berita yang dikutip dari
bali.idntimes.com. <o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt;">Sementara itu sebagaimana
disebutkan media online balebengong.id.</span><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;">, salah seorang pengacara di tim LBH Bali WCC, yaitu Made
Kariada, menyebutkan tersangka dikenai Pasal 289 KUHP tentang pencabulan dan
bisa terancam pidana maksimum 9 tahun. Pihaknya berharap kasus ini menjadi
edukasi dan pengalaman agar tak terulang lagi. <o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;">Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 21 ayat 1 menyebutkan perintah
penahanan atau penahan lanjut dilakukan terhadap seorang tersangka atau
terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang
cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka
atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan
atau mengulangi tindak pidana. “Paling prinsip agar kasus tak berulang, apalagi
ini ancaman 9 tahun,” jelas Kariada. <o:p></o:p></span></p><p class="Bodytext2018"><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5JRQvmXFBJDDxm0e6ezBgRaOK0XH6rbuaN91dng17hRGv-9-OE_ezTKt1a17mgusEMw5zlGFwl8CU29nBD33f6RruX1E4tpZqTycJHtq9gU5JmMMjEInZNKvkaka-eg40J_5db38gbRIk/s1134/Pesamuhan+Jkt.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="638" data-original-width="1134" height="360" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi5JRQvmXFBJDDxm0e6ezBgRaOK0XH6rbuaN91dng17hRGv-9-OE_ezTKt1a17mgusEMw5zlGFwl8CU29nBD33f6RruX1E4tpZqTycJHtq9gU5JmMMjEInZNKvkaka-eg40J_5db38gbRIk/w640-h360/Pesamuhan+Jkt.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sabha Pandita PHDI Pusat</td></tr></tbody></table><br /><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;"><br /></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;">Peristiwa
memalukan yang mencoreng dunia keagamaan di Bali ini menjadikan PHDI Bali
segera merespon dengan menggelar rapat yang dihadiri PHDI Kabupaten/Kota se
Bali pada Selasa, 16 Februari 2021 di Kantor PHDI Bali, Jalan Ratna, Denpasar.
Rapat tersebut sengaja membahas kasus oknum sulinggih yang diduga melakukan
pelecehan seksual tersebut serta mengantisipasi supaya tindakan oknum tersebut
tidak mencemarkan nama baik sulinggih lainnya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;">Dalam rapat
tersebut terungkap bahwa IWM status kesulinggihannya tidak tercatat resmi, sehingga tidak memiliki
Surat Keputusan (SK) Kesulinggihan dari PHDI. Menurut Ketua PHDI Bali, Prof.
Dr. I Gusti Ngurah Sudiana, PHDI hanya mengesahkan sulinggih yang hasil diksa
pariksa dari PHDI. Jadi seadainya di luar itu terdapat sulinggih, maka PHDI tidak
ikut bertanggung jawab apabila terjadi sesuatu, misalnya, kalau oknum tersebut
sampai tersangkut dengan hukum, maka nabenya yang mestinya mencabut status
kesulinggihannya. PHDI tidak memiliki kewenangan sampai sejauh itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt;">Tidak ada informasi yang
jelas, bagaimana status kesulinggihan IWM ini. Belum diketahui juga siapa
nabenya dan kapan melakukan diksa dwijati sebagai sulinggih. Besar kemungkinan
ini adalah sulinggih abal-abal atau tidak memenuhi syarat atau bisa jadi pula
hanya mengakui sebagai sulinggih tanpa ketentuan yang ada. Karena usianya di
bawah 40 tahun, sementara persyaratan sebagai sulinggih usia minumun adalah 40
tahun. <o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;">Di tempat
terpisah Dharma Adhyaksa PHDI Pusat, Ida Pedanda Gede Bang Buruan Manuaba
mengatakan kepada <i>Raditya</i> pada Rabu, 24 Februari 2021, bahwa sebaiknya
siapa pun yang memiliki niat menjadi sulinggih, medwijati lebih baik melalui
jalur yang prosedural, yaitu melalui pintu PHDI. Karena melalui PHDI <i>track
record </i>calon sulinggih akan diteliti
meliputi latar belakangnya di masyarakat, tanggapan masyarakat sekitar
terhadap calon tersebut, kemudian perilakunya di mata hukum, keseriusannya
dalam mengisi diri termasuk dalam proses <i>paneban</i> (<i>aguron-guron</i>)
dan sebagainya. Menurut Ida Pedanda,
pentingnya seorang sulinggih terregistrasi di PHDI agar memudahkan koordinasi
termasuk menyangkut hubungan dengan pemerintah. Karena bagaimanapun seorang
sulinggih yang melayani umat, maka apabila terdapat sesuatu di kemudian hari,
maka pemerintah selaku pelaksana pemerintahan akan lebih mudah dalam mengatur
dan menanganinya. Termasuk misalnya kalau terjadi peristiwa seperti ulah oknum
sulinggih tersebut, maka lebih mudah pula jalur pengawasan dan penindakan
menurut aturan organisasi. <o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;">Ida Pedanda
Bang Buruan Manuaba berhati-hati dalam mengomentari kasus tersebut mengingat
peristiwanya tidak jelas semuanya, tetapi secara normatif ia menyebutkan
seandainya benar peristiwa itu terjadi pada tengah malam dan di tempat sepi,
maka menurutnya hal itu sudah <i>salah masa</i>. Sebab menurutnya, secara etika
sulinggih mestinya menerima umat di tempat yang pantas, pada waktu yang lumrah,
seperti siang hari atau malam sebelum jam istirahat, dan itu pun dilakukan di
tempat terbuka. “Andaipun misalnya itu berkaitan dengan proses penyucian, <i>penglukatan</i>,
bahkan <i>metetamban</i>, yaitu pengobatan misalnya, maka hal tersebut dapat
dilakukan dengan <i>penglukatan</i> atau <i>pebayuhan</i> di <i>geriya</i>.”
Beliau menambahkan apabila sulinggih berkehendak membantu umat untuk menangani
suatu keluhan peyakit, maka hal itu sah-sah saja sepanjang tidak terjadi kontak
fisik dengan “pasien”. Apabila diharuskan melakukan suatu sentuhan fisik
seperti mengurut, pijat, atau lainnya, maka tindakan tersebut sebaiknya
dikerjakan oleh pengiring Ida Pedanda yang berstatus ekajati (pemangku) dan
melakukan terapi atas arahan Ida Pedanda (sulinggih). “Dan sekali lagi
dilakukan di tempat terbuka untuk menjauhkan suatu prasangka negatif dan ekses
lainnya,” kata Pedanda Bang Buruan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;">Lantas
mengapa sampai terjadi kasus seperti pelecehan oleh oknum sulinggih tersebut?
Ida Pedanda Gede Bang Buruan Manuaba tidak berani menyimpulkan apa penyebabnya,
namun beliau mengingatkan bahwa menjadi sulinggih itu lebih merupakan suatu
komitmen pada diri sendiri untuk tujuan menyucikan diri, setelah itu baru <i>ngayah</i>
mengabdi dengan <i>ngalokapalasraya.</i> Nah, ini yang sulit, karena dalam hati
orang siapa yang tahu motivasinya mengambil diksa dwijati, karena peristiwa
buruk sudah terjadi akhirnya kembali pada hukum bahwa setiap warga Negara sama
kedudukannya di mata hukum. “Ya biarlah hukum yang memberikan keadilan, ya
kalau terbukti seperti itu, maka akan kena sanksi pidana, sebaliknya kalau
tidak terbukti, maka nama baiknya harus dipulihkan,” kata Bang Buruan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="color: #323232; font-size: 10.0pt;">Pada bagian
akhir Ida Pedanda mewanti-wanti kepada seluruh umat Hindu, agar waspada di
dalam menilai siapa pun termasuk sulinggih, karena nuwur atau memohon sulinggih
untuk hadir muput upacara sangat terkait dengan keyakinan yang melaksanakan
upacara. Ada umat yakinnya terhadap sulinggih A, sedangkan umat lain lebih
mantap mohon pemuputnya kepada sulinggih B. Semua itu baik, karena untuk
atmanstuti atau kepuasan batin, tetapi tetap harus hati-hati, karena itu umat
Hindu ada baiknya lebih dekat dengan sulinggihnya supaya tahu “kualitas” dan
kinerjanya dalam melayani umat.<o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt;">Sementara itu Jro Mangku Wayan
Sunasdyana juga menyoroti fenomena sebagian sulinggih pada era belakangan ini.
Menurutnya, fenomena yang terjadi di masyarakat walaupun telah diberikan empat
jalan menapak kehidupan yang sempurna dalam Agama Hindu, sering terjadi <i>Diksa</i>
dilakukan saat masih memiliki tanggung jawab sebagai seorang <i>Grhasta</i>
(berumah tangga), sehingga kebanyakan <i>sesana</i> <i>sulinggih</i> yang telah
digariskan sering sangat sulit untuk tidak dilanggar terutama dalam hal
tuntutan kehidupan material, dan tentu tidak menutup kemungkinan melanggar
sesana lain seperti mencuat kasus pelecehan seksual oleh seorang oknum <i>sulinggih</i>
di Gianyar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt;"> </span></p>
<p class="Bodytext2018"><b><span style="font-size: 10.0pt;">Sulinggih Massal<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt;">Yang juga ramai
diperbincangkan belakangan ini adalah adanya sulinggih yang melakukan diksa
dwijati tidak mematuhi aguron-aguron mau pun yang ditetapkan oleh PHDI Bali.
Selain usianya yang tidak memenuhi syarat, juga jenjang kesulinggihannya tidak
jelas. Belum berpengalaman sebagai pemangku sudah melakukan diksa sebagai
sulinggih. Bahkan ada sulinggih yang didiksa masal sampai 30 orang sekaligus
oleh sebuah Yayasan yang bernapaskan Hindu. Dari perbincangan di media sosial,
sulinggih yang didiksa massal ini dikatagorikan sebagai sulinggih dari
sampradaya tertentu. “Bagaimana prosesnya bisa menjadi sulinggih kalau disiksa
secara massal sampai 30 orang, apakah ada upacara seda raga-nya?” demikian
pertanyaan warganet di media sosial. Seda raga itu adalah upacara kematian
karena sulinggih itu disebut dwijati karena dianggap lahir dua kali. Pertama
lahir dari rahim ibu kandungnya, kelahiran kedua dari guru nabenya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt;">Karena itu banyak orang
berharap PHDI sebagai majelis umat harus lebih tegas lagi dalam memberikan izin
dan sertifikat kepada sulinggih. Kalau memang tidak memenuhi syarat harus
dicegah dan dilarang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt;">Sementara itu, Ida Pandita
Mpu Jaya Prema Ananda selaku salah satu pengurus Sabha Pandita MGPSSR Pusat
mengatakan, pediksa sulinggih di Warga Pasek sudah sangat baku, meski pun terus
menerus disempurnakan. Tidak bisa ujug-ujug orang menjadi sulinggih. Harus
lewat pemangku dan pemangku itu pun bukannya pemangku seperti di pura tertentu
yang berdasarkan keturunan atau main tunjuk. Tetapi pemangku yang mengikuti
pendidikan atau kursus pemangku. “Setelah lulus menjadi pemangku calon
sulinggih melanjutkan pendidikan calon bhawati. Setelah dianggap lulus dengan
tes yang benar, maka calon itu bisa dinobatkan sebagai bhawati dengan upacara
yang disebut pewintenan bhawati. “Setelah itu baru bisa diberi gelar Ida
Bhawati,” kata Mpu Jaya Prema.<o:p></o:p></span></p>
<p class="Bodytext2018"><span style="font-size: 10.0pt;">Bhawati ini boleh
dikatakan sebagai magang pandita dan itu lamanya minimum 6 bulan sampai 2
tahun, tergantung kemampuan seseorang. Setelah itu diadakan tes lagi yang
disebut diksa pariksa beik oleh MGPSSR maupun oleh Parisada. Kalau sudah lulus
baru memohon izin melakukan diksa. “Jadi prosesnya panjang dan tak bisa
ujug-ujug apalagi didiksa massal.” Kata Mpu jaya Prema.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 10.0pt; line-height: 107%;">Kalau semua
ini terus ditegakkan maka kecil kemungkinan seorang sulinggih menghadapi kasus
pidana, apalagi sampai masuk ke pengadilan. Sulinggih yang sampai ditahan dan
diadili harus diputus dulu gelar sulinggihnya. “Ada upacaranya itu yakni
rambutnya dipotong oleh nabenya sehingga kembali menjadi walaka,” imbuh Mpu
Jaya Prema.</span><o:p></o:p></p><span class="fullpost">
</span>Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-52887890229923946462019-05-29T15:55:00.001+08:002019-05-29T15:59:55.740+08:00#WacanaMpuJayaPrema Bagaimana Menempatkan Bija Dengan Benar<iframe allowfullscreen="" frameborder="0" height="270" src="https://www.youtube.com/embed/vdOJJfq0hc0" width="480"></iframe>
<span class="fullpost">
</span>Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-18230150666184657612019-05-16T09:41:00.000+08:002019-06-01T09:42:38.400+08:00Eskatologi dalam Teks Atma Prasangsa Spiritual membahas hal-hal yang berhubungan dengan kejiwaan; rohani; batin; mental; moral. Spiritualisasi adalah pembentukan jiwa; penjiwaan.<br />
<a name='more'></a><br />
Spiritualisme adalah aliran filsafat yang mengutamakan kerohanian; ia menumpahkan perhatian kepada ilmu-ilmu gaib seperti mistik dan spiritisme. Spiritisme adalah pemujaan kepada roh; kepercayaan bahwa roh dapat berhubungan dengan manusia yang masih hidup; ajaran dan cara-cara memanggil roh.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSNmPml8l6CpQR8c1QtGdZz2E4CnZddkGovNuwa9lu4U4RkInc3x95zX2tfkB3oY1oCmV_rgqEAkv21ixvmsGjpOpScZvzAfURbo0AYqy0hUethQXtQ6XKBAiCAf4r6OpYm8ytZmo-uY6L/s1600/cover+262+WEB.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="764" data-original-width="568" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSNmPml8l6CpQR8c1QtGdZz2E4CnZddkGovNuwa9lu4U4RkInc3x95zX2tfkB3oY1oCmV_rgqEAkv21ixvmsGjpOpScZvzAfURbo0AYqy0hUethQXtQ6XKBAiCAf4r6OpYm8ytZmo-uY6L/s320/cover+262+WEB.jpg" width="237" /></a></div>
<br />Spiritual, spiritialisasi, spiritualisme, dan spiritisme memerlukan suatu usaha yang metodis, tekun, serta perjuangan yang keras untuk mencapai tahapan ideal sang jiwa sebagaimana dicita-citakan dalam agama. Dalam upaya membentuk jiwa, rohani, batin, mental, moral yang murni diperlukan ketaatan manusia di dalam berpikir, berkata, dan berperilaku, sehingga ajaran agama banyak mengatur tatacara kehidupan, panduan moral dan etika seperti ajaran Yama dan Niyama Brata. Selain berbentuk tuntunan tentang tata cara berperilaku, upaya peningkatan spiritual juga melalui sentuhan mental kejiwaan, yaitu berkaitan dengan eskatologi atau keyakinan akan keberadaan roh selepas meninggal. Dalam eskatologi dalam banyak agama diperkenalkan tentang sorga dan neraka.<br />Implementasi riil dari konsep eskatologi adalah sebuah pendakian spiritual. Ida Wayan Jelantik Oka menyebutkan bahwa kekuatan orang untuk berbenah yang bersumber dari ketakutan akan neraka sangat besar. Ini adalah modal utama di dalam spiritual. Tanpa kekuatan spiritual seseorang tidak akan mampu berkembang. Demikian diuraikan oleh Anak Agung Raka Asmariani saat mempresentasikan disertasinya berjudul ”Eskatologi dalam Teks Geguritan Atma Prasangsa (Kajian Teks dan Konteks)” di hadapan dewan penguji ketika menjalani ujian terbuka untuk meraih gelar Doktor Ilmu Agama di Gedung Pascasarjana IHDN Denpasar, pada Kamis, 18 April 2019.<br />Lebih lanjut Asmariani menyatakan, spiritual membutuhkan energi yang besar. Perjalanan batin seseorang membutuhkan energi yang besar, bahkan latihan dasar dari orang berlatih spiritual adalah mengumpulkan energi yang cukup besar (kuat), agar mampu melampaui wilayah fisik ini menuju alam rohani. Dalam hal ini, eskatologi terutama konsep sorga-neraka sangat efektif, sehingga pendakian spiritual bisa dilangsungkan.<br />
<br />Kematian adalah satu hal yang paling ditakuti manusia. Di antara semua rasa takut, maka menghadapi kematian adalah puncak rasa takut manusia. Kematian bersifat riil, natural, imanen, esensial, universal, dan merupakan bagian yang integral dalam kehidupan manusia. Namun demikian tetap saja kematian menimbulkan rasa takut dan kesedihan yang mendalam. Ketakutan menghadapi kematian pada dasarnya hanya merupakan perasaan diri sendiri, karena takut berpisah dengan keluarga dan semua kesenangan dan kenikmatan dunia.<br />
<br />Di hadapan dewan penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. Relin, D.E., promovendus Raka Asmariani menjelaskan lebih lanjut bahwa di dalam Geguritan Atma Prasangsa yang ditelitinya, sorga digambarkan sebagai tempat yang menyenangkan, penuh dengan kedamaian. Sorga digambarkan sebagai tempat yang begitu indah dan taman bunga yang berwarna-warni, penuh dengan berbagai perhiasan yang berharga, penuh dengan wewangian, tempat duduknya disebut dengan padmasana, begitu banyak widyadari yang sangat cantik, dipersembahkan makanan dan perhiasan yang sangat cantik dan indah. Sorga Dewa Indra ini hanyalah dihadiahkan kepada orang-orang yang selalu berbuat baik dalam hidupnya, tidak pernah menyakiti orang lain dan selalu bijaksana dalam menghadapi berbagai permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan.<br />
<br />Sementara itu pada Geguritan Atma prasangsa diceritakan ada roh yang disiksa di dalam kawah yang begitu panas. Dinarasikan hukuman atau siksa neraka yang dialami oleh roh, seperti direbus dalam kawah dan diguling (panggang-red) secara terus menerus sampai asa hukumannya habis barulah sang atma tersebut akan tebebaskan dan akan mengalami kelahiran kembali.<br />
<br />Terdapat begitu banyak ilustrasi siksa roh di alam neraka, di antaranya disebutkan roh yang berjalan di atas titi ugal-agil dimana dibawahnya menyala api yang berkobar-kobar, sementara titi ugal-agil terus bergoyang-goyang yang dapat membuat sang roh tergelincir jatuh ke dalam kobaran api. Konon roh-roh yang jatuh ke dalam api semasa hidupnya di dunia banyak melakukan perbuatan tidak baik, di antaranya senang mencuri milik orang lain, tidak berpegang pada ajaran agama, suka iri hati kepada sesame, dan perbuatan terdcela lainnya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjg31l_7n2WnsvhvOXnRhyystsZXdMEoZXanjpR6Oktp2KlGh40koRnZf2YhbuWHYugtlqst3r6iz7WC6jy80i_spos81mGBhd3NOctepuQAhSwKUFyUKrlh9QirwVYUCz4R3V6ghiBlE3T/s1600/neraka+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="352" data-original-width="472" height="297" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjg31l_7n2WnsvhvOXnRhyystsZXdMEoZXanjpR6Oktp2KlGh40koRnZf2YhbuWHYugtlqst3r6iz7WC6jy80i_spos81mGBhd3NOctepuQAhSwKUFyUKrlh9QirwVYUCz4R3V6ghiBlE3T/s400/neraka+2.jpg" width="400" /></a></div>
<br />Geguritan Atma Prasangsa menuliskan mengenai pelaksanaan upacara Ngaben dari yang nista, madya, dan juga utama. Geguritan Atma Prasangsa menggambarkan bahwa setiap orang yang sudah meninggal keturunannya memiliki kewajiban untuk melaksanakan upacara Ngaben yang mana upacara Ngaben memiliki sebuah tujuan mengantarkan/menunjukkan jalan kepada roh menuju Ida Sang Hyang Widhi Wasa.<br />
<br />Beberapa pupuh menjelaskan bahwa dalam setiap pelaksanaan upacara yadnya yang paling penting diperhatikan adalah sarana upacara yang akan digunakan. Jika sarana upacara yang dibutuhkan dalam pelaksanaan upacara tersebut tidak ada, maka harus diupayakan untuk ada sesuai dengan kebutuhan yadnya yang dilakukan, karena setiap upacara yang dilakukan harus sesuai dengan ajaran sastra.Jika ada yang melaksanakan upacara yadnya dengan sarana yang kurang, maka pelaksanaan upacara yadnya tersebut akan bernilai sia-sia. Tempat petulangan atau wadah/bade yang mewah bukanlah ukuran yang utama dalam pelaksanaan yadnya, karena kesuksesan upacara yadnya ada pada kelengkapan sarana yang digunakan.<br />
<br />Namn, bukankah dalam Hindu disebtkan kalau atma memiliki sifat-sifat yang langgeng serta tidak bias dilukai oleh senjata, tidak terbakar oleh api, tidak terbasahkan oleh air, tidak terkeringkan oleh angin, kekal abadi, lalu apa makna atma yang dibakar dalam api neraka? Bukankah akan sia-sia membakarnya karena tidak akan membawa penderitaan padanya. Jadi, atma yang disebutkan dalam teks Atma prasangsa lebih mengacu pada pengertian badan halus atau suksma sarira ata disebt citta. Sksma sarira ini masih merasakan sensasi sakit dan nikmat. <br />
<br />Adanya kepercayaan terhadap eskatologi Hindu yang mana perbatan yang baik akan menuntun manusia selalu mendapatkan hal-hal yang baik dalam kehidupan di dunia dan juga dalam kehidupan di akhirat, karena Hindu percaya perbuatanlah yang akan mengantarkan manusia untuk mencapai sebuah tujuan yang sesungguhnya. Begitu pula, jika seseorang selalu berbuat yang tidak baik dalam kehidupannya, maka ia akan mendapatkan siksa neraka, yaot mendapatkan siksaan di dalam kawah goh mka, yaitu sebah jambangan yang berkepala sapi yang berisikan air panas yang terus menerus dipanaskan dan disanalah tempat dari para roh untuk menebus segala kesalahannya. Eskatologi semacam inilah yang memotivasi umat Hindu di Bali untuk ters berusaha berbat baik.<br />
<br />Geguritan Atma Prasangsa yang diteliti Asmariani merpakan sebah teks yang memiliki seorang tokoh sentral bernama Bhagawan Panyarikan yang telah lulus dari pertapaannya, sehingga Bhagawan Panyarikan dapat melakukan perjalanan spiritual menju ke alam sorga dan alam neraka. Bhagawan Panyarikan pun dapat melakukan dialog dengan atma yang dijumpai sepanjang perjalanannya. Bhagawan Panyarikan bertemu dengan Sri Mercukndya, dan kemudian mereka berda duduk bersama berdialog tentang apa yang ditemkan sepanjang perjalanan. Saat tengah berbincang tentang para atma yang dijumpai, Bhagawan Panyarikan kemudian melihat ada atma yang sangat cantik bernama Ni Sri Nandhi. Ni Sri Nandhi inilah yang banyak bercerita menceritakan kehidpannya semasa di dunia yang senantiasa tabah dan sabar menghadapi berbagai kejahatan dan ketidakadilan padanya, tidak mendendam dan memendam kebencian, ia yang selalu berusaha melakukan kebaikan dan tidak terpancing turut melakukan perbatan tercela. Atas perilakunya selama hidp itlah kemudian setelah meninggal Ni Sri Nandhi diberi penghargaan masuk sorga. <br />Putrawan<br /><br /><br /><br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-9237790772857926452019-05-15T09:37:00.000+08:002019-06-01T09:44:16.367+08:00Melatih Melenturkan Pikiran Melalui BukuMembaca buku bukan sekadar bertujuan untuk memperoleh informasi baru tentang berbagai hal atau tidak pula untuk sekadar hiburan di waktu senggang, karena melalui membaca setiap orang dapat melatih intelektualnya supaya menjadi lincah, terangsang untuk kreatif, serta melatih pikiran agar tidak mudah menerima setiap informasi begitu saja.<br />
<a name='more'></a><br />
Membiasakan membaca buku sejak usia dini akan semakin bermanfaat untuk melenturkan pikiran, sehingga menjadi semakin mahir pada nantinya di dalam menghadapi setiap problema kehidupan. Itulah salah satu alasan mengapa Widya Yowana, Denpasar pada bulan Maret-April 2019 lalu melaksanakan kegiatan sosial dengan membagikan 5000 buah buku bacaan untuk anak-anak yang dibagikan secara gratis.<br />
<br />
“Ada lima judul buku yang berkategori bacaan untuk anak-anak dengan jumnlah lima ribu eksemplar kita drop ke Karangasem, Bangli, Denpasar, Buleleng, dan Tabanan. Bhakti sosial ini merupakan kerjasama Widya Yowana dengan Balai Bahasa Provinsi Bali,” jelas Made Arsana (41 tahun) yang mengkoordinir kegiatan tersebut.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMPpzEeEJugoqhZvZy4ZwHVrWox-DDVDcwK9gmsznt1jCfa3czxNijpOjXJiqsX9ACRTxNnTYxbcWMBO13qeEqAEJHnUXeGejIZkjXQ3e87sekU0r8zBsHFcsvRqR7WlagUl25eQ1MLQn5/s1600/sumbangan+buku++%25283%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="780" data-original-width="1040" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMPpzEeEJugoqhZvZy4ZwHVrWox-DDVDcwK9gmsznt1jCfa3czxNijpOjXJiqsX9ACRTxNnTYxbcWMBO13qeEqAEJHnUXeGejIZkjXQ3e87sekU0r8zBsHFcsvRqR7WlagUl25eQ1MLQn5/s400/sumbangan+buku++%25283%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsLXn9_cbAgn_pDNRCkvjCBvly0ZaolKJ-AQSUutNwpHEyH01i0m5g7JJ_qBQNqHbKodzoiLexENfIyzwqeQ_R9thJzNtOGuLeJp_P87ZIiHJm7vFjNoDbrYaa6rQ2Ro8bQGhR6dyQG4ML/s1600/sumbangan+buku++%25284%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="1280" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgsLXn9_cbAgn_pDNRCkvjCBvly0ZaolKJ-AQSUutNwpHEyH01i0m5g7JJ_qBQNqHbKodzoiLexENfIyzwqeQ_R9thJzNtOGuLeJp_P87ZIiHJm7vFjNoDbrYaa6rQ2Ro8bQGhR6dyQG4ML/s400/sumbangan+buku++%25284%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjD8dPII7edL_sR6NXH5dywWedYyoumxd5-xxdrpXgbPWDsA2AcepmUD7DKPoB3W2vHgnIDTsaKjsGhcOUBlOexNkaOIzYlwQGUwczJuHnyhukA8Yv5ywZMn0MvDhdzHt7RhUR9_BPot0tG/s1600/sumbangan+buku++%25285%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="958" data-original-width="1280" height="298" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjD8dPII7edL_sR6NXH5dywWedYyoumxd5-xxdrpXgbPWDsA2AcepmUD7DKPoB3W2vHgnIDTsaKjsGhcOUBlOexNkaOIzYlwQGUwczJuHnyhukA8Yv5ywZMn0MvDhdzHt7RhUR9_BPot0tG/s400/sumbangan+buku++%25285%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />
Ditemui di Denpasar pada Senin 22 April 2019 lalu di Denpasar, Made Arsana merinci judul-judul buku yang dibagikan kepada anak-anak SD dan anak-anak pesraman itu, yaitu: Bocah Penjaga Sawah, Grubug, Mutiara Tanah Aron, Dari Mata Turun ke Hati, dan Bersinar di Pulau Bali. Adapun buku-buku tersebvut di antaranya dibagikan kepada anak-anak untuk dikoleksi dan dibaca di rumah masing-masing, meskipun buku tersebut dibagikan di sekolah-sekolah. Widya Yowana menilai buku bacaan lebih efektif disimpan di rumah anak-anak itu biar lebih leluasa kalau ingin membaca, sebab kalau ditumpuk di perpustakaan anak-anak akan kesulitan mendapat akses membaca karena keterbatasan waktu mengingat jadwal mata pelajaran yang sudah padat. Selain itu menurut Arsana, dengan memberikan buku-buku tersebut dibawa pulang dan dimiliki oleh anak-anak, maka harapannya ke depan tumbuh minat mereka untuk mengoleksi buku bacaan, meski ia sendiri menyadari betapa sulitnya menumbuhkan minat membaca buku bagi anak-anak di era ini, karena sejak dini anak-anak sekarang lebih tertarik untuk membaca status facebook dan main game online. <br />
Sejumlah tempat yang menerima buku bacaan ini di antaranya: anak-anak di Banjar Langsat, Desa Rendang dan Pesraman Desa Rendang Karangasem, SDN No 1 dan 3 Madenan, Buleleng, SDN 1 Subaya, Songan-Kintamani, Bangli, SDN 3 Sala Abuan, Bangli, SD Satya Sai di Jalan Kemuda, Denpasar, anak-anak SSG di Jalan Mahendradatta, Denpasar, anak-anak di SDN 1 dan 2 Mambang, Selemadeg Timur, Tabanan.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR2Zb-4arBL31hZC3VDXV2EDycd8m92vqnfVQajIc6WwZFMTZdovHvUr0ZMvqMcp_M9SsjomOA1n-__PYAFNPQECum1tKcl06gIOMqElZnT6f1qSKBo2lF0zuICrXG78CmyX_G2OAtAcB0/s1600/sumbangan+buku++%25286%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="780" data-original-width="1040" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjR2Zb-4arBL31hZC3VDXV2EDycd8m92vqnfVQajIc6WwZFMTZdovHvUr0ZMvqMcp_M9SsjomOA1n-__PYAFNPQECum1tKcl06gIOMqElZnT6f1qSKBo2lF0zuICrXG78CmyX_G2OAtAcB0/s400/sumbangan+buku++%25286%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLeofmYIRvgzNUKFFcK1hFKqEskEu0_aeioM6b2I-XtepdiXKHFJFP6_aXuaRdE1FlP406eATvxlgzWsXw6mbR0FuZ4ppCQTi11Qq3ycr1DWQFhoRsHE-F3EXjF6-pKXeYmu0i9lG64N_l/s1600/sumbangan+buku++%25288%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="774" data-original-width="1032" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLeofmYIRvgzNUKFFcK1hFKqEskEu0_aeioM6b2I-XtepdiXKHFJFP6_aXuaRdE1FlP406eATvxlgzWsXw6mbR0FuZ4ppCQTi11Qq3ycr1DWQFhoRsHE-F3EXjF6-pKXeYmu0i9lG64N_l/s400/sumbangan+buku++%25288%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEie6qv8FYT7BQEdXXRCvAOJyxKtvhcg6sVW_U_WXRGhrVQZ33lCNHFK6YUqDzZk-MVUCQA8WqI7fIGdw0AW2L1wYJeUMAlItxFWNIj7BlBlMGLRc9064MDCvCfwiYyZZLgrK1cL28CM-ORJ/s1600/sumbangan+buku++%252812%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1040" data-original-width="780" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEie6qv8FYT7BQEdXXRCvAOJyxKtvhcg6sVW_U_WXRGhrVQZ33lCNHFK6YUqDzZk-MVUCQA8WqI7fIGdw0AW2L1wYJeUMAlItxFWNIj7BlBlMGLRc9064MDCvCfwiYyZZLgrK1cL28CM-ORJ/s400/sumbangan+buku++%252812%2529.tif" width="300" /></a></div>
<br />
Berbagai pihak menyambut baik sumbangan buku bacaan seperti ini, sesuatu yang langka di masa kini. Kepala Sekolah SDN 1 Mambang, Ni Putu Sutami mengungkapkan rasa terima kasihnya atas adanya inisiatif piahak-pihak yang memberikan sumbangan buku bacaan tersebut. Menurutnya buku-buku seperti itu tentu akan memberi nuansa baru bagi anak-anak yang terbiasa berkutat dengan buku pelajaran sekolah. Hal senada dikatakan Ketut Suparta, salah seorang guru di SDN 2 Mambang yang mewakili pihak sekolah menerima sumbangan tersebut. “Kami berterima kasih kepada para pihak yang memberikan sumbangan dan pasti buku-buku ini sangat bermanfaat bagi anak-anak kami,” ucapnya saat menerima 50 eksemplar buku di sekolah setempat. (tra)Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-22386651333372280052019-05-15T09:31:00.000+08:002019-06-01T09:31:57.284+08:00Membangun Kultur Akademik dan Dharma Canti di STAHN Gde Pudja MataramLaporan Ida Bagus Pramana <br />
<br />
Rapat Kerja STAHN Gde Pudja Mataram “From The Ideas To Action” dalam Upaya Moderasi Beragama, Kebersamaan dan Kerukunan, dilaksanakan pada tanggal 13 s/d 15 Maret 2019 lalu di Hotel Aruna Senggigi. Ketua Panitia Raker Ida Ayu Wuri Handayani, S.Ag., M.I.Kom melaporkan bahwa peserta Raker tahun ini berjumlah 80 peserta, dimana kegiatan dibiayai oleh DIPA STAHN Gde Pudja Mataram berdasarkan SK Ketua STAHN Gde Pudja Mataram Nomor 35 Tahun 2019.<br />
<a name='more'></a><br />Adapun Maksud dan Tujuan dilaksanakan Raker ini antara lain memahami kebijakan, diperolehnya tata kelola secara konsisten dan memperoleh ide, gagasan serta masukan program kerja untuk meningkatkan mutu dari perguruan tinggi. Sasaran dari Rapat Kerja ini, yaitu seluruh dosen, pegawai, tenaga kontrak, dan mahasiswa. Pelaksanaan Raker tahun ini dilaksanakan tanggal 13 – 15 Maret 2019 di Hotel Aruna Senggigi terdiri dari beberapa Narasumber antara lain: Dirjen Bimas Hindu Kementerian Republik Indonesia, Prof. Drs. I Ketut Widnya, MA.,M.Phil., Ph.D.; Rektor UIN Mataram Prof. Dr. H. Mutawali; Guru Besar Unhi Denpasar Prof. Dr. IBG Yudha Triguna; Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana, Drs. H. Afrizal Zen, M.Si. Hari Kedua Rapat Kerja Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram menghadirkan Narasumber Guru Besar Unhi Bapak Prof. Dr. IBG Triguna, MS. Materi yang disampaikan oleh beliau tentang Strategi Pengembangan Perguruan Tinggi.<br />
<br />Inti dari materi yang disampaikan menekankan pada konsep pengembangan perguruan tinggi dimana pada zaman Revolusi Industri 4.0, semua dosen di perguruan tinggi harus mengikuti teknologi yang berkembang saat ini. Teknologi informasi merupakan istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. Maka dari ini perguruan tinggi harus menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi kepada publik, agar informasi yang diperoleh oleh masyarakat dapat tersampaikan. Begitu juga dengan dosen, dosen dituntut untuk mengetahui teknologi informasi baik dari segi proses belajar mengajar ataupun untuk kepentingan individu, seperti mengupload jurnal akreditasi, nasional, dan internasional.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkqpIdNmv0RQkPuex4y9dAhz1ygCM2AO_84qZ7kaam8FPvCi0ZZOogUYpTaQhlty1sGBetLn0M2S9vz-P5-8-nY_Pn3J9oYkpvVGB45jnSLxs33Gl7MdU9L2Mc9BHfJMpyv4SYttPbnR7V/s1600/rapat+stah+lombok.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="640" data-original-width="960" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkqpIdNmv0RQkPuex4y9dAhz1ygCM2AO_84qZ7kaam8FPvCi0ZZOogUYpTaQhlty1sGBetLn0M2S9vz-P5-8-nY_Pn3J9oYkpvVGB45jnSLxs33Gl7MdU9L2Mc9BHfJMpyv4SYttPbnR7V/s400/rapat+stah+lombok.tif" width="400" /></a></div>
<br />Maka dengan perkembangan teknologi, perguruan tinggi bisa memanfaatkan media sosial, website atau sejenisnya untuk mengembangkan perguruan tinggi masing-masing. Dalam rapat kerja tahun 2019 ini mengundang Rektor UIN Mataram Prof. Dr. H. Mutawali untuk mengisi materi dengan judul “Membangun Kultur Akademik di Perguruan Tinggi.” Penyampaian materi yang disampaikan oleh Prof. Mutawali menekankan bagaimana cara membangun kultur akademik. Sebelumnya kita harus mengetahui dahulu kultur itu apa? Perguruan Tinggi apa? Tujuannya apa?<br />
<br />Kultur akademik merupakan budaya yang menjunjung tinggi kebebasan berpikir kritis, analitis, dan objektif. Perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.<br />
<br />Tujuan pendidikan tinggi adalah (1) Mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian; (2) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengoptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.<br />
<br />Maka untuk membangun kultur akademik di perguruan tinggi antara lain: (1) mengevaluasi situasi organisasi dan menentukan tujuan yang strategis; (2) menganalisis budaya; (3) menganalisis kesenjangan antara apa yang ada dan apa yang diinginkan; (4) mengembangkan rencana pengembangan budaya; (5) melaksanakan rencana; (6) mengevaluasi perubahan.<br />Dharma Santhi Nyepi<br />
<br />Selain kegiatan di atas, kegiatan lain yang juga telah dilaksanakan di STAHN Gde Pudja Mataram adalah Dharma Santhi Caka Warsa 1941. Kegatan ini dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2019 pukul 18.00-22.00 wita bertempat di halaman kampus Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram. Kegiatan Dharma Santhi Caka Warsa 1941 STAHN Gde Pudja Mataram mengambil tema “Melalui Dharma Santhi Kita Wujudkan Nilai-Nilai Tri Hita Karana dalam Memperkokoh Dharma dan Kebersamaan Umat.” Kegiatan ini diisi oleh konser musik oleh UKM Musik, tari Gandrung oleh UKM Tari, lagu Indonesia Raya oleh UKM Paduan Suara, atraksi yoga oleh UKM Yoga. Tidak ketinggalan lawakan dari Dadong Rerod yang didatangkan dari Bali.Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-42202931961925471702019-05-15T09:26:00.000+08:002019-06-01T09:27:19.939+08:00CANDI LOSARI DI TENGAH KEBUN SALAK PONDOHLaporan Putu Sari, Yogyakarta <br />
<br />
Mengunjungi setiap Candi Siwa sambil belajar tentang cerita di balik penemuannya menjadi pengetahuan dan pengalaman yang sangat menarik dan berkesan sepanjang hidup. Apalagi kemudian bias melakukan meditasi, sembahyang, sujud bhakti sebagai wujud penghormatan kepada Hyang Siwa sekaligus memuliakan leluhur, maka menjadi lengkap kehadiran seorang pemuja/bakta di setiap situs Candi Siwa. Hal demikianlah yang saya rasakan ketika berkesempatan hadir untuk belajar dan melakukan penghormatan di Candi Losari.<br />
<a name='more'></a><br />Candi Losari berada di Dusun Losari, Desa Salam, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Wilayah yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Sleman DIY, dipisahkan oleh sungai/jembatan Krasak, merupakan daerah yang termasuk dekat dengan Gunung Merapi, bahkan ketika Gunung Merapi erupsi, sungai di sekitarnya sering menjadi jalur aliran lahar dingin. Daya dukung iklim yang sejuk dengan struktur tanah pasir bervulkanis membuat kedua daerah ini sangat subur, cocok untuk budi daya salak, sehingga dikenal menjadi penghasil salak pondoh kualitas terbaik. Kebun salak tertata dengan rapi, dikelola dengan pemeliharaan yang sangat baik oleh penduduk sekitarnya sebagai sumber penghasilan utama. Itulah kenapa sepanjang jalan raya Jogja-Magelang yang masuk wilayah Kabupaten Sleman dan Kecamatan Salam Magelang banyak sekali di sisi kanan kiri jalan utama tersebut, masyarakat sekitar menjajakan salak pondoh beserta produk olahannya, yang apabila musim berbuah/panen tiba, harganya bias sangat murah.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNsiBB8pLDST3WCwjcQfwLIijfxRZkZ3ZY4DtH0wI8HkafASTmyRgoJodMDRh2V9Sq8-1rMRfNurwUHHMYpMvsnGWz_6rvEwl7yPN1C3cRVG5xeEumeXLtRZoqk0RFpKseNy7eSCjbuUdb/s1600/candi+292+a.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="926" data-original-width="945" height="391" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiNsiBB8pLDST3WCwjcQfwLIijfxRZkZ3ZY4DtH0wI8HkafASTmyRgoJodMDRh2V9Sq8-1rMRfNurwUHHMYpMvsnGWz_6rvEwl7yPN1C3cRVG5xeEumeXLtRZoqk0RFpKseNy7eSCjbuUdb/s400/candi+292+a.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUG-SGWrmUyauwGwytJeQbLcqfLO6_3SRpwWHWeQA7lMwmv6gADteS9QvX8Ya8wsyfG8X6un0j5Uz6ZvZQLb6mia_19007ZR1GLE3nK6e7HFApCJ-Moa5oRdfMOyFvYLoS3O2sSUcvLRQq/s1600/candi+292+b.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="494" data-original-width="945" height="208" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUG-SGWrmUyauwGwytJeQbLcqfLO6_3SRpwWHWeQA7lMwmv6gADteS9QvX8Ya8wsyfG8X6un0j5Uz6ZvZQLb6mia_19007ZR1GLE3nK6e7HFApCJ-Moa5oRdfMOyFvYLoS3O2sSUcvLRQq/s400/candi+292+b.jpg" width="400" /></a></div>
<br />Menilik lokasi dari budidaya salak tersebut, yang dekat sungai dan dekat Gunung Merapi tidaklah heran kemudian di ketemukan situs Candi Siwa di tengah-tengah kebun salak pondoh. Hal ini membuktikan bahwa Kecamatan Salam Magelang merupakan bagian lingkaran peradaban Hindu yang sangat penting di Jaman Mataram Kuno, dimana Candi Siwa tertua Gunung Wukir persembahan Maharaja Sri Sanjaya (Raja Mataram Kuno pertama) yang sudah penulis angkat di edisi terdahulu juga berada di Kecamatan Salam ini.<br />
<br />Prasasti Canggal yang diketemukan di halaman tengah Candi Siwa Gunung Wukir berangka tahun 654 Saka (6 Oktober 732 M) menjadi bukti yang kuat bahwa betapa luar biasa perkembangan ajaran Siwa di Wilayah Kabupaten Magelang, khususnya Kecamatan Salam ketika itu. Beberapa Candi Siwa Hebat di Wilayah Kabupaten Magelang akan saya angkat satu-persatu pada tulisan selanjutnya. Candi Losari kalau ditarik garis lurus berjarak sekitar 5 kilometer dengan Candi Gunung Wukir. Beberapa tulisan tentang Candi Losari yang saya baca, dapat diketahui bahwa para arkeolog menduga Candi Losari dibangun sekitar tahun 800 M (Abad ke-8). Ada juga yang berpendapat bahwa Candi Losari dibangun sebelum abad ke-8, sejaman dan masih berkaitan dengan Prasasti Canggal Candi Siwa Gunung Wukir.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5CXtib0GUWHDhBK-lks9GtzAtQF_R8EiFLYYd8nYxrRg8Rhz_idssDTh8Hmqnd6w_X7FixNvk0mlo_px2rqTVNWJwbDYFv8DexN3vKDqcN08iCUCdBXSyOmqjKBmtDhkl8Gk8TKKltS6r/s1600/candi+292+d.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="647" data-original-width="945" height="273" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5CXtib0GUWHDhBK-lks9GtzAtQF_R8EiFLYYd8nYxrRg8Rhz_idssDTh8Hmqnd6w_X7FixNvk0mlo_px2rqTVNWJwbDYFv8DexN3vKDqcN08iCUCdBXSyOmqjKBmtDhkl8Gk8TKKltS6r/s400/candi+292+d.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpa5TBBYQu4HHD9b-d882nYlD63iro_3qNULKjWRXIKzSCX_Kyc02ftw5mXzDc03A2lu5U4kSaDGYyaVKIadIZliFVIviqMu3OXjfjnW3tXMsXLDtPiTcg86rPxK5H0BBXKxsXzYbnr7TM/s1600/candi+292+e.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="479" data-original-width="619" height="308" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhpa5TBBYQu4HHD9b-d882nYlD63iro_3qNULKjWRXIKzSCX_Kyc02ftw5mXzDc03A2lu5U4kSaDGYyaVKIadIZliFVIviqMu3OXjfjnW3tXMsXLDtPiTcg86rPxK5H0BBXKxsXzYbnr7TM/s400/candi+292+e.jpg" width="400" /></a></div>
<br />Menurut informasi staf BPCB yang bertugas ketika saya mengunjungi Candi Losari, menyampaikan bahwa Candi Losari ditemukan tahun 2004 oleh Muhammad Badri persis di lokasi yang merupakan kebun salak miliknya. Saat ingin mengolah lahan, Pak Badri menemukan serpihan-serpihan batu yang diduga merupakan batu candi. Bagian-bagian batu candi tersebut kemudian dikumpulkan, beberapa yang dirasa penting untuk diselamatkan dan dipelajari lebih lanjut dibawa pulang kemudian dilaporkan ke BPCB Jawa Tengah.<br />
<br />Pada 8 Januari – 1 Pebruari 2007, Candi Losari diekskavasi oleh tim kerjasama antara BPCB Jateng, Jurusan Arkeologi FIB UGM, Balai Arkeologi Yogyakarta, dan Balai Pengembangan Penyelidikan Ekologi Kegunungapian. Hasil penggalian menemukan 3 candi perwara dan 1 candi induk seperti yang sekarang ini bias dilihat. Candi utama menghadap ke timur, sedangkan 3 candi perwara menghadap ke barat. Candi yang tertimbun lahar dingin setinggi sekitar 4 meter di bawah permukaan tanah ini menyisakan reruntuhan batuan candi yang di dalam candi utamanya terdapat lingga yoni, dimana lingganya menurut informasi sudah diselamatkan ke Kantor BPCB Jateng, sementara Yoni tetap ditinggal di lokasi dengan kondisi yang sudah tidak sempurna lagi akibat penggalian dan pengangkatan selama proses ekskavasi berlangsung.<br />
<br />Untuk menuju areal utama Candi Losari pemerintah melalui BPCB telah membuatkan tangga turun dari besi yang cukup nyaman untuk memudahkan pengunjung menjangkau Candi. Bagi saya, blusukan kali ini sangat spesial, karena banyak yang bias dipelajari seputar Candi Losari, di salah satu bagian dinding candi perwara masih sangat jelas terlihat menempel bekas lahar dingin yang telah mongering dan menyatu dengan dinding candi perwara tersebut.<br />Relief gambar bunga yang sangat cantik, berjajar secara detail terpahat indah di dinding candi perwara, walaupun tidak begitu besar, seperti candi perwara umumnya, tetapi keunikan yang ditampilkan Candi Losari tidak kalah hebat dengan Candi Siwa lainnya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiysc-CT-g9e-0pjGGpUL1Ds25GJqJI0MV9QUQ3eKnA_6bnnbfrESIzE-Xki5jV0hYgecEpU29Kt-wSMnHQwsJ3r3RuM0qHMS_iSH9wwixw4Um_t5eA24plrLryRyNBJqkPYXRuv00LvMXW/s1600/candi+292+f.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="392" data-original-width="619" height="252" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiysc-CT-g9e-0pjGGpUL1Ds25GJqJI0MV9QUQ3eKnA_6bnnbfrESIzE-Xki5jV0hYgecEpU29Kt-wSMnHQwsJ3r3RuM0qHMS_iSH9wwixw4Um_t5eA24plrLryRyNBJqkPYXRuv00LvMXW/s400/candi+292+f.jpg" width="400" /></a></div>
<br />Kekaguman saya tidak berhenti sampai di situ saja, di bagian depan dan belakang candi perwara Candi Losari, persis di bawah permukaan tanah mengalir air yang jernih dan segar. Ternyata Candi Losari mengandung mata air yang sangat besar dan hebat di dalamnya. Selesai memuja dan memuliakan Hyang Siwa dan leluhur, saya melanjutkan berdoa memohon pelukatan sekaligus meminum merasakan langsung air jernih nan segar Candi Losari dari sumbernya. Saya membayangkan dengan debit air yang cukup besar, tentu sebelumnya candi Losari ini berkesan seperti candi yang berada di atas air. Menurut cerita penduduk sekitar, sebelum di tata, dibuat drainase, candi Losari memang candi yang tergenang oleh air seperti kolam ikan, sehingga konon pada hari tertentu ada juga yang memanfaatkan untuk kumkum (ritual membersihkan diri dengan berendam) oleh para penekun kebatinan.<br />
<br />Pada candi utama masih bias dilihat relief Mahakala yang tergeletak di depannya, biasanya relief Mahakala ini ditempatkan pada pintu masuk sebuah Candi Siwa. Sisi depan candi utama juga masih menyisakan relief kepala gajah, kalau dalam seni ukir di Bali lebih dikenal dengan ukiran Karang Gajah, dalam kondisi yang sangat sempurna menurutpenulis. Tidak ada kerusakan yang terlihat, sehingga bagi saya ini sisi yang menonjol dan istimewa juga dari Candi Losari yang tidak bias dengan mudah ditemukan di Candi Siwa lainnya.<br />
<br />Betapa beruntung saya diijinkan untuk mengenal dan mempelajari setiap bagian yang tersembunyi dari reruntuhan Candi Siwa (Hindu) tempat suci hebat warisan leluhur, sebuah anugerah yang pantas untuk saya syukuri. Melalui kesempatan ini tidak henti-hentinya saya mengajak kepada saudara yang memiliki perhatian dan kecintaan kepada tempat suci warisan leluhur ini mari terus kita jaga, lestarikan dan manfaatkan untuk memuja dan memuliakan Hyang Siwa dan leluhur, sehingga nilai-nilai luhur di dalamnya terus bias diwariskan kepada generasi berikutnya. Om NamaSiwaya.Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-66256664251341744452019-05-15T09:21:00.000+08:002019-06-01T09:22:01.299+08:00LPSSI dan YNSSI Kembangkan Pendidikan Karakter Untuk Menghadapi Tantangan Jaman Laporan Ni Wayan Pariatni<br />
<br />
Generasi muda adalah asset bangsa yang paling berharga untuk membangun masa depan, tetapi saat ini banyak generasi muda yang dihadapkan pada tantangan dan kemerosotan moral atau karakter. Hal ini tidak bias kita abaikan terlalu lama. Saat ini adalah waktu yang terbaik untuk menyelamatkan generasi muda dari ancaman yang bias menghancurkan masa depan mereka.<br />
<a name='more'></a><br />Pendidikan memegang peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter generasi muda, namun sisitem yang diterapkan saat ini belum menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pembentukan karakter generasi muda. Sisitem pendidikan moderen cenderung hanya menekankan pada sisi akademis dan mengabaikan sisi pengembangan nilai-nilaikemanusiaan/pendidikan karakter.<br />Pendidikan nilai-nilai kemanusiaan (PNK) Sathya Sai hadir memberikan sebuah solusi untuk menyeimbangkan dua sisi dari pendidikan ini, layaknya seperti burung terbang dengan dua sayap, pendidikan juga akan bias terbang tinggi mencapai pembentukan manusia yang seutuhnya (human excellent) apabila sayap pendidikan akademik dikembangkan selaras dengan pendidikan karakter. Hal ini akan membuat generasi muda yang sehat cerdas dan berkarakter. Sisitem pendidikan moderen menjejali kepala anak-anak dengan banyak informasi yang sifatnya menghafal. Hal ini akan membuat anak-anak menjadi pahlawan dalam kata, tetapi nol dalam tindakan.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWYuBQOl3QvwROBORHWq4zBMJLAtPBhj6o_ZC82AaAwaUQ1aO2D0ENtjGo1Z8Al16not1Ao7kBzQXzAlOlGRRMGbyawMRZYs4k6Eo1esnvC9xsNIuz_8Vpsquk2cK0afjECJZQB8TtScIl/s1600/ber+palu+262++%25285%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWYuBQOl3QvwROBORHWq4zBMJLAtPBhj6o_ZC82AaAwaUQ1aO2D0ENtjGo1Z8Al16not1Ao7kBzQXzAlOlGRRMGbyawMRZYs4k6Eo1esnvC9xsNIuz_8Vpsquk2cK0afjECJZQB8TtScIl/s400/ber+palu+262++%25285%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />Dalam hal ini yang memegang peranan penting untuk menerapkan model pendidikan ini adalah para pendidik/guru. Dalam model PNK SathyaSai guru diharapkan menjadi contoh yang baik bagi murid-muridnya tidak sekedar hanya member contoh. Kalau member contoh, guru hanya berprilaku baik di depan kelas saja, begitu keluar dari kelas guru tidak melakukan apa yang diaajarkan kepada sisiwanya. Sementara itu menjadi contoh adalah bahwa seorang guru itu mesti menerapkan semua hal baik yang diajarkan kepada anak didiknya. Dengan demikian maka niscaya anak didik akan menjadi baik juga, karena pada umumnya sisiwa itu bukan pendengar yang baik, tetapi peniru yang baik. Sehingga sebagai seorang guru ketika anak didik kita tidak mau mendengarkan nasehat kita jangan khawatir, tapi berhati-hatilah dengan tingkah laku kita sendiri, karena mereka akan mengamati dan menirunya.<br />
<br />Jadi ditangan seorang guru terletak tanggung jawab moral yang teramat mulia untuk membentuk generasi emas bagi nusa dan bangsa. Oleh karena itu untuk mengawali pembentukan karakter siswa kita mulai dengan membina para guru/pendidik, agar para guru lebih sadar betapa mulia dan besar perannya dalam membangun bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Seorang guru mesti belajar seumur hidup. Seorang guru mesti terus menambah wawasan dan pengetahuannya, agar selalu mampu memberikan pembelajaran yang menarik untuk anak didiknya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizFyRYlXzmuKz4Xc0V3aXBs07fFGQyhbd8FZ_i5KaKjgCW5Iij9ynkxTnY5wLXuLAQeeFdMtJ01daXKU6jLe-68WSnYzC190oIrBA7ajcAM-Q3eJGhj_zkbGTkwaIu8sWkb5RF_vjJUFQz/s1600/ber+palu+262++%25287%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizFyRYlXzmuKz4Xc0V3aXBs07fFGQyhbd8FZ_i5KaKjgCW5Iij9ynkxTnY5wLXuLAQeeFdMtJ01daXKU6jLe-68WSnYzC190oIrBA7ajcAM-Q3eJGhj_zkbGTkwaIu8sWkb5RF_vjJUFQz/s400/ber+palu+262++%25287%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />Menyadari hal ini, Lembaga Pendidikan Satya Sai Indonesia (LPSSI) hadir mengisi ruang dalam turut membentuk pribadi-pribadi yang berkarakter mulia. LPSSI sebagai wadah di bawah naungan Sai Study Group Indonesia ( SSGI) memiliki cabang di berbagai wilayah termasuk di kota Palu. LPSSI Kota Palu yang diketuai oleh Dr. Drs. I Nengah Kundera, M. Si, M. Kes., sudah menjalin kerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Palu berupa seminar dan training terhadap guru-guru. <br />Pada hari Sabtu, 20 April 2019 LPSSI kota Palu kembali menggelar Seminar Nasional Pendidikan Karakter bagi 100 guru TK dan PAUD bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Palu. Seminar sehari yang dibuka oleh kepala bidang PAUD Dan Dikmas Drs. Taufik Lamohido, M. Pd., dilaksanakan di Aula Inspirasi dan transformasi kawasan hunian sementara bagi korban gempa dan liquifaksi Petobo Palu. Seminar Nasional menghadirkan narasumber Instruktur Nasional Guru berprestasi yang juga kepala PAUD Sai Prema Kumara Denpasar I Wayan Wijania, S. Pd. PAUD, M. Pd. Sebelum mengawali materinya seniman lukis yang jago memainkan musik tabla ini mengajak peserta seminar yang seluruhnya guru wanita bermain dan bernyanyi bersama. Wijania mengawali materinya dengan penekanan bahwa pendidikan karakter berbasis nilai-nilai kemanusiaan lebih menyentuh pada hati nurani anak-anak. Sebab sejatinya pendidikan not head to head but heart to heart. Mungkin dengan mengisi kepala mereka mendapat banyak informasi, namun kalau kita menyentuh hatinya maka mereka akan bertransformasi.<br />
<br /> Sejatinya pendidikan itu adalah eduucare, yaitu menarik keluar dari dalam. Olehnya guru diharapkan tidak saja memberi contoh melainkan menjadi contoh yang baik, sebab anak didik itu bukan hanya pendengar yang baik, tetapi peniru yang baik. Ketika anak didik tidak mau mendengarkan nasihat kita jangan khawatir, tetapi berhati-hatilah dengan tingkah laku kita sendiri karena mereka akan mengamati dan menirunya.<br />
<br />Di tangan guru terletak tanggung jawab moral yang teramat mulia untuk membentuk generasi emas bagi mereka. Oleh karena itu untuk mengawali pembentukan karakter siswa kita mulai dengan membina para guru/pendidik, agar para guru lebih menyadarl betapa mulia dan besar perannya dalam membangun bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Seorang guru menurut Wijania harus belajar seumur hidup, guru mesti menambah wawasan dan pengetahuannya, agar selalu mampu memberikan pembelajaran yang menarik untuk anak didiknya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhl0et9ev3Qxqz3pIhuwgS-7iXd2zdn6lUacFdYV88iH8Ic3NVuLpeAk5IP8tZF-O70oMJcjanorAS5YQdqMrxrWs48V0Eo1fd6hHcyYrRaD1jEqHk6TCuR6ASsJBbv6M7WaLuLdh0qMRtF/s1600/ber+palu+262++%25283%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhl0et9ev3Qxqz3pIhuwgS-7iXd2zdn6lUacFdYV88iH8Ic3NVuLpeAk5IP8tZF-O70oMJcjanorAS5YQdqMrxrWs48V0Eo1fd6hHcyYrRaD1jEqHk6TCuR6ASsJBbv6M7WaLuLdh0qMRtF/s400/ber+palu+262++%25283%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />Semoga kedepannya para guru selalu berusaha memberi yang terbaik untuk para sisiwanya, sehingga mereka bertumbuh menjadi generasi emas kebanggan bangsa yang berkarakter mulia. Karena sejatinya pendidikan itu dianggap berhasil kalau pendidikan itu mampu menghasilkan sisiwa-sisiwa yang berkarakter mulia, sesuai dengan slogan dari PNK Sathya Sai, yaitu akhir dari pendidikan adalah karakter.<br />
<br />Seminar sehari yang disuguhkan secara menarik ini tak terasa harus berakhir. Metode pengajaran, motivasi diri bagi pendidik, etika profesi dan hal lainnya dikupas secara menarik dalam seminar ini. Peserta berharap ke depan seminar seperti ini terus digiatkan.<br />
<br />Sementara itu ketua Yayasan Nasional Sathya Sai Indonesia (YNSSI) Ir. I Gusti Putu Eka Yudhana yang turut hadir bersama pemateri menegaskan bahwa yayasan yang digawanginya berkewajiban mensuport dari segi pendanaan apapun program LPSSI. “YNSSI Mendorong ke depannya semakin intensif kegiatan seminar, workshop dan pelatihan yang bisa diselenggarakan dengan melibatkan berbagai pihak, seperti pelajar, guru-guru dan kalangan professional, pungkas Yudhana yang juga relawan kemanusiaan ini. Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-73861225837474867132019-05-15T09:16:00.000+08:002019-06-01T09:17:03.783+08:00Dharmasanthi Nyepi di Kota PaluLaporan Ni Wayan Pariatni <br />
<br />
Banyak cara untuk menunjukkan rasa syukur ke Ida hadapan Hyang Widhi Wasa atas datangnya hari raya Nyepi Tahun baru caka 1941/2019 Masehi. Rasa syukur itu kita wujudkan terlebih karena Umat Hindu Kota Palu secara umum selamat dari musibah besar gempa bumi yang melanda bumi Tadulako dan sekitarnya. Dalam suasana keprihatinan semarak rangkaian perayaan Nyepi tidak bergeser dari esensi yang sesungguhnya dan jauh dari kesan hura-hura. Kesederhanaan inilah yang berusaha dikemas dan diterjemahkan oleh Ketua Panitia Penyelenggara, Ir. Made Muliawan ke dalam bentuk kegiatan spiritual dan seremonial. <br />
<a name='more'></a><br />Made Muliawan yang juga interpreneur muda dan motivator wirausaha ini melibatkan semua unsur organisasi dan krama Hindu untuk andil dalam kegiatan ini. Dalam laporan panitia pelaksana yang disampaikan di hadapan Walikota Palu dan tamu undangan mengatakan bahwa dengan mengambil tema “Melalui Brata Penyepian Kita Sukseskan Pemilu 2019” mengandung pesan moral yang dalam terkait rentetan perayaan Nyepi dan tahapannya, seperti melasti,tawur agung kesanga, catur brata penyepian, dan ditutup dengan ngembak geni. Semuanya mengandung makna kembali pada jatidiri yang suci dan harmonis dan membangun kualitas persaudaraan intern dan antar umat yang lebih kokoh.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtpZeOgZpmcdIMuzvhaDtdrYeGjKMkTUTCuZ4HSkLYFKTjxZa1HcCrC-oH6K-JhQYqhszGoz6Fn0qNCyalDd7EZuqr4NSFqKk0qBNgbs1JS-rG8e5MQDphIiXcMPfzhdjzY9J8sAE6D64x/s1600/ber+palu+Tarian+WHDI.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="643" data-original-width="1600" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtpZeOgZpmcdIMuzvhaDtdrYeGjKMkTUTCuZ4HSkLYFKTjxZa1HcCrC-oH6K-JhQYqhszGoz6Fn0qNCyalDd7EZuqr4NSFqKk0qBNgbs1JS-rG8e5MQDphIiXcMPfzhdjzY9J8sAE6D64x/s400/ber+palu+Tarian+WHDI.tif" width="400" /></a></div>
<br />Dimulai tanggal 3 Pebruari sampai dengan 31 Maret 2019 berbagai kegiatan lomba, pertandingan dan aksi sosial digelar seperti lomba outbond, senam tobelo, tari Rejang, dharmawacana, sanggul, pejati dan lomba Jegeg-Bagus.<br />
<br />Untuk aksi sosial panitia mengadakan kegiatan donor darah bekerjasama dengan PMI, pembagian sembako dan pengobatan gratis di Desa Kasimbar, Desa Napu, dan Kota Palu. Selain plying fox dan pasar murah, untuk memupuk rasa solidaritas panitia menggelar pesta kuliner masakan khas Nusantara melibatkan semua unsur perwakilan banjar, WHDI, SSG Palu, pemuda dan mahasiswa serta ada partisipasi dari luar krama Hindu.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgldcGpYC92CI22PSRUVldp0_otDMZ412MSQ1yKCl9RjSUXKJzEWlUud8LNJwRG74gEvCBnuXNtlE79Njci0dg_gGWwTu_g8cu8nOm1q4Tavrzrb-useszX7YK8dHYlafOc5W2tfxHsE2Wo/s1600/ber+palu+darma+santi+%25281%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1046" data-original-width="1600" height="261" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgldcGpYC92CI22PSRUVldp0_otDMZ412MSQ1yKCl9RjSUXKJzEWlUud8LNJwRG74gEvCBnuXNtlE79Njci0dg_gGWwTu_g8cu8nOm1q4Tavrzrb-useszX7YK8dHYlafOc5W2tfxHsE2Wo/s400/ber+palu+darma+santi+%25281%2529.tif" width="400" /></a></div>
<br />Kegiatan jalan santai merupakan event tahunan secara rutin dilakukan dengan partisipasi para donator yang antusias menyiapkan aneka hadiah menarik. Keseluruhan rangkaian perayaan Nyepi akhirnya ditutup dengan malam Dharmasanthi yang dihadiri oleh Walikota Palu Drs. Hidayat, M.Si. <br />Senada dengan laporan ketua panitia, walikota juga dalam sambutannya mengungkapkan bahwa dharmasanthi ini merupakan momentum kebangkitan di tengah rasa prihatin atas cobaan yang mendera warga Kota Palu dan sekitarnya. “Kita adalah insan yang tangguh, ikhlas namun penuh perjuangan dalam merespon penomena alam yamg luar biasa ini. Oleh karena itu umat Hindu Kota Palu harus bersatu padu bergandengan tangan terlebih kita akan menghadapi pemilu,” ucap Hidayat.<br />Ia menambahkan, bahwa pada malam ini di tempat ini ada banyak caleg-caleg dari wakil Hindu Kota Palu. “Saya berdoa semoga calon wakil rakyat itu lolos menduduki kursi parlemen, sehingga makin banyak yang memperjuangkan kepentingan umat Hindu dalam ikut membangun Kota Palu yang kita cintai,” tegas walikota yang pencinta seni tradisional ini.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1iIA_DdcSGmAeXVGNPcaPhpRqaRFo3uePq3xo-ZBEJOTk-fWkLadII2KHuUU0SkamdGkLAYnIm3eOpOvHa2fXw2yFSGk0D8Iw018K9IV5yd9x9yo1asxPr5p9dLU9Q0BQykp8Fv1pPluw/s1600/ber+palu+penilaian+Lomba+pejati.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1033" data-original-width="1600" height="257" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1iIA_DdcSGmAeXVGNPcaPhpRqaRFo3uePq3xo-ZBEJOTk-fWkLadII2KHuUU0SkamdGkLAYnIm3eOpOvHa2fXw2yFSGk0D8Iw018K9IV5yd9x9yo1asxPr5p9dLU9Q0BQykp8Fv1pPluw/s400/ber+palu+penilaian+Lomba+pejati.tif" width="400" /></a></div>
<br />Malam Dharmasanthi juga diisi pentas pengenalan tarian kebesaran WHDI, yaitu Andamar ing Gumi di bawah arahan Ketua WHDI Provinsi Sulawesi Tengah, Ni Nyoman Anggraeniati, S.E.,M.Si. Di samping itu juga dimeriahkan pementasan sendratari Kebo Iwa dan ditutup penampilan lawak dari Bali.<br />
<br />PHDI Kota Palu Ir. Nyoman Dwinda dalam sambutan hikmah Nyepi juga mengajak kepada semua pihak untuk senantiasa menjaga keharmonisan dan keamanan apalagi sedang menghadapi tahun politik, dimana untuk pertama kalinya menggelar pemilu serentak. “Sebagai saudara sedharma yang dikenal karena keramahtamahan dan persatuan ini, maka teruslah jaga kerukunan, jangan mudah terpancing oleh berita hoaks yang menyesatkan yang pada akhirnya dapat menimbulkan perpecahan. Mari kita terapkan ajaran luhur Tri hita karana sepanjang masa,” ajak Dwinda.Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-72855758477115961362019-05-15T09:07:00.000+08:002019-06-01T09:07:45.390+08:00Sanksi Hukum Kejahatan Paradara Menurut HinduParadara, sebuah istilah yang tidak terlalu populer di masyarakat termasuk di kalangan umat Hindu, tetapi istilah tersebut terdapat dalam susastra Hindu. Paradara merupakan kejahatan asusila terhadap wanita, baik itu wanita yang sudah bersuami, gadis maupun anak-anak. Paradara inilah yang diteliti oleh I Nyoman Alit Putrawan, seorang dosen di lingkungan IHDN Denpasar untuk menyusun disertasinya sebagai syarat untuk meraih gelar Doktor ilmu agama di Program Doktor Pascasarjana IHDN Denpasar.<br />
<a name='more'></a><br />
Pada Rabu, 10 April 2019 lalu bertempat di gedung Pascasarjana IHDN Denpasar, Jalan Kenyeri, Denpasar, I Nyoman Alit Putrawan mengikuti ujian terbuka untuk mempertahankan disertasinya yang berjudul “Paradara Dalam Delik Kesusilaan di Kota Denpasar Perspektif Hukum Hindu.”<br />
<br />Di hadapan dewan penguji berjumlah 9 orang yang diketuai Prof. Dr. Relin, D.E., Alit Putrawan memaparkan disertasinya dengan mengawalinya menguraikan bentuk kekerasan seksual yang sangat beragam. Mulai dari bentuknya meraba hingga pada bentuk memaksa untuk melakukan hubungan badan. Salah satu penyebab terjadinya kekerasan seksual adalah karena lemahnya perlindungan hukum bagi korban perempuan di Indonesia. Bentuk paradara meliputi: (1) perkosaan, adalah suatu tindakan kriminal di saat korban dipaksa untuk melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin di luar kemauan korban. (2) Pencabulan, merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan orang yang ridak berdaya, seperti anak, baik pria maupun wanita dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan. (3) Perzinahan, zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh bukan suami istri. Zanah (bahasa Ibrani) adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubngan pernikahan (perkawinan). (4) Persetubuhan, tindakan memasukkan kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan yang pada umumnya menimbulkan kehamilan, dengan kata lain bilamana kemaluan itu mengeluarkan air mani dalam kemaluan perempuan.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjslcZYQCLuaY6RZVRFY-XNebzitKy8D7FSIAAinHQeyrxzXe0PwfSjRh1JgReS0taTlRCOoeVewxESp0ZPk2Bn-JQPcDf9Tu0nxjS-f2gvRCiLeo7h2Lkdc1d85pw230wc-DpXYOsTs3Ks/s1600/WhatsApp+Image+2019-04-23+at+4.44.06+AM.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="960" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjslcZYQCLuaY6RZVRFY-XNebzitKy8D7FSIAAinHQeyrxzXe0PwfSjRh1JgReS0taTlRCOoeVewxESp0ZPk2Bn-JQPcDf9Tu0nxjS-f2gvRCiLeo7h2Lkdc1d85pw230wc-DpXYOsTs3Ks/s400/WhatsApp+Image+2019-04-23+at+4.44.06+AM.tif" width="300" /></a></div>
<br />Lebih lanjut Alit Putrawan menjelaskan bahwa terjadinya paradara dan kejahatan seksual dan kejahatan kesusilaan di Kota Denpasar dikarenakan oleh: (1) Akses media sosial yang kebablasan, sehingga setiap orang bebas untuk mengakses konten pornografi dan pornoaksi, sehingga peluang terjadinya paradara semakin terbuka dan meningkat; (2)Lemahnya moralitas dan karakter menyebabkan tindakan kejahatan muncl pada khususnya paradara dan kejahatan kesusilaan di Kota Denpasar yang disebabkan pelaku sangat lemah dalam pendidikan karakter, moralitas, serta pemahaman agama; (3) Tidak meratanya sumber-sumber ekonomi menyebabkan munculnya kasus paradara di Kota Denpasar, maka penyediaan lapangan kerja yang layak perlu tersedia, sehingga orang akan bekerja untk memperoleh kehidupan yang layak; (4) Pengaruh lingkungan sosial. Lingkungan sangat mempengaruhi terjadinya tindak kejahatan paradara dan kejahatan kesusilaan. Lingkungan individu yang tidak mendidik dan kumuh membuat pelaku mempunyai fantasi dan orientasi yang berbeda tentang seks, serta terjadinya broken home; (5) Paradara dan kejahatan kesusilaan di kota Denpasar juga disebabkan karena adanya ketimpangan sanksi hukum dan lemahnya kontrol sosial, ini dikarenakan pelaku paradara dijatuhi hukuman relative ringan disebabkan kontrol sosial masyarakat terhadap penegakan hukum sangat lemah. Akibat lemahnya kontrol sosial di masyarakat memicu para pelaku tindak kejahatan paradara dan kejahatan kesusilaan dengan mudah melakukan aksi bejatnya, seperti pemerkosaan, perzinahan, pencabulan, dan persetubuhan yang menimpa perempuan Hindu sebagai korbannya.<br />
<br />Sanksi hukum pidana Hindu menurut kitab Kantaka Sodhana seperti yang terdapat pada Manawadharmasastra, Sarasamuccaya, Adi Agama, Kutara Manawa, Manawa Swarga serta turunannya, penerapan kitab Kantaka Sodhana/hukum pidana Hindu ini dapat lebih memberatkan pelaku paradara dan kejahatan kesusilaan. Di samping hukuman denda, hukuman maksimal yang diterima pelaku adalah hukuman potong jari sampai hukuman mati, seperti tertuang dalam Manawadharmasastra VIII. 367 dan 372, juga Sarasamuccaya sloka 153 yang dikatakan paradara dapat memperpendek umur: Paradara na gantavyah sarvavarnesu karhicit, na hidrcamanayusyam yathanyastrinisevanam.<br />
<br />Manawa Dharmasastra VIII.367 sanskinya potong jari: Abhisahya tu yah kanyam kuryaddarpena manawah, tasyac kartye anggulyan dandam carhati sat catam. Artinya: Bila seorang laki-laki dengan maksud menghina mencemari wanita itu dengan kekerasan, dua jari tangannya akan dipotong dengan segera dan didenda dengan seratus pana.<br />
<br /> Berikutnya menurut Adi Agama pasal 207 sansksi bagi pelau paradara dihukum mati oleh raja. Kutara Manawa pasal 159 amungpang, yaitu sanksinya hukuman mati. Kemudian dalam Manawa Swarga pasal 28 dan pasal 198 Sad Atatayi sansksinya hukuman mati dan denda.<br />Sementara itu sanksi adat telah memberikan sanksi berupa harta danda dan sangngaskara danda, diberhentikan sebagai krama desa (kanorayang), melaksanakan ritual penyucian (prayascita), yaitu pembersihan sekala dan niskala yang secara niskala bertujuan mengembalikan kesucian perempuan Hindu yang telah dinodai oleh pelaku. Penerapan sanksi adat telah berlaku di Desa Tenganan Pegeringsingan, Desa Pakraman Sanur kauh, perarem di Desa Pakraman Renon.<br />
<br />Menghadapi terjadinya parade di kota Denpasar, promovendus Alit Putrawan menyarankan salah satunya adalah bagi aparat penegak hukum dan tokoh-tokoh agama Hindu serta cendikiawan Hindu dapat menggunakan kitab hukum pidana Hindu serta turunannya berupa awig-awig maupun perarem dalam memberikan penjatuhan sanksi kepada pelaku Paradara. Selain itu lembaga agama Hindu dalam hal ini PHDI dari tingkat desa hingga Provinsi Bali, serta desa pakraman hendaknya dapat memberikan pencerahan serta melindungi umatnya terutama generasi perempuan yang merupakan generasi penerus Hindu.<br />
<br />Alit menegaskan, meskipun pidana Hindu untuk mengadili Paradara belum bisa diimplementasikan secara nyata dalam pengadilan formal mengingat belum terbentuknya lembaga Peradilan Agama Hindu, namun menurut Alit semangat yang diperlihatkan oleh Hukum Positif yang berlaku saat ini sudah sejalan dengan yang tercantum dalam hokum Hindu. Ia memberi contoh, adanya ketetapan kebiri kimia maupun hukuman badan yang semakin ditingkatkan sebagai sanski hukum kepada pelaku Paradara (kejahatan kesusilaan) menunjukkan semangat yang sama untuk meredam aksi kejahatan tersebut dapat diminimalisir.(tra)Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-2054013451082323102019-05-15T09:02:00.000+08:002019-06-01T09:02:27.934+08:00Laku Semedi Sebagai Tradisi Kebatinan Kejawen Poniman<br />
<br />
Memahami tentang budaya kejawen maka perlu diketahui bawa budaya dalam arti yang luas mencakup; ideologi, filosofi, system nilai, norma, etika, estetika, juga candi, seni tari, seni lukis, bahasa, bangunan, sistem simbol, gambelan, folklore, kearifan lokal, serta secara lebih dinamik mencakup sikap hidup, gaya hidup, dan cara hidup seperti budaya disiplin, budaya kerja, budaya instan dan lain-lain.<br />
<a name='more'></a><br />
Manusia sebagai objek utama bagi suatu Agama yang memiliki budaya. Dalam mempertahankan budayanya, masyarakat Jawa memiliki kreatifitas yang fleksibel terhadap pengaruh dari luar. Sehingga kebudayaan Jawa semakin mengalami peningkatannya. Tradisi masyarakat Jawa lebih meningkat pada masa masuknya paham Hindu. Menurut Soekmono, yang dimulai dari Kutai Kalimantan sekitar tahun 400 Masehi dan masuk ke daratan Jawa tepatnya di Kerajaan Tarumanagara Jawa Barat sekitar tahun 400-500 Masehi sampai ke wilayah Jawa Timur yaitu mencapai masa kejayaaanya pada berdirinya kerajaan Majapahit sekitar tahun 1293-1528 Masehi. Namun baru pada tahun 1429-1522 dikatakan sebagai masa kelam pengaruh Hindu ditanah jawa akibat kejayaan Majapahit mengalami kemunduran.<br />
<br />Bagi penganut Kejawen sebagai dasar prilaku yang paling utama, jika mereka sudah menemukan Jatidirinya. Untuk mengetahui jatidirinya itu, maka ada beberapa langkah yang harus dijalankan sehingga tercapai apa yang dikehendakinya. Oleh karena itu dalam penulisan ini perlu diketahui secara mendalam tentang bagaimana cara menemukan jatidiri pengikut Kejawen. Selanjutnya bagaimana prilaku yang harus dijalankan untuk mengetahui jatidiri manusia bagi penganut Kejawen. <br />Untuk menemukan Jatidiri bagi penganut Kejawen, maka terlebih dahulu perlu diketahui beberapa pengetahuan tentang Jagad Cilik atau Buana Alit, yaitu badan manusia itu sendiri. Bahwa dalam tubuh manusia ada tiga alam, namun manusia sendiri tidak menyadari akan keberadaan alam tersebut. Sama seperti raga ini, manusia pun tidak merasa bahwa kita memiliki raga ini. Banyak manusia yang belum menyadari keberadaan ketiga alam tersebut. Bahwa karena keberadaannya memerlukan kesadaran ilmu, maka dalam hal ini perlu dijelaskan tentang ketiga alam tersebut dalam badan manusia itu. Adapun Ke tiga alam tersebut adalah: alam Guru loka berada di otak; alam Indra loka berada di hati; dan alam Jana loka berada di kelamin.<br />
<br />Guna mengetahui pemahaman atas ketiga alam tersebut, maka perlu diketahui keberadaannya dalam tubuh manusia. Hal ini tidak terlepas karena adanya posisi keadaan diri. Saat manusia tengah berpikir, maka diposisikan pada tengah berada di guru loka, saat manusia merasa sedih, senang, diposisikan berada di indra loka. Ketika kita beraktivitas fisik, diposisikan berada di jana loka. Posisi ketiga alam tersebut harus diyakini terlebih dahulu bagi yang belum memahami. Dengan demikian maka bagi penganut Kejawen dapat masuk pada pemahaman pada tingkatan lebih lanjut.<br /><br />Memahami Badan Pikir<br />Pemahanan adanya badan pikir sangat diperlukan karena pikiranlah yang mampu mengendalikan kesadaran sebelum masuk pada tataran lebih lanjut. Bekerja dengan menggunakan badan pikir itu dalam bahasa Jawa ada beberapa macam, seperti: Mikir, nggagas, manah, nyuraos, nyipta, ngeling-eling, dan lain sebagainya. Hanya dalam bahasa Indonesia, hal-hal tersebut memang kurang ditegaskan (diuraikan), paling hanya sekedar: berpikir, mengingat-ingat, mencipta. Oleh karenanya di sini perlu saya sebutkan macam-macam dari badan pikir itu dalam bahasa Jawa sebagai berikut.<br /><br />Mikir<br />Kata mikir dalam bahasa Jawa itu dilakukan ketika kita tengah menghitung sesuatu, seperti: menjumlah, mengurang, membagi dan mengalikan bilangan itu kita harus berpikir. Bagaimana cara menggapai tujuan dan cita-cita, kita juga harus berpikir. Intinya, di dalam menjalani hidup ini kita selalu berpikir, mulai dari bangun tidur hingga kembali mau tidur, kita tidak pernah berhenti berpikir, kecuali suatu hal yang sudah menjadi suatu kebiasaan, kita memang tidak pernah berpikir dan sudah secara langsung dilakukan akibat terbiasa.<br />Nggagas<br />Kata nggagas ini sebenarnya juga tidak jauh berbeda dengan kata mikir, tetapi yang disebut menghitung seperti menambah, membagi, mengurangi, mengalikan itu bukan termasuk nggagas sehingga perlu diperdalam lagi misalkan tetang keberadaan Tuhan yang dikatakan Maha Adil, maka ada kalimat nek tak gagas Tuhan itu Adil ya dalam membagi rejeki pada manusia.<br /><br />Manah (Nggalih)<br />Kata manah untuk memperdalam perlu perumpamaan misalkan adanya orang yang baru bermain catur, halma, main kartu dan lain sebagainya, tentunya akan berpikir bagaimana supaya bisa menang. Selama kita terpaku dalam permainan itu, kita sampai-sampai jarang berbicara dengan orang sekeliling kita. Karena kita tengah nglimbang-nglimbang, ngonceki, bagaimana caranya supaya kita bisa menang. Ketika saat itu terjadi, jika pikiran kita nggrambyang, tidak wening, tidak konsentrasi, tentu akan mudah dikalahkan, terlebih jika dalam bermain itu kita merasakan suatu perasaan yang tidak enak, muka terasa panas, khawatir, tidak semeleh dan lain sebagainya, maka jangan berharap kita akan menang seperti yang diharapkan semula.<br /><br />Ngeling-eling<br />Kata Ngeling-eling (mengingat-ingat) itu berbeda juga dengan ketiga hal di atas. Mengingat-ingat itu adalah mencari sesuatu yang terlupa, yang tadinya memang sudah tersimpan di cipta kita. Mengingat-ingat atas kejadian yang pernah dialaminya itulah jika belum ketemu perlu pengingatan secara mendalam yang dinamakan ngeling-eling.<br /><br />Nyipta<br />Seperti kalimat daya cipta, maka kata nyipta itu adalah membuat wujud di dalam pikiran kita dengan bahan baku yang belum ada (kalaupun ada, bahan tersebut tidak berada di alam nyata). Cipta itu mempunyai daya. Gambar/pemandangan yang indah menimbulkan perasaan senang di batin kita, sebaliknya, gambar yang tidak baik akan menimbulkan perasaan yang tidak enak di dalam batin kita.Oleh karenanya, jaman dahulu jika seorang wanita tengah hamil, disarankan oleh orang tua orang tua jaman dahulu untuk selalu menatap cangkir gading yang ada gambar Bethara Kamajaya dan Dewi Ratih, agar terpatri di cipta si biyung gambaran-gambaran yang indah-indah, dengan harapan kelak jika jabang bayi terlahir di dunia akan memiliki paras yang indah dan perasaan serta jiwa yang bagus, karena dayaning cipta si biyung ini pasti tumama ke dalam benih si jabang bayi tersebut. Jangankan benih yang sudah terbuahi, benih yang belum dibuahipun sudah ketamandayaning cipta si biyung atau ibunya.<br /><br />Laku Semedi <br />Sebelum pada posisi semedi, maka perlu dipahami tentang puja semedi. Manungku Puja (Muja Samadhi) itu bagaikan orang konsentrasi, menyatukan daya pikir dan cipta kita hanya untuk memuja. Pada saat kita melakukan puja samadhi ini kita harus mantheng temenanan, yaitu menyatukan pikran secara teguh mateng tak tergoyahkan, tidak boleh menoleh kiri kanan. Jadi benar-benar hanya untuk muja. Perilaku muja ini pun juga hampir sama dengan nyipta, yaitu membuat sesuatu dengan bahan yang sudah ada dengan kekuatan cipta manusia. Kemampuan ini perlu disadari bahwa manusia bisa menciptakan hal ini membuktikan manusia adalah bentuk Jagad Cilik atau Bhuwana Alit. <br /><br />Manekung<br />Perilaku manekung adalah suatu proses dimana nalar dan rasamakarti secara bersamaan. Untuk lebih jelasnya, mungkin bisa saya gambarkan seperti orang yang tengah menyaksikan pertunjukan wayang kulit. Saat manusia menyaksikan pertunjukan wayang kulit, saking senangnya sampai-sampai kita lupa bahwa wayang yang bergerak kesana kemari dan yang berbicara itu adalah karena ulah sang dalang. Kita begitu terhanyut dengan pertunjukan itu, bahkan kadang kita sampai lupa pula akan keadaan sekeliling kita. Di situ kita hanyut dengan perasaan kita. Tenggelam dalam perasaan kita karena alur cerita dari wayang kulit tersebut. Tidak jarang kita juga ikut merasa sedih, senang, gembira, jengkel dan lain sebagainya. Saat itu seringkali nalar kita tidak bekerja, hanya perasaan yang terhanyut karena alur cerita tersebut.Jika nalar kita ikut makarti, tidak hanya kenyut saja, namun juga nggagas cerita yang tengah berlangsung tersebut, seperti: Benarkah cerita wayang itu dulu benar-benar terjadi. Di manakah letak kerajaan Amarta itu dan lain sebagainya. Seperti itulah gambaran dari yang dinamakan manekung, yaitu suatu proses di mana nalar dan rasa makarti secara bersamaan sehingga manusia mampu menyadari dirinya secara khusuk sampai terlupakan dalam kesadarannya sendiri atas peristiwa yang ia alami.<br /><br />Maneges, Mahas Ing Ngasepi<br /> Maksud dari kalimat maneges, mahas ing ngasepi itu maksudnya mirengaken swaraning ngasonya (ngasepi). Jelasnya begini: “Ngasepi” atau “ngasonya” itu artinya: pun sepi, pun nyenyet, anu sing sepi, anu sing nyenyet. Bukan “sepi” nipun, dede “nyenyet” ipun, nanging “anu”-nipun yang sepi. “Anu“-nipun ingkang sepen nyenyet tersebut, oleh karenanya di sebut: ngasepi, ngasonya. Lalu dimanakah letaknya, papan dunungipun pun sepi, pun nyenyet itu tadi maka disinilah perlunya pemahaman bahwa ngasepi atau ngasonya ini adalah tempat yang jarang diambah manusia, yaitu telenging samodra, dimana seperti cuplikan kisah Dewa Ruci bahwa Werkudara bertapa di situ hingga bertemu dengan Dewa Ruci, yang kesit tan-kena ginrayang, tan kena ginatra, tansah nyamun, tan alit tan agung.<br />
<br />Ngasepi atau ngasonya itu adalah mirengaken yang dumunung di telenging batin kita, bagai Werkudara mendengarkan suara Sang Dewa Ruci. Jika swaraning ngasonya sudah terdengar jelas, Werkudara lantas masuk ke guwa garbane Sang Dewa Ruci.<br />
<br />(diambil dari buku berjudul “Pengaruh Ajaran Hindu Terhadap Kehidupan Spiritual Bangsa Indonesia (Prosiding),” Program Pascasarjana IHDN Denpasar. Artikel sudah diringkas sesuai ketersediaan kolom tanpa mengubah isinya). Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-82174547514831977302019-05-15T06:50:00.000+08:002019-06-01T06:51:01.475+08:00Mencapai Kemurnian Pikiran dan PerasaanAA Gde Raka <br />
<br />
Manusia telah memenuhi hatinya dengan perasaan dan pikiran duniawi, ia tidak mampu mengungkapkan dan mengamalkan sifat-sifat ketuhanan yang merupakan pembawaannya. Hiranyakhsa, Hiranyakashipu, Duryodhana, dan Kamsa sama sekali tidak dapat dianggap sebagai orang biasa. Walaupun badan dan pikiran mereka kuat sekali, mereka menjadi lemah karena tenggelam dalam perasaan-perasaan duniawi. Manusia dapat menaklukkan seluruh dunia, jika pikiran-pikirannya luhur.<br />
<a name='more'></a><br />Hiranyaksha dan Hiranyakashipu adalah ilmuwan yang hebat. Hiranyakashipu tidak hanya dapat mencapai bulan, tetapi bahkan dapat mencapai matahari. Walaupun sangat sakti, ia menjadi lemah karena hatinya dipenuhi berbagai perasaan duniawi. Setiap manusia dianugerahi kemampuan dan kecerdasan yang tidak terhingga, akan tetapi ia memenuhi hatinya dengan perasaan-perasaan duniawi.<br />
<br />Pemuda-pemudi masa kini adalah para pemimpin dunia di masa yang akan datang. Kesejahteraan suatu bangsa tergantung pada kaum mudanya. Oleh karena itu, kaum muda harus meningkatkan keutamaan, pikiran-pikiran yang mulia, dan budi pekerti yang luhur. Orang yang memenuhi hatinya dengan pikiran-pikiran mulia dapat mencapai dan menyelesaikan segala tugas yang hebat.<br />
<br />Dalam diri setiap manusia terdapat perasaan-perasaan luhur yang timbul dari lubuk hatinya. Setiap manusia dianugerahi manas ‘peralatan batin dalam fungsinya untuk berpikir dan merasakan emosi serta keinginan.’ Manas manusia ini memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan hebat seperti itu tidak dimiliki oleh makhluk lain. Manas itu tidak lain hanyalah seonggok pikiran. Orang yang telah menguasai manasnya dapat mencapai tugas apa saja. Tidak ada kekuatan yang lebih hebat dari kekuatan pikiran.<br />
<br />Manah eeva manushyaanaam kaaranam bandha mookshayooh. Artinya, ‘manusia terbelenggu (oleh keinginan dan kelekatan jasmani serta duniawi) atau mencapai kebebasan (dari segala keinginan dan kelekatan jasmani/duniawi, serta dari lingkaran kelahiran dan kematian) karena pikirannya.’ Akan tetapi, kini manusia tidak mampu menaklukkan manasnya. Akibatnya, ia tidak dapat menghayati kebahagiaan jiwa.<br />
<br />Pertama-tama kita harus mencapai kemurnian pikiran. Manusia sejati adalah orang yang mencapai keunggulan dalam bidang moral, sosial, dan spiritual. Jangan hanya berusaha memperoleh kekuatan dan kesenangan jasmani. Kita harus berusaha keras mengendalikan manas. Orang yang menjadi budak pikiran dan keinginannya pasti ia menjadi lemah, walaupun mungkin ia seorang yang kuat dan berkuasa. Kita harus berusaha membuat manas menjadi abdi. Kemampuan manas itu tiada bandingnya. Dari manaslah timbul berbagai keutamaan yang berharga.<br />
<br />Bila manusia kehilangan harta, ia dapat mencarinya lagi. Bila manusia kehilangan kesehatan, ia dapat memulihkannya lagi dengan bantuan dokter dan berolah raga secara efisien. Akan tetapi, bila manusia kehilangan nilai-nilai kemanusiaan, hidupnya akan sia-sia. Nilai-nilai kemanusiaanlah yang kini dibutuhkan. Nilai-nilai ini tidak dapat diperoleh hanya dari kitab-kitab suci dan juga tidak dapat diberikan oleh dosen yang berpendidikan tinggi. Nilai-nilai ini timbul dari lubuk hati. Bila kita meningkatkan pikiran-pikiran yang luhur dan mengikuti jalan kebenaran dalam hidup sehari-hari, maka nilai-nilai kemanusiaan akan berkembang dalam diri dan melindungi kita dalam segala keadaan.<br />
<br />Kita harus berusaha keras menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Usaha kita dalam hal ini harus lebih besar daripada usaha untuk memperoleh pendidikan duniawi, karena dalam pengamalan nilai-nilai kemanusiaan ini terpendamlah segala kemampuan. <br />Kebenaran adalah Tuhan. Kebajikan adalah dasar kehidupan. Itu sebabnya kebudayaan Hindu menyatakan, “Satyaannaasti paroo dharmah,” artinya, tiada darma yang lebih luhur daripada mengikuti kebenaran.<br />
<br />Karena itu, kita harus siap mengorbankan hidup demi menegakkan kedua prinsip dasar ini: kebenaran dan kebajikan. Jangan menghasratkan ganjaran (bahumati) duniawi. Manusia menghadapi banyak kasulitan karena ia tidak mampu menguasai satu manas yang dianugerahkan kepadanya. Betapa akan menyedihkan keadaannya seandainya ia mempunyai banyak manas (bahu mati). Keadaannya akan lebih buruk daripada kera. Kita harus ingin menjadi nija mati ‘pikiran yang benar’, bukan bahu mati ‘banyak manas’. Pikiran yang benar (nija mati) adalah amanat suci (pavitra sukti) yang timbul dalam hati. Manas adalah sumber segala bentuk kemampuan. Karena itu, kita harus bersahabat dengan manas. Bila manas sudah menjadi sahabat, ia akan menyelamatkan hidup kita.<br />
<br />Kebudayaan Hindu telah menentukan sembilan jalan bakti yaitu: shravanam ‘mendengarkan aneka kisah Tuhan atau uraian mengenai kitab-kitab suci), kiirtanam ‘menyanyikan nama dan kebesaran Tuhan’, Vishnusmaranam ‘merenungkan Tuhan’, paadaseevanam ‘memuja kaki suci Tuhan’, vandanam ‘bersujud kepada Tuhan’, archanam ‘melakukan puja bakti kepada Tuhan’, daasyam ‘mengabdi kepada Tuhan’, sneeham ‘ bersahabat kepada Tuhan’, dan aatmaniveedanam ‘pasrah diri kepada Tuhan.’<br />
<br />Pasrah diri hanya mungkin setelah seseorang memupuk persahabatan dengan Tuhan. Persahabatan akan membawa kita menuju kepasrahan diri. Selama kita tidak memupuk persahabatan dengan Tuhan, segala pembicaraan mengenai kepasrahan diri tidak dapat dilaksanakan. Tuhan lebih memperhatikan perasaan dan menjiwai perbuatan seseorang bukan pada kegiatan belaka. Oleh karena itu, kita harus memupuk perasaan-perasaan yang suci.<br /><br /><br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-45435948085132881662019-05-15T06:41:00.000+08:002019-06-01T06:42:31.023+08:00Prabu Salya dan Nyanyi Pagi Hari Dewi SatyawatiLuh Made Sutarmi <br />
<br />
Siang hari itu udara berdesir lembut, semua tampak bersinar tertimpa cahaya mentari. Hidup terus berjalan dan tak pernah berhenti sejenak, tak hirau apapun yang terjadi. Dalam terminal seperti itulah sejatinya hidup memang terus bermakna. Kata bijak tentang keindahan jiwa bertutur kembali, <br />
<a name='more'></a>“Bangunlah di pagi hari dengan senyuman, karena hari ini kau akan selangkah lebih dekat dengan impianmu.” Maka matahari belum beranjak menjauh engkau telah mempersiapkan semuanya dengan tangkas. Setahun dari sekarang kau mungkin berharap kalau kau sudah mulai berbuat hari ini. Tahun ini, bulan ini, adalah yang terbaik untuk maju, taka ada hari lagi, kerja sudah menunggu. Bekerja dan terus berkarya adalah cara kita untuk mencapai kebaikan dalam hidup ini. Tak perlu jadi hebat untuk memulai, tetapi kau harus memulai untuk bisa jadi hebat.<br />
<br />Sebab hidup terus berputar dan terus meninggalkan orang malas. Terus berinovasi, rumus mencari bahan-bahan dan metode baru, dan memiliki aspek yang menguntungkan. Itu sebabnya masa depanmu diciptakan oleh apa yang kau kerjakan hari ini, bukan besok. Sebagian orang bermimpi untuk sukses, sedangkan sebagian lainnya bangun di pagi hari dan mewujudkannya. “Jangan pernah tersandung hal-hal yang sudah berada di belakangmu,” demikian orang bijak bertutur.<br />
<br />Berikut adalah dialog Prabu Salya dengan Dewi Satyawati, yang dulunya bernama Pujawati, putri dari Rsi Bagaspati, itu berdiskusi tentang kehidupan sebelum Prabu Salya menuju medan Kurusetra. Ternyata hari itu adalah hari ke tujuh belas perang berlangsung, dan tak pernah terduga bahwa hari itu adalah hari terakhir hidup di bumi ini.<br /><br />*****<br />Matahari pagi sinarnya sangat terang, sinar itu memberikan beragam panorama yang menggiurkan semua insan, kehidupan seakan terjaga atas kemampuan cahaya itu untuk memberikan pemaparan zat ruhaniah dari sinar ultraviolet pada kulit. Sinar tersebut merubah cadangan makan di kulit menjadi vitamin fungsional, demikianlah terus bersiklus tiada henti. Kehidupan terjaga dalam beragam pesona yang indah.<br />
<br />Saat itu Dewi Satyawati, istri Prabu Salya, wajahnya yang indah berbinar selalu memberikan bahasa kehidupan yang nyata. Penuh dengan hidup, seperti saat ini jauh dari pusaran kesedihan. “Oh istriku, engkau tidak ada hadir setiap sesi keinginan bertemu, sebab semua itu membuat jiwaku bergulat penuh dengan amukan gelombang-gelombang amukan hati yang menggelepar, terasa jiwamu menggeliat bagaikan indahnya matahari. Suaramu, pancaran wajahmu memikat hatiku,” seru Prabu Salya.<br /><br />Demikianlah dia merayu dan memuji sang istri yang merupakan sosok yang terus mendampinginya di medan Kurukshetra sejak dia dilantik menjadi senopati perang di pihak Kurawa. “Namun pagi hari ini senyummu bermakna lain, apakah yang terjadi nanti, mungkin hidupku hanya masih tersisa hari ini, nanti di medan Kuru ini aku akan berhadapan dengan Pandawa, Lima dan mungkin aku bisa bertemu dengan Yudistira, yang merupakan reinkarnasi Rsi Bagaspati. Oh Dewiku, senyummu itu membersitkan sebuah perpisahan yang dalam, ataukah perpisahan untuk kembali lagi? Dalam bentuk apakah kita mesti bersua, semuanya akan pergi,” kata Prabu Salya pada hari ketujuh belas, sebelum berangkat menuju medan perang di arena Kurukshetra.<br />
<br />“Oh suamiku, hidup kita tak pernah bisa kit prediksi ke masa depan. Namun yang pasti lakukanlah kewajiban kakanda untuk berperang untuk tanah tercinta,” kata Dewi Satyawati<br />Salya berkata, “Dewi Satyawati, istriku, sepandai-pandainya tupai melompat, suatu saat akan jatuh juga. Demikian pula sekuat apapun kita berusaha menggenggam pada akhirnya akan kehilangan juga. Senyummu mengabarkan bahwa kita merasa kehilangan karena kita merasa memiliki. Hari ini aku akan berangkat perang menuju medan Kurukshetra, hidup atau mati sudah ditakdirkan untukku,” sayang<br />
<br />Salya menambahkan, “Istriku, kita tidak akan pernah kehilangan jika kita tidak pernah memiliki, karena kita senang maka kita melekat padanya, kita menyayanginya. Karena nafsu keinginan kita jadi melekat. Karena melekat kita jadi ingin menggenggam hal-hal yang kita senangi, menggenggam hal-hal yang kita senangi begitu erat. Kita ingin mempertahankannya. Karena melekat kita jadi menderita ketika kehilangan.”<br />
<br />Dewi Satyawati berkata, “Ya suamiku, karena keluarga adalah sebuah kemelekatan, disana kita diajarkan untuk hidup bersama dalam suatu ikatan, ikatan inilah yang membuat kita tak bebas. Dari keterikatan muncul kesedihan, dari keterikatan muncul ketakutan; bagi dia yang melepaskan diri dari keterikatan, tidak akan ada kesedihan maupun ketakutan. Marilah kita jaga pintu-pintu indera kita. Marilah kita menahan diri dari makan. Marilah kita bertekad untuk kesungguhan dan mempersenjatai diri kita dengan kecerdasan yang bersih dan jernih, dan bebas dari segala bentuk kesengsaraan.”<br /><br />Prabu Salya tersenyum. “Istriku sayang, berpisah dengan mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai, keduanya merupakan penderitaan. Lepaskanlah segala sesuatu pasti berubah, tidak ada yang bisa kita pertahankan untuk tidak berubah. Kita tidak bisa melawan hukum alam. Bahwa segala sesuatu itu tidak kekal. Setelah muncul akan lenyap. Semua orang pasti pernah mengalami yang namanya kehilangan. Tidak peduli apakah ia tua, muda, kaya, miskin, laki-laki. Kita bisa mengalami kehilangan kapan saja, mulai dari kehilangan yang kecil sampai yang besar. Yang perlu kita lakukan hanyalah memahami dan menyadari bahwa mengalami kehilangan adalah hal yang wajar.”<br />
<br />Salya menambahkan, “Tidak perlu bersedih. Ketika kita mampu menerima kebenaran sejati ini, maka hati kita menjadi lapang ketika cobaan berlabelkan kehilangan menyapa kita. Ketika kita memiliki kekhawatiran dalam pikiran, jangan tunjukkan muka murungmu kepada setiap orang yang kamu temui. Kamu bisa memperlihatkan kekhawatiranmu hanya kepada orang yang bisa membantumu. Betapa indahnya bila kamu mampu tetap tersenyum di hadapan segala kesulitan yang kamu hadapi.”<br />Salya berkata kembali, “Yang perlu engkau ketahui bahwa bersiaplah kehilangan diriku. Pesanku: tetap sabar, tabah, dan tegar menghadapi kehilangan. Dunia tidak serta merta hancur ketika kita mengalami kehilangan. Kehilangan justru merupakan awal yang baru dalam hidup kita. Terima perubahan, terima kehilangan, bersyukurlah dengan apa yang kamu miliki, maka hatimu akan menjadi lapang. bahwa dalam kemalangan, ketabahan dan kesabaran seseorang dapat diketahui. Ketika kita kehilangan sanak keluarga yang dicinta, sahabat, dan hal-hal yang kita senangi, kita tidak perlu meratap, menjadi gelisah, dan berduka. Yang perlu kita lakukan, yaitu menguatkan diri kita agar tetap sabar dan tahan uji.”<br />
<br />Dewi Satyawati berkata, “Suamiku, aku menyadari sepenuhnya, bahwa ketika kita kehilangan sesuatu, kita baru menyadari bahwa ternyata masih banyak hal lain yang berharga yang selama ini tidak kita perhatikan. Masih ada sahabat sejati yang selalu berada di samping kita. Mereka akan menyembuhkan luka hati kita, kapan pun kita berduka karena kehilangan yang kita alami, pahamilah semua ini sayang.”<br />
<br />Prabu Salya menambahkan kembali, “Istriku, perlu engkau camkan, ketika seseorang memberikan kebaikan pada orang lain, menanam kebaikan pada orang lain, maka kebaikan itu akan kembali kepada pemberinya. Pemberinya akan memetik buah kebaikan yang ia tanam. Buat dirimu berharga dan berguna bagi orang lain, berbuat baik, luangkan waktu untuk orang lain, dengan begitu kamu akan lupa bahwa kamu sedang mengalami kehilangan.”<br />
<br />“Ya, istriku sebagai salam perpisahan ku padamu, untuk berangkat ke medan perang, hari ini, perlu engkau ketahui, ada dua sahabat karibnya, yaitu si penerimaan dan si kemelekatan. Tentunya kita bisa melihat pada diri kita sendiri, sahabat mana yang lebih sering muncul ketika kita mengalami kehilangan. Ketika engkau kehilangan aku, apakah si kemelekatan yang hadir atau si penerimaan, keduanya ada padamu, sebab kupikir kita adalah bisa menyempurnakan satu sama lain. Namun, di dunia ini tak ada yang sempurna. Oh... kasihku. Terima kasih telah memberikan wejangan yang hebat.”<br />
<br />Dewi Satyawati tersenyum. Dia berkata lirih, “Selamat berjuang suamiku,” dengan suara merdu seperti nyanyian burung pagi hari. Om gam Ganapataye namaha.****Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-22178983232136404102019-05-15T06:39:00.000+08:002019-06-01T06:39:45.950+08:00Ritual Tidak Dapat Membebaskan Kita dari Penderitaan Gede Wisnu<br />
<br />
Dalam tri kerangka dasar agama Hindu yang terdiri dari, tattwa (filosofi), susila (moralitas), dan upacara (ritual), dimana ketiganya itu tidak bias dipisahkan satu sama lain. Ibaratnya sebuah telur, kuning telur adalah tattwanya, putih telur adalah susilanya dan kulit telur adalah upacaranya, sehingga kurang sempurna apabila dipisahkan satu sama lainnya. Dalam upacara, banyak orang selama ini menganggap bahwa upacara adalah erat kaitannya dengan bebantenan/sesajendan ritual-ritual (ceremonial), namun bila kita tinjau lebih mendalam, bahwa yang dimaksud dengan upacara adalah tata cara dalam mempraktikkan agama Hindu, dimana tata cara mempraktikkan agama Hindu menyesuaikan adat-budaya tradisi setempat.<br />
<a name='more'></a><br />Kita semua sepakat bahwa tidak ada istilah Hindu Bali, Hindu Jawa, dan Hindu India, dan lain-lain, karena Hindu adalah Hindu, karena Hindu adalah sama tattwa dan susilanya di seluruh dunia, dimana pun berada. Yang berbeda hanyalah praktiknya yang menyesuaikan adat-budaya tradisi setempat. <br />Kembali ke topik upacara agama, selama ini banyak yang mengeluhkan upacara agama ribet dan mahal, membutuhkan banyak waktu dan biaya, kemudian ditambah lagi dengan isu-isu yang tidak benar yang tidak jelas sumbernya yang seolah-olah bernada menakut-nakuti sekaligus mengancam, seperti, “Bila tidak melakukan upacara ritual A, nanti dewa bias marah” dan “Bila mengubah pakem banten nanti dewa bias marah, sehingga ukuran kuantitas banten/sesajen tidak boleh diubah,” dan lain-lain. Padahal isu-isu yang seperti itu adalah informasi yang keliru dan tidak bias dipertanggungjawabkan kebenarannya dan juga berbahaya bagi perkembangan spiritual kita.<br />Dalam hal ini timbul rasa penasaran dalam benak saya terhadap ritual upacara tersebut, kemudian saya mulai belajar dan berdialog kepada guru-guru spiritual dan merenungkan secara pribadi, “Apakah sebenarnya makna essensi dari ritual upacara agama tersebut?” sehingga akhirnya saya memperoleh pemahaman mengenai hakikat upacara yang mana penjelasannya langsung saya rangkumkan sebagai berikut.<br />
<br />Kitab suci Hindu adalah Weda yang terdiri dari Regweda, Samaweda, Yajurweda, dan Atharwaweda, diibarakan Weda sebagai samudera pengetahuan yang mahaluas dan sulit dipahami, namun para brahmana/maharsi zaman dulu dengan kebijaksanaannya berhasil menerjemahkan dan menafsirkan Weda menjadi sebuah simbol-simbol suci, dari simbol-simbol suci berkembang menjadi konsep-konsep ajaran berupa rumus-rumus yang mudah untuk diingat yang tertuang dalam Weda Smerti (berisikan konsep ajaran Weda yang mudah untuk diingat). Kemudian berkembang lagi dalam bentuk cerita-cerita (Purana) yang mengandung ajaran Weda secara tersirat, kemudian berkembang juga menjadi kitab-kitab suci local, yaitu lontar-lontar yang menjelaskan ajaran Weda dan terakhir menjadi sebuah upacara atau ritual yang mengandung ajaran Weda.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgB8zVw45kTZTC9ISItq438AKzEza3y3p48JT92EZ7yCBFYEvZZ2wxtLB4pxjaFL0dLKAvkGd8SLDS4xy2G43abFqkjnnKsTR8wvbKkfhz6JAuQSqUMAzgU0XBHnHEAO9EHJwcPqqYlM5cQ/s1600/IMG_0207.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="900" data-original-width="1600" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgB8zVw45kTZTC9ISItq438AKzEza3y3p48JT92EZ7yCBFYEvZZ2wxtLB4pxjaFL0dLKAvkGd8SLDS4xy2G43abFqkjnnKsTR8wvbKkfhz6JAuQSqUMAzgU0XBHnHEAO9EHJwcPqqYlM5cQ/s400/IMG_0207.JPG" width="400" /></a></div>
<br />Dengan demikian ritual atau upacara agama tersebut esensinya adalah untuk menjelaskan ajaran Weda, sehingga boleh dikatakan ritual atau upacara agama adalah kitab suci yang hidup. Jadi, karena kitab suci Weda adalah bagaikan samudera pengetahuan rohani yang mahaluas dan sangat sulit untuk dipahami, sehingga oleh maharsi zaman dulu menyederhanakan ajaran Weda dalam berbagai bentuk atau manifestasi, agar lebih mudah dipahami, berupa simbol-simbol suci, kitab suci lainnya (Wedasmerti), cerita-ceritasuci (Purana) dan ritual upacara agama yang mana semuanya itu bertujuan menjelaskan ajaran Weda dalam bentuk yang lebih sederhana.<br />
<br />Oleh karena itu, hakekat ritual/upacara agama dalam Hindu adalah menjelaskan makna-makna dari ajaran Weda dalam versi yang lebih sederhana. Inilah salah satu sifat agama Hindu yang fleksibel yang menawarkan banyak jalan untuk mempelajari ajaran Weda. Ibaratnya ada banyak jalan menuju roma, begitu juga Weda bias dipelajari dengan banyak cara/jalan, tidak mutlak harus membaca Weda secara langsung, tetapi kita bias belajar Weda melalui banyak jalan/cara, karena dalam menjalankan ajaran Hindu yang terpenting adalah memahami konsep ajarannya secara sederhana dan mengimplementasikan ajarannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai pedoman hidup.<br />
<br />Dengan menyadari bahwa esensi hakekat ritual upacara agama Hindu adalah untuk menjelaskan ajaran Weda, sehingga berupacara dalam volume yang besar atau yang kecil nilainya adalah sama saja dan dalam jangka waktu yang lama atau sebentar nilainya juga sama saja, yang terpenting adalah ketulusan hati kita dalam beryadnya, karena sesungguhnya yang kita cari dari upacara tersebut adalah maknanya kemudian menjadikannya sebagai pedoman hidup sehari-hari.<br />
<br />Seperti misalnya praktik agama Hindu di Bali ada berbagai ritual upacara agama, seperti ritual melukat, mebayuh dan metatah/mesangih yang tujuannya untuk membersihkan diri dan menetralisir sifat-sifat negative dalam diri. Namun sayangnya masih banyak umat se dharma yang berpikir bahwa dengan menggelar upacara melukat, mebayuh dan mesangih langsung dapat membersihkan dan menetralisir sifat-sifat negative dalam diri kita sendiri, padahal makna sebenarnya adalah ritual melukat, mebayuh dan mesangih adalah sebagai simbolis bahwa dengan ini kita membersihkan diri dengan melakukan latihan pengendalian diri. Kita membersihkan diri dengan melakukan latihan pengendalian diri. Jadi, ritual melukat dan mebayuh hanyalah sebagai simbolis saja untuk menjelaskan maksud dari ajaran Weda bahwa kita mesti rutin membersihkan diri dengan latihan pengendalian diri.<br />
<br />Sama seperti metatah atau mesangih, maknanya adalah menetralisir atau menghilangkan sad ripu dalam diri, namun bukan berarti dengan menggelar upacara mesangih sifat sad ripu kita langsung auto hilang, tetapi hanya sebagai simbolis bahwa dengan ini kita mesti menghilangkan sifat sad ripu dalam diri. Ritual upacara mesangih adalah mengingatkan kita dan menjelaskan ajaran Weda secara sederhana bahwa kita mesti berusaha untuk menetralisir dan menghilangkan sifat sad ripu dalam diri dengan cara melakukan latihan pengendalian diri.<br />
<br />Dengan menyadari bahwa ritual keagamaan esensinya adalah untuk menjelaskan maksud ajaran Weda dalam versi yang lebih sederhana, sehingga sebenarnya dalam berupacara tidak mesti harus ribet, mahal dan lama, karena besar atau kecilnya upacara, maknanya adalah samasaja. Dan kita tidak perlu takut menggelar upacara yang sederhana dan murah meriah, karena meskipun berupacara secara sangat sederhana dan murah meriah, tetapi kita tulus dan yang terpenting adalah kita paham esensinya secara sederhana dan menjadikannya sebgaai falsafah hidup, sehingga hal tersebut dapat memberikan kita pencerhaan.<br />
<br />Kesimpulan dari topik ini adalah, ketika kita melihat ritual agama sebagai sesuatu yang secara ajaib dapat membersihkan dan menetralisir sifat-sifat buruk kita meski tanpa usaha pengendalian diri, maka upacara tersebut tidak bias membebaskan diri kita dari sifat-sifat negatif dan penderitaan, namun ketika kita memandang ritual upacara agama hanya sebagai simbol suci yang menjelaskan maksud dari ajaran Weda dan memahami esensinya sebagai falsafah hidup, maka dengan demikian upacara agama dapat membebaskan kita dari penderitaan. Karena dengan usaha dari diri kita sendiri dengan selalu berupaya berkarma baik dan terus melakukan usaha pengendalian diri, kita dapat terbebas dari penderitaan dan mencapai kebahagiaan.Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-44186089432618783002019-05-15T06:34:00.000+08:002019-06-01T06:34:56.065+08:00Ekam Sat Vipra Bahudha VadantiG.N. Yadnya <br />
<br />
na me viduh sura-ganah<br />prabhavam na maharsayah<br />aham adir he devanam<br />maharsinam ca sarvasah<br />“Baik para dewa maupun para rsi mulia tidak mengenal asal mula, maupun kehebatan-Ku (Sri Krsna), sebab dalam segala hal, Aku adalah sumber dewa-dewa dan rsi-rsi.”(Bg. 10. 2) <br />
<a name='more'></a><br />
Para dewa dan para rsi yang mulia sekali pun tidak dapat mengerti tentang Krsna. Lalu apa yang sudah dipelajari oleh para rsi mengapa beliau tidak tahu tentang Krsna? Dalam tri-pamana termasuk dalam golongan yang manakah para rsi itu? Ada yang menafsirkan ‘ekam sat vipra bahuda vadanti sebagai – Tuhan hanya satu namun orang-orang bijaksana menyebut dengan banyak nama. Nama Brahma, Wisnu, dan Siva adalah nama lain dari Tuhan satu (ekam sat). Apakah itu benar?<br />
<br /> Tentang Krsna hanya Beliau sendiri yang tahu. Seperti pernyataan dari Arjuna dalam ( Bg. 10. 15): “Memang hanya Anda Sendiri yang mengenal Diri Anda. Oh Kepribadian Yang Paling Mulia (purusa-uttama), Oh Asal Mula segala sesuatu (bhuta-bhavana), Penguasa Semua Makhluk Hidup (bhuta-isa), Tuhan yang disembah oleh para Dewa (deva-deva), Penguasa seluruh jagat (jagat-pate)” Srila Prabhupada menjelaskan: ‘Tuhan yang mahaesa, Krsna, dapat diketahui oleh mereka yang ada hubungan dengan Krsna melalui pelayanan bhakti, seperti Arjuna dan para pengikutnya. Orang yang memiliki mentalitas asura atau atheis tidak dapat memahami Krisna. Spekulasi mental (jnana-yoga) yang membawa orang-orang semakin menjauh dari Tuhan adalah suatu dosa serius, dan dia yang tidak mengetahui Krsna janganlah mencoba berkomentar atas Bhagavad-gita. Bhagavad-gita adalah pernyataan Krsna sendiri, karena Bhagavad-gita adalah ilmu pengetahuan tentang Krsna, Bhagavad-gita harus dipahami dari Krsna sendiri seperti Arjuna sendiri memahaminya. Bhagavad-gita janganlah didapatkan dari orang-orang atheis.<br />
<br />Mengapa para rsi dan para dewa pun tidak mengenal Tuhan Yang Mahaesa, Sri Krishna? Mengapa ajaran para rsi tidak searah dengan ajaran Krishna? Dalam ajaran Weda ada yang disebut ajaran Smrti dan ajaran Sruti. Menurut Srila Prabhupada sruti artinya “words of God,” sabda Tuhan sedangkan Smrti adalah “about God“, tentang Tuhan. Kebanyakan para rsi dan para dewa adalah pemuja Sankara (Dewa Siva). Bahkan guru kerohanian para dewa, Rsi Brihaspati adalah pemuja Dewa Siwa atau Sripada Sankara. Sedangkan para Waisnava adalah pemuja Sri Krishna atau Sri Wisnu. Sripada Sankara mengajarkan jnana-yoga (kebenaran spekulatif, anumana-pramana) – teori neti-neti, definition by negation, menguraikan dengan penyangkalan adalah sebuah uraian tentang ekam sat (Tuhan satu). Ajaran spekulatif ini yang semarak pada jaman Kaliyuga ini dan menjadikan orang-orang semakin jauh dari kebenaran.<br />
<br />Ekam sat vipra bahudha vadanti, banyak yang menafsirkan ‘Tuhan adalah satu, orang-orang yang bijaksana menyebutkan dengan banyak nama. Kemudian mereka menerangkan bahwa Tuhan adalah Brahman dan nama-nama para dewa adalah sebutan-sebutannya. Dengan pemahaman ini lalu menerjemahkan Tri Sandhya menjadi Anda dipanggil Brahma, Anda dipangil Siwa dst. Tafsiran ini yang menjadikan umat semakin jauh dari pemahaman yang benar.<br />
<br />Kita mengenal tri-pramana yaitu pratyaksa-pramana, anumana-pramana, dan sabda-pramana. Pratyasa-pramana adalah pengetahuan yang diperoleh melalui (panca) indria. Sedangkan anumana-pramana adalah pengetahuan yang diperoleh melalui logika dan argument atau disebut juga ilmu metafisika, atau filsafat. Atau dengan kata lain apa pendapat orang-orang tentang Tuhan Yang Satu (ekam-sat) atau monotheis. Tetapi apakah pendapat Tuhan Sendiri tentang Diri Beliau inilah yang disebut dengan sabda-pramana. Bhagavad-gita adalah sabda-pramana, Kebenaran yang menurun dari atas, dari Krsna melalui parampara. Sedangkan ajaran anumana-pramana adalah ajaran peningkatan, dari bawah ke atas (aroha-pantha), pengetahuan melalui logika dan argument.<br />
<br />Ekam zat atau zat tunggal, oleh para beliau yang bijaksana menguraikan dengan teologi yang berbeda-beda. Ada enam ahli filsafat dalam Hindu dengan ajarannya masing-masing. Rsi Jaimini dengan ajaran karma-mimamsa, Rsi Kapila dengan sankya-darsana (study empiris – studi analisis keberadaan material. Rsi Kanada dengan vaisesika, teori atom. Rsi Astavakra dengan ajaran nirvisesa-brahman dan rsi Patanjali dengan ajaran yoga-darsana. Ajaran-ajaran oleh para rsi ini diumpamakan seperti orang buta meraba gajah. Ada yang aneh di sini. Di satu sisi beliau-beliau ini disebutkan sebagai orang-orang bijaksana. Dan dari sisi lain beliau diumpamakan seperti ‘orang buta meraba gajah.’ Beliau menolak pemujaan kepada banyak tuhan (politheisme) dan yakin dengan satu Tuhan, ekam-sat (monotheis). Tetapi mereka sendiri menciptakan banyak teori tentang Tuhan. Inilah teori orang-orang bijaksana (vipra). Inilah penjelasan dari ekam sat vipra bahudha vadanti. Tuhan satu (ekam-sat) orang-orang yang bijaksana (vipra) menjelaskan dengan berbagai teori ketuhanan (vada).<br />
<br />Ajaran ini, mengenai pendapat orang bijaksana tentang Tuhan, bersifat universal ada dalam semua ajaran agama. Yang tidak ada dalam agama lain adalah apa pendapat Tuhan tentang Diri Beliau Sendiri. Pendapat Tuhan atau sabda-pramana ini menurun melalui garis perguruan parampara. “Tinggalkan semua jenis dharma dan hanya serahkan dirimu kepada-Ku” adalah kesimpulan ajaran Bhagavad-gita. Kemudian ditegaskan dalam Bg. 15. 15: “Oleh semua Weda Akulah (Sri Krsna) yang harus diketahui.”Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-72544886447305268362019-05-15T06:16:00.000+08:002019-06-01T06:16:59.370+08:00Triphala Resep Ayur Weda Sebagai Deteksi Kanker PayudaraI Nyoman Tika <br />
<br />
Pengobatan ayurveda mulai banyak dilirik orang. Ayurveda adalah kata Sansekerta, yang berarti “kitab suci untuk umur panjang.” Ini merupakan sistem kuno pengobatan tradisional yang lazim di India dan di beberapa negara Asia Selatan lainnya. Hal ini didasarkan pada pandangan holistik tentang perawatan yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit manusia melalui pembentukan keseimbangan dalam berbagai elemen kehidupan manusia, tubuh, pikiran, kecerdasan dan jiwa.<br />
<a name='more'></a> <br />Ayurveda awalnya merupakan peradaban Lembah Indus (sekitar 3000 SM) dan telah diturunkan dari generasi ke generasi dengan tradisi lisan, seperti empat teks suci lainnya (Rigveda, Yajurveda, Samaveda dan Atharvanaveda) yang disusun antara abad ke-12 dan ke-7. BC. Sebagai pustaka rujukan penggunaan obat-obatan herbal, Ayurveda ditemukan di semua empat Veda lainnya, hal ini menunjukkan bahwa Ayurveda dapat dikatakan sebagai sebuah teks yang mengawali atau mendahului Veda lainnya, atau paling tidak beberapa abad sebelumnya. Namun demikian Ayurveda sudah dipraktekkan secara penuh pada zaman Buddha (abad ke-6 SM) dan telah menghasilkan dua dokter terhebat di India kuno, Charaka dan Shushrutha yang telah menyusun teks-teks dasar tentangnya.<br />
<br />Pada saat ini, Ayurveda telah berkembang pada delapan sub spesialisasi berbeda dari perawatan medis, bernama Ashtanga, yang meliputi pembedahan, pengobatan internal, pediatri, toksikologi, kesehatan dan umur panjang, dan penyembuhan spiritual. Pengobatan Ayurvedic terutama terdiri dari persiapan herbal yang kadang-kadang dikombinasikan dengan berbagai tingkat senyawa lain, sebagai suplemen. Dalam sistem Ayurvedic, herbal yang digunakan untuk tujuan pengobatan digolongkan sebagai tonik otak atau peremajaan. Di antara tanaman yang paling sering digunakan dalam Ayurveda adalah, dalam urutan pentingnya: (a) Ashwagandha, (b) Brahmi, (c) Jatamansi, (d) Jyotishmati, (e) Mandukaparni, (f) Shankhapushpi, (g) ) Vacha, dan (h), triphala.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8UFoKF9n6mAy_dBQX_GroLPBfgdJOJVV-OBWTeI1CKxiuzKHbfCXdPwIdpblP0IkltTaezjyHZ0ltragzjfW3bEGS1XhupBRxWSt5FbvhGYewAVIyEm8FlvZzMdmoAAjcKkvs41GGeLXz/s1600/tika+262+a.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1264" data-original-width="1181" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8UFoKF9n6mAy_dBQX_GroLPBfgdJOJVV-OBWTeI1CKxiuzKHbfCXdPwIdpblP0IkltTaezjyHZ0ltragzjfW3bEGS1XhupBRxWSt5FbvhGYewAVIyEm8FlvZzMdmoAAjcKkvs41GGeLXz/s320/tika+262+a.jpg" width="298" /></a></div>
<br />Tripala adalah tumbuhan yang direkomendasikan oleh Ayurveda sebagai alternatif dalam pengobatan dan pencegahan penyakit kanker, khususnya kanker payudara. Apakah triphala itu? Dalam Dravya guna atau farmakologi Ayurvedic menjelaskan tentang atribut herbal yang dimiliki triphala, yaitu rasa manis, asam, pedas, pahit, dan astringent; satu-satunya rasa tidak terkandung adalah rasa asin. Dalam dalam aspek wirya, (potensi dan tindakan) bersifat netral (vipaka) atau efek setelah proses pencernaan selesai (post digestive ), sifat manis Triphala memiliki prabhav, atau trofisme, untuk semua doshas (energetik dan tipe pikiran-tubuh) dan karenanya menyeimbangkan semua doshas, sehingga efek ringan dan kering.<br />
<br />Pengobatan Ayurvedic menggunakan Triphala sebagai pilar perawatan gastrointestinal; Namun, kompleksitas dari tiga rasayanas, atau ramuan peremajaan, dalam formulasi memungkinkan banyak aplikasi. Selain itu, penelitian telah memvalidasi angka potensi penggunaan Triphala, yang meliputi penetralisir radikal bebas, antioksidan, anti-inflamasi, imunomodulator, stimulasi nafsu makan, pengurangan hyperacidity lambung, karies gigi pencegahan, antipiretik, analgesik, antibakteri, antimutagenik, penyembuhan luka, anticariogenik, antistress, adaptogenic, hipoglikemik, antikanker, hepatoprotektif, kemo protektif, radioprotective, dan efek kemopreventif. Triphala juga dapat meningkatkan pencernaan dan penyerapan makanan, mengurangi serum kadar kolesterol, meningkatkan sirkulasi, mengendurkan saluran empedu, mencegah immunosenescence, mempertahankan homeostasis sistem endokrin, dan meningkatkan produksi sel darah merah dan hemoglobin.<br />
<br />Triphala secara umum dikenal sebagai peralatan kesehatan saluran pencernaan. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa keduanya ekstrak Triphala yang mengandung air dan alkohol mencegah diare. Triphala juga menginduksi efek entero protektif, yang kemungkinan disebabkan, oleh antioksidan yang tinggi. Dalam model hewan percobaan (tikus), Triphala dapat menjaga vili usus sehingga kadar glutathione dan fosfolipid dapat diturnkan, dan secara bersamaan menurunkan myeloperoxidase dan xanthine oxidase kadar dalam epitel usus. Pada tikus, Triphala diberikan sebuah efek gastroprotektif sedangkan pada uji klinis pada pasien manusia, penggunaan Triphala pada pasien dengan gangguan pencernaan melaporkan bahwa pengobatan mengatasi sembelit, lendir, sakit perut, hyperacidity, dan perut kembung dapat meningkatan konsistensi dari feses. Triphala juga mengurangi kolitis pada model tikus, dan efek pengobatan dikaitkan dengan efek antioksidan dan tingkat flavonoid yang tinggi terkandung dalam Triphala.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgll4gcs_mSFIyHwMK4cdNVQCpu8i4m9oNTHHrZIJLDw9DnBsskjZUX9hxtVrIaqyBL7vr5SnjGb_rk53DG-Flt2JcJTra9exCco1Fz4m2PpcJjCSlBADFZ6XgyOUk7sJ5ZHwmfk3g2RQ24/s1600/tika+262+b.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="790" data-original-width="1181" height="214" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgll4gcs_mSFIyHwMK4cdNVQCpu8i4m9oNTHHrZIJLDw9DnBsskjZUX9hxtVrIaqyBL7vr5SnjGb_rk53DG-Flt2JcJTra9exCco1Fz4m2PpcJjCSlBADFZ6XgyOUk7sJ5ZHwmfk3g2RQ24/s320/tika+262+b.jpg" width="320" /></a></div>
<br />Triphala juga mengatasi gangguan akibat stres seperti kecemasan. Stres adalah suatu keadaan ketidakharmonisan yang disebabkan oleh ancaman yang dirasakan akibat respon adaptif untuk membangun kembali homeostasis dari penyakit kronis. Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa Triphala mencegah stress akibat suhu dingin dan perubahan perilaku yang diinduksi akibat perubahan biokimia seperti peningkatan peroksidasi lipid dan kadar kortikosteron. Triphala juga mencegah stress akibat kebisingan. Pada tikus, Triphala mencegah perubahan metabolik yang diinduksi kebisingan dengan memediasi antioksidan sel respon imun, secara biologis mekanisme ini terkait dengan sifat antioksidannya. Manusia modern mengalami tingkat stres yang tinggi, sehingga perawatan adaptogenik diperlukan lebih luas terapis klinis lebih luas.<br />
<br />Selain itu, konstituen utama formula triphala adalah tanin, asam galat, asam ellagic, dan asam chebulinic, yaitu antioksidan kuat meningkatkan aktivitas imunomodulator. Triphala juga mengandung senyawa bioaktif lain seperti flavonoid (mis, kuersetin dan luteolin), saponin, antrakuinon, asam amino, asam lemak, dan berbagai karbohidrat. Selain itu, polifenol turunan Triphala seperti asam chebulinic juga diubah oleh mikrobiota usus manusia menjadi metabolit bioaktif, yang telah menunjukkan potensi in vitro untuk mencegah kerusakan oksidatif.<br />Karena adanya sifat anti kanker serta kemoprotektif, radioprotective, dan efek kemopreventif inilah menjadi titik kritis bahwa pengobatan berbasiskan bahan ayur wedic dengan triphala berpotensi sebagai sumber senyawa anti kanker, dan khususnya kanker payudara. Sebagai penghambat laju aktivitas kanker, dan khususnya kanker payudara maka mekanisme yang dilakukan adalah dengan menggunakan enzim peroksidase, suatu enzim yang dapat mereduksi keberadaan radikal bebas oksidan dan mengalami pemberian elektron membentuk suatu senyawa bisa netral. Enzim ini berpeluang ada dan berpotensi ada pada tanaman ayurveda seperti triphala.<br />
<br />Kanker payudara adalah salah satu penyebab paling umum dari metastasis otak, dan sayangnya sejumlah besar pasien kanker payudara lanjut akan menderita komplikasi yang menakutkan ini. Diperkirakan sekitar 16 persen dari semua pasien dengan kanker payudara metastasis akan mengembangkan metastasis otak; namun demikian insidensi sangat bervariasi berdasarkan subtipe. Bahkan, sekitar 25– 45 persen pada kanker payudara rangkap tiga dan hingga 50 persen pada manusia epidermal growth factor receptor 2 (HER2) -positif kanker payudara ketika diikuti secara longitudinal. Selain perbedaan dalam kejadian metastasis otak, subtipe tumor kanker payudara adalah parameter penting untuk waktu mereka. Interval waktu dari kanker payudara awal diagnosis untuk pengembangan metastasis otak lebih pendek untuk kanker payudara triple-negative dan HER2-positive, dan lebih lama untuk estrogen-receptor (ER) -positive disease. Sayangnya, pasien yang sering mengalami metastasis otak memiliki prognosis yang buruk, dengan kelangsungan hidup rata-rata yang berkisar dari 2 hingga 25,3 bulan.<br />
<br />Kekhususan kanker payudara adalah terbentuknya, protein MUC-1 yang bertambah seiring bertambahnya sel kanker, Kadar protein MUC1 ini dapat dideteksi dengan menggunakan enzim peroksidase dalam rangkain elektrokimia. Enzim peroksidase inilah yang dapat diekstrak dari tumbuhan herbal ayurveda seperti triphala. Secara teoritis transduser dengan sistem elektrokimia, menjadi alternatif yang menjanjikan dari sisi efektif dan efisien, sebab elektroda dengan sistem redoks, yang diperankan oleh enzim peroksidase sehingga memiliki selektivitas dan sensitivitas yang tinggi. Pada sapek ini triphala memiliki peluang sebagai penghasil enzim peroksidase , yang merupakan komponen untuk mendeteksi kanker payudara**** <br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-83117327941893515212019-05-15T06:10:00.000+08:002019-06-01T06:11:02.333+08:00Mitologi Tentang Anak-Anak Siwa Made Budilana<br />
<br />
Dalam cerita-cerita yang tertuang dalam Purana, Bhatara Siwa dikisahkan memiliki banyak anak dari perkawinannya dengan berbagai istri. Bahkan kelahiran anaknya sangat unik seperti Bhatara Kala lahir dari Kama Bhatara Siwa yang jatuh di laut. Ada juga kelahiran anaknya karena Bhatara Siwa marah lalu lahirlah Bhagawan Druwasa. Untuk mengetahui kisah lengkapnya, silahkan simak cerita berikut ini. <br />
<a name='more'></a><br />Dalam kitab Kala Tatwa diceritakan Bhatara Siwa punya anak bernama Bhatara Kala. Konon Bhatara Siwa bersama dewi Uma, istrinya, sedang bercengkerama di laut. Sedang asyiknya menikmati keindahan laut, tiba-tiba birahi Bhatara Siwa bangkit dan langsung menyatakan kehendaknya kepada Dewi Uma. Hasrat Bhatara Siwa itu ditolak oleh Dewi Uma karean perilaku yang demikian itu tidak sesuai dengan perilaku para dewa di kahyangan. Tetapi pada waktu itu Bhatara Siwa membantah pendapat Dewi Uma, karena siapa yang dapat menahan nafsu yang sedang bergelora secara tuntas dan seketika karena nafsu itu timbul dari indriya yang bertemu dengan wisayanya. Karena tidak dapat menahan nafsu, pada saat itu juga kama Bhatara Siwa keluar dengan sendirinya dan jatuh di laut. Setelah itu sebagai Ardanareswari, Siwa dan Uma kembali ke Siwaloka.<br />
<br />Kemudian diceritakan Brahma dan Wisnu memandang laut yang bergelora itu menyaksikan tanda-tanda yang ajaib. Brahma dan Wisnu beryoga. Akibat yoga mereka itu akhirnya kama Bhatara Siwa dapat berkumpul menjadi satu. Tiba-tiba kama itu berubah menjadi raksasa yang sangat besar yang bernama Bhatara Kala. Lalu Bhatara Kala mengeluarkan suara yang keras yang menyebabkan dunia menjadi bergetar dan sorga loka menjadi bergoyang. Para Dewata Nawa Sanga kemudian melaporkan kepada Siwa bahwa Sorgaloka diancam raksasa yang maha besar. Siwa lalu menghampiri Bhatara Kala dan terjadilah percakapan antara Siwa dengan Bhatara Kala. Inti dari percakapan tersebut adalah Bhatara Kala menanyakan siapa orang tuanya. Akhirnya Siwa menyarankan untuk mengetahui orang tua Bhatara Kala, maka Bhatara Kala disuruh memotong taringnya bagian kanan. Setelah Bhatara Kala memotong taringnya yang bagian kanan akhirnya dia mengetahui bahwa Siwa adalah ayahnya.<br />
<br />
Cerita ini sering digelar dalam pewayangan di Bali dalam upacara Sapuh Leger atau ruwatan untuk orang-orang yang lahir pada Wuku Wayang.Sedangkan anak Siwa yang lain seperti yang tertuang dalam beberapa kitab Hindu adalah Bhagawan Druwasa, yaitu Bhagawan yang pernah memberikan ilmu Aditya Hredaya pada Dewi Kunti semasa remajanya. Cerita kelahiran Bhagawan Druwasa diawali dari perselisihan antara Brahma, Wisnu, dan Siwa. Akibat perselisihan tersebut menyebabkan Siwa murka dan lepas kontrol membuat dewa-dewa lain undur diri dari hadapan Siwa supaya tidak terkena efek kemarahan Siwa. Karena sulit meredamkan amarahnya, Siwa melampiaskan sebagian rasa amarahnya kepada Dewi Anasuya. Efek dari tindakan Siwa tersebut menyebabkan Dewi Anasuya hamil dan lahirlah seorang anak yang rewel dan pemarah bernama Bhagawan Druwasa.<br />Sementara anak-anak Bhatara Siwa dalam serat Paramayoga yang dipadukan dengan serat Purwacarita, Bhatara Siwa memilki lima orang anak hasil perkawinannya dengan Dewi Umayi, yaitu Bhatara Sambu, Brahma, Indra, Bayu, dan Wisnu. Sebenarnya masih banyak lagi cerita tentang anak-anak Siwa. Tapi saya akhiri ceritanya sampai disini dulu. Kalau ada kesempatan, saya akan lanjutkan lagi pada kesempatan berikutnya. <br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-55583092135125846842019-04-15T16:43:00.000+08:002019-05-31T16:43:49.360+08:00Pemilu Serentak Tokoh Agama TersentakBulan April pun datang, pemilu serentak pertama di Indonesia. Penuh dengan kerunyaman dengan perseteruan dua kubu yang sangat panjang. Pemuka agama pun tersentak dan ramai-ramai menyerukan pemilu damai.<br />
<a name='more'></a><br />
Pemilu serentak ini pertama kali terjadi di negeri kita. Serentak memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR, DPD ditambah dengan pemilihan pasangan presiden dan wakil presiden. Karena serentak dan harus ada lima surat suara yang dicoblos terjadi kebingungan dan bahkan sejak awal aturannya pun penuh kontroversial.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFqEGG-E4yfTPW6_lyBuu54FcEoUwIu2FsrVIuN3k8tYMeSB2-Djtxc3n4nod5O1kszyPG-njsZviqF26w281bRvHYfw6UTDMZsxxia9D8c6CHBUGUJAzM1axJSmwNhLfcqwb_7hP3-gPO/s1600/cover+261+web.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="764" data-original-width="568" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFqEGG-E4yfTPW6_lyBuu54FcEoUwIu2FsrVIuN3k8tYMeSB2-Djtxc3n4nod5O1kszyPG-njsZviqF26w281bRvHYfw6UTDMZsxxia9D8c6CHBUGUJAzM1axJSmwNhLfcqwb_7hP3-gPO/s320/cover+261+web.jpg" width="237" /></a></div>
<br />Jika dalam konstitusi (UUD 1945 yang diamandemen terakhir) ditetapkan bahwa calon presiden dan calon wakil presiden dipilih berpasangan dan dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu, maka dalam aturan turunannya bisa berubah menjadi adanya ambang batas perolehan suara. Ini sumber kekacauan yang pertama. Kalau mengikuti UUD 1945, setiap partai atau gabungan partai bisa mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden. Dengan begitu capres/cawapres bisa banyak, bahkan banyaknya bisa saja sesuai dengan jumlah partai politik. Ketentuan ini menyiratkan pentingnya syarat ketat untuk sebuah partai politik, karena kalau partai itu sudah lolos ikut pemilu artinya berpotensi mencalonkan capres/cawapres.<br />
<br />Tiba-tiba ada aturan turunan yang menyimpang dari semangat konstitusi dengan keharusan adanya ambas batas. Akibatnya partai harus bergabung agar tercapai ambang batas itu. Lucunya lagi, perolehan suara mana yang dipakai rujukan untuk menentukan ambang batas itu? Ternyata perolehan suara partai pada pemilu sebelumnya, yakni pemilu 2014. Aneh tentunya, kita memilih presiden untuk periode 2019-2014 tetapi memakai ambang batas suara partai hasil pemilu 2014. Padahal semua orang tahu suara pemilu 2014 belum tentu sama dengan suara pemilu 2019.<br />
<br />Akibat dari aturan ambang batas itu maka capres/cawapres hanya ada dua pasang. Memang teorinya bisa tiga, tetapi karena partai dengan suara besar sudah berkoalisi duluan, tak ada lagi sisa suara untuk capres/cawapres ketiga. Nah, kedua pasangan capres/cawapres itu kebetulan muka lama, hanya wakilnya yang berbeda. Jadi ini pertarungan ulang antara Jokowi dan Prabowo yang sudah terjadi pada pemilu 2014. Di situlah muncul perseteruan abadi karena suara dukungan sudah mengental sejak pemilu 2014.<br />
<br />Dengan situasi seperti ini sudah dipastikan terjadi dua pengelompokan yang fanatik karena sudah terpelihara sejak lama. Seperti kita ketahui akhirnya, kedua kubu saling menyerang, saling menjatuhkan, saling menjelekkan, saling memaki. Dan itu berlangsung sangat lama karena masa kampanyenya berbulan-bulan meski pun kampanye terbuka baru berlangsung 24 Maret sampai 13 April sementara pemilunya berlangsung 17 April.<br />
<br />Kecemasan pun muncul dari pemilu serentak ini. Dalam posisi seperti ini maka tokoh dan pemuka agama diminta untuk turun ke lapangan membuat situasi lebih adem. Ibaratnya, pemilu serentak membuat pemuka agama tersentak, kok tiba-tiba dijadikan pemadam kebakaran untuk api yang sudah membesar.<br />
<br />Majelis agama termasuk ormas keagamaan gencar melakukan berbagai pertemuan. Majelis Ulama Indonesia (MUI), Konferensi Wali Gereja Indonesia, Oikoumene, Parisada Hindu Dharma Indonesia, Permabudhi, dan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) menyerukan keprihatinan yang mendalam. “Kami memperhatikan dengan saksama bagaimana dinamika kehidupan nasional menjelang Pemilu 2019. Kami ingin pesta demokrasi bisa bermutu dan beradab,” kata Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Henriette Hutabarat. Majelis agama-agama ini menyatakan keprihatinan atas berkembangnya suasana kehidupan bangsa yang menampilkan gejala pertentangan dan wacana antagonistis di kalangan masyarakat. Mereka berpesan semua pihak dapat menahan diri dalam perkataan dan perbuatan yang dapat mendorong pertentangan. “Terutama menyinggung wilayah sensitif menyangkut keyakinan agama, ras, antargolongan, dan suku,” kata Romo Enduro, wakil dari Konferensi Wali Gereja (KWI).<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWF16LaAP_97NfdskE9RZEXYBl6tHdhGJp645s9ptNfHFnR1dwY0x13eExchD7QbTF72olZ5MAcDLszhHmEqhvI-HzxeJRPwhKLBGi-apRTLV2P_N9w2xKtz31LJ8dzKXJ7tdOglWWJHm0/s1600/Tokoh+Agama.jpeg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="499" data-original-width="1024" height="193" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWF16LaAP_97NfdskE9RZEXYBl6tHdhGJp645s9ptNfHFnR1dwY0x13eExchD7QbTF72olZ5MAcDLszhHmEqhvI-HzxeJRPwhKLBGi-apRTLV2P_N9w2xKtz31LJ8dzKXJ7tdOglWWJHm0/s400/Tokoh+Agama.jpeg" width="400" /></a></div>
<br />Yang menjadi pertanyaan, apakah suara pemuka agama masih didengar di masyarakat? Ternyata masih. Survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia ( LSI) Denny JA menyebutkan, sebesar 51,7 persen pemilih menyatakan bahwa mereka sangat mendengar imbauan dari tokoh agama. Sementara, tokoh dan profesi lain himbauannya dinilai tak terlalu berpengaruh signifikan pada pemilih. Apalagi himbauan politisi sudah tak diperhatikan lagi. “Bagi pemilih Indonesia, tokoh agama adalah profesi yang paling didengar imbauannya dibandingkan profesi lain,” begitu hasil survei.<br />
<br />Selain majelis agama dan ormas agama yang juga sangat aktif melakukan kegiatan untuk meredam perseteruan dua kelompok pasangan capres/cawapres ini adalah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Forum ini sudah membentuk asosiasi di seluruh Nusantara sehingga kini saling berhubungan. Ketua Asosiasi FKUB ini adalah putra Bali, yakni Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet yang juga menjadi Ketua FKUB Bali. Ida Pengelingsir pun giat melakukan pertemuan ke berbagai daerah.<br />
<br />Presiden Joko Widodo pada Senin, 18 Maret 2019, menerima FKUB dengan perwakilan dari seluruh Indonesia di Istana Kepresidenan Bogor. Dengan 75 orang pengurus FKUB seluruh Indonesia, Presiden Jokowi meminta FKUB lebih aktif meredam konflik yang sudah memecah persatuan bangsa ini.<br />
<br />Dalam audiensi dengan presiden itu dibicarakan soal kerukunan antarumat beragama serta bagaimana menjalankan pemilu yang damai. “Pemilu ini kita harus tetap rukun. Kita laksanakan dengan seluruh itikad kebaikan untuk menyukseskan pemilu. Ini adalah kewajiban moral kita,” kata Ida Pengelingsir.<br />FKUB pun menyatakan siap untuk menangkal sekaligus meluruskan berita-berita hoaks dan fitnah yang banyak bertebaran di daerah-daerah. Melalui perwakilan berbagai majelis agama yang ada dalam FKUB, pihaknya akan selalu memasyarakatkan soal toleransi dan mencegah berita-berita bohong. “Selalu kita kumandangkan agar seluruh bangsa kita ini menjadi pemeluk-pemeluk agama yang baik sekaligus menjadi warga negara yang baik. Kalau sudah menjadi pemeluk agama yang baik, menjadi warga negara yang baik, maka tidak ada lagi hoaks, fitnah, kebohongan, dan sebagainya,” kata Ida Pengelingsir.<br />
<br />FKUB lahir dari Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Pada awalnya sasaran kerja FKUB dalam kaitan dengan pendirian rumah ibadah. Namun belakangan kegiatan FKUB merambah masalah kerukunan yang lebih luas, termasuk dampak pemilu ini. Karena itu FKUB meminta Presiden Jokowi meningkatkan status badan hukumnya melalui penerbitan peraturan presiden (Perpres). Dengan peningkatan status badan hukumnya, maka FKUB bakal mendapatkan dana yang bersumber dari APBN. Sekarang ini kucudan dana untuk FKUB hanya dari APBD masing-masing provinsi dan besarnya tidak sama karena tergantung perhatian gubernur di setiap daerah yang tidak sama. “Kami bersyukur jawaban dari Presiden, Mensesneg, Menag kompak sudah diproses menjadi peraturan presiden. Nanti dananya dari APBN,” ucap Ketua Umum FKUB Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet.<br />
<br />Bagaimana dampak pemilu serentak ini terhadap umat Hindu? Sepertinya tidak begitu besar. Tidak begitu kentara pengelompokan massa di masyarakat, paling riak-riak kecil di media sosial. Apalagi tidak ada pengerahan massa selama kampanye yang mengatas-namakan agama. Kalau masyarakat adat masih ada satu dua, namun secara umum masyarakat Hindu, khususnya di Bali lebih tenang dan tidak begitu mengkhawatirkan terjadinya perpecahan. Semoga pemilu berlangsung damai.<br /><br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-87946455478496465252019-04-15T16:35:00.000+08:002019-05-31T16:36:03.429+08:00Melayani dan Kirtan, Elemen Terpenting dalam Bhakti-yogaFilsafat Hindu sangat kaya dan luas. Ada yang mengajarkan bahwa Tuhan itu tidak memiliki bentuk. Alasannya karena Tuhan itu tidak dapat dibayangkan dan dipikiran (acintya). Ada juga yang mengajarkan bahwa para dewa yang jumlahnya mencapai 33 juta itu tiada lain adalah Tuhan jua. Dengan demikian menyembah dewa pada dasarnya juga menyembah Tuhan. Dan masih banyak lagi filsafat yang lainnya, bahkan ada yang memuja sesuatu di bawah kualitas dewa, diperlakukan seperti memuliakan Tuhan itu sendiri. Berbagai pengaruh itu dengan mudah bisa ditemui di Bali, karena masih banyak yang mempraktikkan.<br />
<a name='more'></a><br />Ketika kelompok Kesadaran Krishna menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Bali, banyak yang terperangah, setidaknya merasa terkejut. Bahkan ada terang-terangan yang menolak dengan alasan tidak sesuai dengan akar budaya Bali. Keadaan itu, meskipun kini sudah lebih cair, namun pertentangan-pertentangan itu masih terjadi sampai sekarang. Ada semacam kehawatiran kalau kelompok yang satu lebih besar dan dominan daripada kelompok lainnya. Masing-masing pihak berusaha mempertahankan kelompoknya.<br />
<br />Kesadaran Krishna adalah mengajarkan cara spiritual melalui cinta bhakti-rohani terhadap Tuhan YME. Jadi, menurut kelompok ini, Tuhan itu berwujud, berkepribadian. Elemen terpenting dalam bhakti-yoga adalah pengabdian dan kirtan (zikir, memuji-muji nama Tuhan)).<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFjV4Rudq1BVbEU0uVUZzePthQOb_XubW_2wq4ysMbUMYoIZ55XSvSOGbXSDTh55ofZSoiRkHajrV1LpzzG-1go9IU1IgqnO_7ofQLxsj6CTQn4S5Vdyd-AJs9SDBhpnDnZD6DSw6lpdii/s1600/gAURA+%25282%2529A.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1040" data-original-width="1181" height="281" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFjV4Rudq1BVbEU0uVUZzePthQOb_XubW_2wq4ysMbUMYoIZ55XSvSOGbXSDTh55ofZSoiRkHajrV1LpzzG-1go9IU1IgqnO_7ofQLxsj6CTQn4S5Vdyd-AJs9SDBhpnDnZD6DSw6lpdii/s320/gAURA+%25282%2529A.tif" width="320" /></a></div>
<br />Demikian dijelaskan oleh salah seorang pengikut Kesadaran Krishna, Sankara Das, ketika memberikan kelas (semacam pembelajaran) kepada para para hadirin dalam acara Gaura Purnima di pasraman Sri Sri Radha Brindawan Candra, Desa Sambangan, Singaraja, pada Kamis malam, 21 Maret 2019. Meski saat itu hujan deras, namun cuaca dingin tak mampu membendung semangat mereka. “Bhakti-yoga adalah cinta dua arah. Antara penyembah dan yang disembah saling memberi dan menerima,” ujarnya.<br />
<br />Apa itu Gaura Purnima? Gaura Purnima dimaksudkan sebagai perayaan hari kelahiran Sri Caitanya Mahaprabhu, yang merupakan penjelmaan Sri Krishna langsung, di Kota Nadia, India, pada tanggal 18 Februari 1486 . Kelahiran beliau konon pas bulan Purnama. Itulah sebabnya, perayaan Gaura Purnima di seluruh dunia selalu dirayakan pada saat bulan Purnama. Gaura artinya emas, sementara Purnima berarti Purnama.<br />
<br />Mengapa ada kata-kata gaura? Karena badan Sri Caitanya Mahaprabhu konon bercahaya keemasan. Bisa dipercaya. Sebab, Tuhan memiliki segala potensi dan kemampuan. Mau jadi apa saja Tuhan memungkinkan. Jika ingin berbadan emas, apa sulitnya. Itu perkara teramat mudah bagi-Nya. Tuhan Mahakuasa. <br />
<br />Dalam ceramahnya malam itu, Sankara Das alias Putra yang berasal dari Desa Tajun melanjutkan, jika berbicara pelayanan maka harus ada yang berkedudukan sebagai pelayan di satu pihak dan yang dilayani di pihak lain. Mengabdi dan melayani kepada siapa? Ya, kepada Kepribadian Tuhan YME. Siapa Kepribadian Tuhan YME itu? Adalah Sri Krishna sendiri. Kedudukan Filsafat Hindu sangat kaya dan luas. Ada yang mengajarkan bahwa Tuhan
itu tidak memiliki bentuk. Alasannya karena Tuhan itu tidak dapat
dibayangkan dan dipikiran (acintya). Ada juga yang mengajarkan bahwa
para dewa yang jumlahnya mencapai 33 juta itu tiada lain adalah Tuhan
jua. Dengan demikian menyembah dewa pada dasarnya juga menyembah Tuhan.
Dan masih banyak lagi filsafat yang lainnya, bahkan ada yang memuja
sesuatu di bawah kualitas dewa, diperlakukan seperti memuliakan Tuhan
itu sendiri. Berbagai pengaruh itu dengan mudah bisa ditemui di Bali,
karena masih banyak yang mempraktikkan.<br />
<br />Ketika kelompok Kesadaran
Krishna menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Bali, banyak yang
terperangah, setidaknya merasa terkejut. Bahkan ada terang-terangan yang
menolak dengan alasan tidak sesuai dengan akar budaya Bali. Keadaan
itu, meskipun kini sudah lebih cair, namun pertentangan-pertentangan itu
masih terjadi sampai sekarang. Ada semacam kehawatiran kalau kelompok
yang satu lebih besar dan dominan daripada kelompok lainnya.
Masing-masing pihak berusaha mempertahankan kelompoknya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLM3oTrG_KO_XTaWXBvlGa6Y1LRBOjfkYAxC4dQObh4Ss1UzY4a_ufkSDndt9I8ZV953ZB_RPve7dkKAOqGMwrykaXJYy2D8e0A4nGW6COZtgePwiM09Rmm-aJGKOvsmxbElZkWYJ31C4x/s1600/gAURA+%25281%2529A.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="493" data-original-width="1036" height="188" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLM3oTrG_KO_XTaWXBvlGa6Y1LRBOjfkYAxC4dQObh4Ss1UzY4a_ufkSDndt9I8ZV953ZB_RPve7dkKAOqGMwrykaXJYy2D8e0A4nGW6COZtgePwiM09Rmm-aJGKOvsmxbElZkWYJ31C4x/s400/gAURA+%25281%2529A.tif" width="400" /></a></div>
<br />Kesadaran
Krishna adalah mengajarkan cara spiritual melalui cinta bhakti-rohani
terhadap Tuhan YME. Jadi, menurut kelompok ini, Tuhan itu berwujud,
berkepribadian. Elemen terpenting dalam bhakti-yoga adalah pengabdian
dan kirtan (zikir, memuji-muji nama Tuhan)).<br />
<br />Demikian dijelaskan
oleh salah seorang pengikut Kesadaran Krishna, Sankara Das, ketika
memberikan kelas (semacam pembelajaran) kepada para para hadirin dalam
acara Gaura Purnima di pasraman Sri Sri Radha Brindawan Candra, Desa
Sambangan, Singaraja, pada Kamis malam, 21 Maret 2019. Meski saat itu
hujan deras, namun cuaca dingin tak mampu membendung semangat mereka.
“Bhakti-yoga adalah cinta dua arah. Antara penyembah dan yang disembah
saling memberi dan menerima,” ujarnya.<br />
<br />Apa itu Gaura Purnima? Gaura
Purnima dimaksudkan sebagai perayaan hari kelahiran Sri Caitanya
Mahaprabhu, yang merupakan penjelmaan Sri Krishna langsung, di Kota
Nadia, India, pada tanggal 18 Februari 1486 . Kelahiran beliau konon pas
bulan Purnama. Itulah sebabnya, perayaan Gaura Purnima di seluruh dunia
selalu dirayakan pada saat bulan Purnama. Gaura artinya emas, sementara
Purnima berarti Purnama.<br />
<br />Mengapa ada kata-kata gaura? Karena badan
Sri Caitanya Mahaprabhu konon bercahaya keemasan. Bisa dipercaya. Sebab,
Tuhan memiliki segala potensi dan kemampuan. Mau jadi apa saja Tuhan
memungkinkan. Jika ingin berbadan emas, apa sulitnya. Itu perkara
teramat mudah bagi-Nya. Tuhan Mahakuasa. <br />
<br />Dalam ceramahnya malam
itu, Sankara Das alias Putra yang berasal dari Desa Tajun melanjutkan,
jika berbicara pelayanan maka harus ada yang berkedudukan sebagai
pelayan di satu pihak dan yang dilayani di pihak lain. Mengabdi dan
melayani kepada siapa? Ya, kepada Kepribadian Tuhan YME. Siapa
Kepribadian Tuhan YME itu? Adalah Sri Krishna sendiri. Kedudukan dasar
manusia adalah melayani dan mengabdikan diri kepada Sri Kishna. Itulah
elemen utama kalau mengembangkan jalan spiritual, khususnya spiritual
Kesadaran Krishna. Apabila itu dikembangkan dengan sungguh-sungguh dan
tidak menyimpang, maka Tuhan Sri Krishna akan menyelematkan hidup
seseorang dari perputaran kelahiran dan kematian yang penuh kesengsaraan
di dunia ini. Selanjutnya roh orang tersebut akan ditarik ke dunia
rohani yang bernama Vaikuntha-loka, tempat kediaman abadi Sri Krishna.<br />
<br />Menurut
filsafat Kesadaran Krishna, roh sesungguhnya memilki sifat yang sama
dengan Tuhan. Tetapi roh tidak pernah bersatu dengan Tuhan. Roh yang
mujur dapat hidup bersama dengan Tuhan. Dapat hidup bersama bukan
berarti menunggal. Hal ini juga sudah ditegaskan oleh Arjuna dalam
percakapannya dengan Sri Krishna di dalam Bhagawad Gita. Seperti dapat
dikutip dari Bhagawad Gita Bab XI Ayat 43, Arjuna berkata:<br />
<br />
n dasar manusia adalah melayani dan mengabdikan diri kepada Sri Kishna. Itulah elemen utama kalau mengembangkan jalan spiritual, khususnya spiritual Kesadaran Krishna. Apabila itu dikembangkan dengan sungguh-sungguh dan tidak menyimpang, maka Tuhan Sri Krishna akan menyelematkan hidup seseorang dari perputaran kelahiran dan kematian yang penuh kesengsaraan di dunia ini. Selanjutnya roh orang tersebut akan ditarik ke dunia rohani yang bernama Vaikuntha-loka, tempat kediaman abadi Sri Krishna.<br />
<br />Menurut filsafat Kesadaran Krishna, roh sesungguhnya memilki sifat yang sama dengan Tuhan. Tetapi roh tidak pernah bersatu dengan Tuhan. Roh yang mujur dapat hidup bersama dengan Tuhan. Dapat hidup bersama bukan berarti menunggal. Hal ini juga sudah ditegaskan oleh Arjuna dalam percakapannya dengan Sri Krishna di dalam Bhagawad Gita. Seperti dapat dikutip dari Bhagawad Gita Bab XI Ayat 43, Arjuna berkata:<br />
<br />Anda adalah ayah seluruh manifestasi alam semesta ini, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Anda adalah penguasa jagat yang patut disembah, dan guru kerohanian yang paling utama. Tiada seorang pun yang sejajar dengan Anda, dan tidak mungkin seseorang bersatu dengan Anda. Karena itu, bagaimana mungkin ada kepribadian yang lebih agung daripada Anda di seluruh tiga dunia ini, oh Penguasa yang memiliki kekuatan yang tak terhingga.<br />
<br />Nah filsafat di atas mungkin bertabrakan dengan sebagian besar penganut Hindu di Indonesia, di Bali khususnya. Karena di Bali ada ucapan yang sangat umum disampaikan bila ada kerabat atau temannya yang meninggal. Mereka akan berucap, Dumugi Amor Ring Acintya, yang bermakna semoga engkau (sang roh) menyatu dengan yang tak terpikirkan (Tuhan). Padahal seperti dikutip di atas, Arjuna memberi tahu bahwa seseorang tak mungkin bersatu dengan Tuhan. Roh yang individual selamanya sebagai pelayan Tuhan YME atau terpisah dengan beliau.<br />
<br />Malam itu, perayaan Gaura Purnima selain diisi dengan pemujaan kepada Tuhan Sri Krishna, juga kepada guru kerohanian mereka yang sangat terkenal, Sri Srimad A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada. Juga pemujaan kepada daun tulasi. Tepatnya kepada pohon tulasi, karena pohonnya langsung dihadirkan di altar pemujaan. Bukan hanya sebatas daunnya. Kenapa ada pemujaan daun tulasi? Dijelaskan panjang lebar bahwa tulasi itu penjelmaan dewa dan merupakan salah satu pohon kesayangan Sri Krishna. Setiap persembahan dan persembahyangan kepada Sri Krishna wajib daun tulasi disertakan.<br />
<br />Akhirnya seluruh rangkaian acara ditutup dengan dua tarian Bali kreasi baru, yang di dalam pementasannya terselip ucapan Mahamantra Hare Krishna, Hare Krishna. Semua penarinya yang berjumlah 17 orang adalah para karyawati sebuah salon kecantikan di Singaraja. Sementara para penabuh yang mengiringi tarian itu adalah manajemen dan karyawan sebuah bank BPR.<br />Mahamantra Hare Krishna diperkenalkan dan disebarluaskan oleh Sri Caitanya Mahaprabhu. Menurut kelompok ini, Mahamantra Hare Krishna adalah dharma dan yadnya manusia dalam masa Kali-yuga sekarang ini. Tiada lain, selain mahamantra tersebut. Semoga semua kelompok dalam keluarga besar Hindu bisa saling bertenggang rasa dan saling menerima/memaklumi. Astungkara demikian. (mm)Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-45990879654518850432019-04-15T16:30:00.000+08:002019-05-31T16:31:10.343+08:00Mengenal Candi Siwa Sebagai Tempat Suci Zaman Mataram KunoPutu Sari, Yogyakarta <br />
<br />
Pada kesempatan ini saya sengaja mengangkat tulisan mengenai tempat suci peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang disebut candi, lebih spesifik Candi Siwa karena muncul beberapa pertanyaan teman-teman yang masih belum bisa membedakan beberapa candi peninggalan leluhur yang sempat dikunjunginya apalagi dalam kondisi runtuh dengan tumpukan batuan tidak beraturan.<br />
<a name='more'></a><br />
Melalui tulisan sederhana ini saya berupaya mencari sumber dengan gambar yang memperkuat pemahaman hasil blusukan di lapangan, sehingga akan membuat kita semakin jelas, semakin mengerti gambaran sebuah Candi Siwa dan akhirnya pembaca budiman menjadi tergugah menyadari betapa hebatnya hasil karya para leluhur kita yang sudah diwariskannya saat ini. Kemudian saya akan mencoba mengurai sedikit sesuai pengalaman blusukan tentang apa saja yang terdapat di dalam sebuah Candi Siwa, sehingga kenapa menjadi begitu istimewa, sampai bisa kita warisi sekarang ini.<br />
<br />Harapan ke depannya setelah mengetahui sisi-sisi tersebut, mengetahui nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam candi tersebut dapat dijadikan sebagai pengetahuan kepada siapa saja yang tertarik dengan Candi Siwa/Siwagraha untuk mempelajarinya lebih dalam lagi. Terutama generasi muda Hindu yang akan menjadi calon pemimpin di masa depan, sehingga tidak ragu-ragu lagi menyebut Candi/Siwagraha sebagai tempat suci. Tidak ragu-ragu untuk melakukan sembah sujud bhakti walaupun dalam reruntuhan batuan candi, tidak ragu-ragu memuja dan memuliakan leluhur di candi, karena semua itu adalah cara sederhana untuk mensyukuri (rasa terima kasih), berbhakti (rasa hormat) atas segala anugerah yang diberikan Hyang Siwa dan para leluhur.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6gC_OYgc1V-UF4K-qnwARLPLxc2bgdLZXJVsy2UfsYkkRXwxGQETe7IptaaVcaKIgjf9cvqYVVeIKS27y4RcFB_setuliYnWw4BpHjd7XQeHhBnUzHYVkm8Cu-N8MqETIsIvgyZUcXc00/s1600/candi+Siwa+1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1145" data-original-width="945" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6gC_OYgc1V-UF4K-qnwARLPLxc2bgdLZXJVsy2UfsYkkRXwxGQETe7IptaaVcaKIgjf9cvqYVVeIKS27y4RcFB_setuliYnWw4BpHjd7XQeHhBnUzHYVkm8Cu-N8MqETIsIvgyZUcXc00/s640/candi+Siwa+1.jpg" width="528" /></a></div>
<br />Semakin mendalami dan mengetahui candi sebagai tempat suci, berarti menggugah kesadaran, perhatian dan rasa mencintai yang tulus kepada tempat suci tersebut, yang sampai saat ini masih bisa dilihat dan dikunjungi. Candi-candi tempat suci peninggalan leluhur dengan nilai estetika dan spiritual yang sangat tinggi tersebar bak cendawan di musim hujan membuktikan bahwa leluhur kita memiliki pemahaman pengetahuan seni budaya dan praktik spiritual yang mantap sebagai bentuk persembahan kepada Tuhan (Hyang Siwa) yang kemudian diwujudkan hampir disetiap tempat/lokasi yang dianggap bervibrasi kesucian.<br />
<br />Struktur Candi Siwa seperti gambar 1 paling banyak diketemukan di Jawa Tengah termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga dikenal dengan candi gaya Jawa Tengahan. <br />Tiga Bagian dari bawah ke atas sebuah Candi Siwa melambangkan Triloka alam semesta ini yang sering disebut bhuwana agung, yaitu: Bhurloka (alam bumi), Bhwahloka (langit/alam untuk yang sudah disucikan), dan Swahloka (alam Dewata). Pada bagian atap (Swahloka) biasanya disthanakan dewata nawasanga atau dikpalaka yang merupakan manifestasi Hyang Siwa sebagai penguasa alam semesta sekaligus sebagai pelindung arah mata angin. Dewata Nawa Sanga tersebut antara lain: Iswara (Timur), Maheswara (Tenggara), Brahma (Selatan), Rudra (Barat Daya), Mahadewa (Barat), Sangkara (Barat Laut), Wisnu (Utara), Sambu (Timur Laut) dan Siwa (Tengah).<br />
<br />Pada badan candi bisa ditemukan gambar, relief dan hiasan-hiasan yang menggambarkan mahluk-mahluk sorgawi, seperti arca-arca dewa, wahana dewa, pohon-pohon/bunga sorgawi seperti parijata, mahluk-mahluk suci seperti kinara-kinari yang dipahatkan begitu indah oleh para seniman. Melihat penggambaran seperti di atas maka candi tepat disebut tempat pemujaan yang merupakan reflika Kahyangan. Kahyangan digambarkan sebagai tempat suci yang berada di puncak Gunung Mahameru.<br />Leluhur kita di Jaman Mataran Kuno sangat cerdas, beliau mengambil, menerjemahkan kemudian mengaplikasikan pengetahuan tentang tempat suci (candi) dari negeri asalnya (India) menjadi candi yang bergaya lokal Jawa(Nusantara). Hal ini menandakan bahwa leluhur kita tidak hanya cerdas, religius, dengan spiritual dan estetika tinggi, tetapi bijaksana, memahami budaya dengan baik dan mumpuni dalam membuat sebuah karya, sehingga bisa bertahan ribuan tahun, bisa dinikmati oleh anak cucunya. Mahakarya luar biasa inilah yang membuat saya tertarik untuk mendekati, mempelajari, dan membagikannya kepada siapa saja yang memiliki ketertarikan yang sama. Jawa Tengah dan Yogya sangat istimewa dan ideal untuk belajar tentang tempat suci Agama Siwa di zaman Mataram Kuno. Masih banyak misteri yang belum terungkap dari keberadaan bukti-bukti sejarah yang muncul di permukaan Ibu Pertiwi, tetapi di balik misteri, banyak hal juga yang menjadi menarik untuk dipelajari.<br />
<br />Pada zaman Mataram Kuno/Hindu, diperkirakan berlangsung dari abad ke-7 sampai dengan abad ke-10, kehidupan keagamaan yang berkembang pesat beraliran Siwa dan Budha. Raja Sri Sanjaya yang mewarisi estapet pemerintahan di akhir abad ke-6 dari seorang raja yang bernama Sang Sanna, yang tiada lain pamannya sendiri berhasil membawa kerajaan Mataram Kuno semakin berkembang, sehingga kehidupan keagamaan juga turut berkembang. Terbukti kemudian di masa Raja Agung Sri Sanjaya berkuasa, oleh karena beliau adalah penganut Siwa yang taat, beliaulah yang kemudian memerintahkan para ahli/seniman pembuat tempat suci di jaman itu, untuk mendirikan Siwagraha yang saat ini dikenal dengan nama candi.<br />
<br />Siwagraha/Siwasthana oleh para sarjana Belanda disebut candi merujuk hasil penemuan dan penelitian mereka dengan diketemukannya kata candika dalam prasasti dan literatur yang mereka kaji.Candika dengan kata dasar candi merupakan nama lain dari Dewi Durga. <br />Ada sumber lain yang mengatakan juga bahwa candi adalah nama lain dari Hyang Siwa sendiri, mengingat Beliau juga disebut dengan ribuan nama oleh para arif bijaksana. Penyebutan candi sebagai tempat suci sekarang ini, menunjuk pada tempat suci untuk memuja bagi dua aliran atau agama besar Siwa dan Budha pada zaman Mataram Kuno, sehingga penyebutan Siwagraha/Siwasthana ini dirasa sangat tepat untuk membedakan dengan tempat pemujaan aliran Budha dengan Budhasthana/Budhagraha. Di dalam Siwasthana atau Siwagraha biasanya ditempatkan lingga yoni sebagai obyek pemujaan utama, dimana lingga yoni adalah simbol makrokosmos, Tuhan itu sendiri.<br /><br />Lingga Yoni<br />Masuk ke dalam Candi Siwa pada umumnya akan bertemu dengan lingga-yoni. Lingga merupakan simbol Siwa (Tuhan) sendiri, Tuhan sebagai purusa sedangkan Yoni adalah simbol Dewi Durga/Parwati (Tuhan) sebagai pradana. Bersatunya aspek Tuhan dalam wujud purusa dan pradana inilah menyebabkan lahirnya alam semesta (Buana Agung), yang dikenal dengan penciptaan alam semesta beserta segala isinya. Jadi lingga-yoni adalah simbol alam semesta dan alam semesta adalah Tuhan itu sendiri. Memuja lingga yoni berarti memuja Hyang Siwa, yang merupakan alam semesta itu sendiri (Makrokosmos).<br />
<br />Dalam kepercayaan lokal, Lingga menunjuk kepada Gunung sedangkan Yoni menunjuk kepada lautan. Inilah yang melahirkan konsep segara gunung, tempat suci yang menjadi sumber kehidupan yang tidak pernah habis (amerta), dimana kedua tempat tersebut saling berhubungan erat seperti proses rantai yang tidak pernah terputus sebagai penganugrah sumber amerta (makanan dan minuman) bagi kehidupan makhluk di muka bumi ini.<br />
<br />Jika Lingga adalah akasa, maka Yoni adalah pertiwinya. Maka keberadaan akasa dan pertiwi inilah yang menjadikan alam semesta raya ini disebut buwana agung. Demikian hebat pengetahuan leluhur kita untuk menjelaskan alam semesta ini melalui simbol-simbol yang sangat sakral. Leluhur kita juga sangat cerdas dalam menggambarkan lingga-yoni tanpa menghilangkan budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, sehingga terlihatlah lingga-yoni dengan ciri khas Nusantara yang sangat berbeda dengan tempat asalnya di India sana.<br />
<br />Mempelajari lingga-yoni lebih dalam, menurut I Made Titib dalam buku Teologi dan Simbol-simbol dalam Agama Hindu (274: 2009) menyebutkan bahwa dalam ikonografi Hindu, lingga sebagai lambang api. Hal ini identik dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki seorang raja, sedangkan yoni merupakan lambang bumi. Kedua sifat itu saling bertolak belakang, namun bila keduanya bersatu akan melahirkan kekuatan atau energi. Penganut Agama Hindu percaya bahwa di dunia ini ada tiga macam cahaya, yaitu matahari, kilat, dan api. Ketiga unsur inilah yang kemudian dijadikan dasar pembuatan lingga. Lingga yang dibuat manusia (manusalingga) terbagi atas tiga bagian, yaitu Rudrabhaga (lingga bagian atas) berpenampang garis lengkung, Visnubhaga (lingga bagian tengah) mempunyai bentuk segi-8 (Octagonal), dan Brahmabhaga (lingga bagian bawah) mempunyai bentuk persegi.<br />
<br />Lingga seperti inilah yang sangat banyak ditemui di wilayah Kerajaan Mataram Hindu terutama di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian lingga yang sangat jelas tersebut juga menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan dimana letak manifestasi/perwujudan Tuhan/Siwa sebagai Brahma (Pencipta), Wisnu (Pemelihara), Rudra (Pralina) apabila lingga adalah simbol Tuhan dihubungkan dengan Rta hukum alam semesta yang tidak bisa lepas dari proses uttpati, sthiti, dan pralina.<br />
<br />Pada bagian depan yoni yang lengkap, di bawah cerat, leluhur kita (sang seniman) menggambarkan arca atau ukiran berwujud Kurma atau Badawangnala penopang cerat dan Naga Anantaboga di bawahnya. Kedua dewa tersebut pasti ada di setiap lingga-yoni yang ditempatkan di candi utama sebuah Candi Siwa. Hal ini membuktikan bahwa leluhur kita sangat cerdas dan arif dalam menggambarkan sebuah pengetahuan agama kemudian mentransfernya ke dalam simbol-simbol pada sebuah bangunan suci, memadukannya dengan budaya setempat yang sudah ada sebelumnya. Kura-kura -Badawangnala) dan Naga Ananta Boga juga terdapat di setiap Padmasana seperti halnya pada lingga-yoni sebuah Candi Siwa di zaman Mataram Kuno.<br />
<br />Dengan mengetahui candi dan bagian-bagian di dalamnya, semoga mulai mengikis keragu-raguan umat Hindu untuk memuja dan memuliakan Hyang Siwa dan para leluhur di setiap Candi Siwa yang dikunjungi.Tidak ada lagi alasan bahwa tidak memahami dan mengerti dengan dewata yang dipuja dan dimuliakan di Candi Siwa. Saatnya untuk memanfaatkan kembali untuk memuja dan memuliakan Hyang Siwa dan para leluhur sesuai dengan fungsi utama yang diharapkan oleh para leluhur ketika membuat Candi tersebut, sehingga vibrasi kesuciannya akan terjaga. Jika kesucian terjaga, Tuhan dan para leluhur pasti hadir untuk menganugerahkan perlindungan, pengayoman dan tuntunan kedamaian dan kesejahteraan kepada alam semesta dan mahluk hidup di dalamnya termasuk kita. Om Nama Siwaya<br /><br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-61973902809083368062019-04-15T16:27:00.000+08:002019-05-31T16:27:27.444+08:00Puja Astawa Selalu Puasa Saat NyepiAnda yang bergaya hidup modern, yang tidak pernah lepas dari gadget, pasti mengenal wajah Puja Astawa. Itu lho, cowok yang sering muncul dengan video-video lucu berdurasi pendek di saluran Youtube ataupun medsos-medsos lainnya. Yang paling menonjol adalah ucapan-ucapannya berlogat khas Buleleng itu. Ia menjadi tokoh sentral tiap kali tampil di video yang dibuatnya. Dengan kata lain, ia mengajak rekan-rekannya atau saudara-saudaranya menjadi pasangan mainnya secara bergantian. Kadang ayah-ibunya diajak, kadang juga anak-anaknya. Bahkan dengan orang lain sekalipun.<a name='more'></a><br />Meskipun obrolannya terkesan agak kasar, khas Buleleng, namun ia mengaku selalu atau rutin sembahyang setiap hari. “Sembahyang itu seperti meneteskan setitik air ke dalam gelas. Kalau setiap hari kita sembahyang, maka gelas itu akan penuh pada waktunya. Namun, jika kita baru ingat sembahyang setiap enam bulan sekali, maka tetesan yang lalu sudah menguap. Dan gelas tidak akan pernah penuh,” demikian tutur Puja kepada Raditya di Singaraja, di rumah orangtuanya, awal Maret 2019.<br />Puja Astawa memang berasal dari Banyuasri, Singaraja. Namun, setelah lulus sarjana ekonomi di Unipas Singaraja pada tahun 1999 ia merantau ke Denpasar dan akhirnya menetap di ibukota Provinsi Bali tersebut. Sebelum terkenal seperti sekarang ini, hidupnya diakui penuh penderitaan. “Sewaktu kecil hidup kami melarat. Bahkan sampai saya SMP, saya harus mencari dan mengangkut kayu bakar bersama adik saya untuk keperluan membuat jajan Bali,” ujarnya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibE8S5LZB6466AEUrSwz2Va_fbpF1G5vxlRnRuK1VuJMfDVildgL6mIFvhywGd9umW5FQngMoTIf0HnIP2Av2iIfXiQ-36yRQEdZjH9geWwFW0GB-oommo4VJ8hohEixDJ-0dQPxCDdgQM/s1600/PROFIL+PUJAASTAWA+261A.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1238" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibE8S5LZB6466AEUrSwz2Va_fbpF1G5vxlRnRuK1VuJMfDVildgL6mIFvhywGd9umW5FQngMoTIf0HnIP2Av2iIfXiQ-36yRQEdZjH9geWwFW0GB-oommo4VJ8hohEixDJ-0dQPxCDdgQM/s320/PROFIL+PUJAASTAWA+261A.tif" width="247" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />Oh ya, ibunda Puja memang berjualan jajan Bali di pasar Terminal Banyuasri saban sore. Rumah orangtunya memang terbilang dekat dengan Terminal Banyuasri. Usaha ibunya itu telah dilakoni sejak puluhan tahun lalu, sejak Puja masih kecil. Dan sampai sekarang masih bertahan.<br />Atas perubahan hidup dan nasib yang dijalani sekarang, ia menyatakan sangat bersyukur. Namun demikian, ia mengaku tidak pernah melupakan masa pahit ketika masih kecil. Agar dirinya selalu ingat dengan sejarah hidup dan tidak tergelincir menjadi orang sombong. “Saya bangga dengan pencapaian saya sekarang, tetapi saya tidak mau menjadi sombong. Untuk itu saya akan tetap mengingat masa-masa susah dulu,” kata lelaki kelahiran tahun 1974 itu.<br />Dulu, Puja adalah orang yang melarat. Rumah orangtuanya hanya berupa pondok sederhana di bibir sungai. “Rumah kami sewaktu saya masih SD, lahannya merupakan bagian langsung dari Tukad Banyumala. Kalau ada banjir, rumah kami hilang disapu banjir. Lalu kami mengungsi ke rumah teman,” kenangnya.<br />Menjelang genap 20 tahun tinggal di Denpasar, tepatnya pada tahun 2017, iseng-iseng ia membuat video. Setelah jadi lalu dikirim ke internet melalui Youtube. Ternyata sambutan masyarakat sangat antusias. Sehingga proses pembuatan video jadi lancar dan ketagihan. Apalagi berbagai instansi dan badan swasta tertarik memanfaatkan kegemaran masyarakat terhadap video-video Puja tersebut. Sehingga Puja cs sampai kerepotan memenuhi permintaan itu. Dengan kata lain, kini pembutan video yang berdurasi rata-rata 2 menit itu telah diakui berkembang menjadi industri kreatif yang menjanjikan. “Astungkara ada hasil. Tetapi tidak sebanyak yang diduga orang. Video-video yang saya buat tidak semuanya komersial, banyak juga untuk membantu usaha teman,” jelasnya.<br />Ketika bertemu Puja Astawa di Jalan Teratai V Singaraja, ia dan ayahnya sedang asyik shooting untuk memenuhi permintaan temannya yang memiliki toko di Denpasar. Temannya itu meminta agar dibuatkan video iklan secara persuasif, tidak terang-terangan membujuk tapi ada imbauan di dalamnya. Semacam iklan terselubung. Keduanya tampak tidak menggunakan baju alias bertelanjang dada. Beberapa adegan harus diulang beberapa kali. Hal itu terjadi karena Puja Astawa kadang terlepas hafalannya dari naskah yang telah disusunnya, atau giliran ayahnya yang mengalami demikian. Ya, berulang-ulang. Tidak sekali melakukan langsung jadi. Tidak.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnsL3tciS7g-QoPPszRz3uQvM2vmF566C0uby4wUT2lXrkNWoFSeHGRhyAtBYaHAN6_OvQYSQOm8BBCvj_yNha4wQOLN1Ss98Sr0yN3FfFMuHm3RZFPNalZyz0BmFB0v-aTRQznEB23vq6/s1600/PROFIL+PUJAASTAWA+261AA.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="912" data-original-width="1600" height="227" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnsL3tciS7g-QoPPszRz3uQvM2vmF566C0uby4wUT2lXrkNWoFSeHGRhyAtBYaHAN6_OvQYSQOm8BBCvj_yNha4wQOLN1Ss98Sr0yN3FfFMuHm3RZFPNalZyz0BmFB0v-aTRQznEB23vq6/s400/PROFIL+PUJAASTAWA+261AA.tif" width="400" /></a></div>
<br />Ternyata tidak hanya di Bali saja video-videonya dikenal orang. Tetapi tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Bahkan sampai ke luar negeri. Tentu saja, para penggemarnya itu kebanyakan adalah orang Bali perantauan. “Bahkan beberapa di antaranya ada yang tinggal di luar negeri dan mengundang saya untuk datang ke tempat mereka merantau. Mereka mengaku terhibur dengan video-video yang saya buat. Mereka mengatakan, serasa di rumah sendiri setelah menyaksikan viedo-viedo kami. Kerinduannya terhadap Bali jadi terobati,” ujar Puja yang memang kesehariannya suka ceplas-ceplos, sama persis dengan dialog yang ada di video-videonya, logat khas Buleleng-nya itu tidak bisa lepas.<br />Ketika ditanya, Puja Astawa sekarang merasa dirinya sebagai artis atau pengusaha? Atas pertanyaan itu ia menjawab, “Saya merasa sebagai pengusaha. Mungkin juga bisa dikatakan sebagai artis. Tetapi baru sedikit artis atau artis pemula,” katanya seperti bingung untuk memastikan posisinya.<br />Puja Astawa dikenal sebagai pemilik sejumlah counter Hp di Denpasar. Beberapa di antaranya sudah milik sendiri. Tetapi ada juga tempat-tempat usahanya yang masih menyewa.<br />Sebelum berhasil seperti sekarang ini, awal mula ke Denpasar ia harus hidup menderita. “Saat saya masih kos, belum punya rumah sendiri, saya masih memasak sendiri untuk hidup sehari-hari. Padahal di tempat kos kebanyakan cewek-cewek. Tapi syukurnya saya tidak malu saat itu,” imbuhnya.<br />Bertahun-tahun ia hidup di Denpasar dengan penuh keprihatinan. Kadang kalau ditelepon ayah atau ibunya, apakah ia sudah makan hari itu? Jawaban Puja kepada orangtuanya sering bohong. “Saya bilang baru habis makan enak di luar, makan sate kambing. Biar orangtua saya senang, dikira saya sudah sukses. Padahal yang saya makan adalah sayur kangkung dan tempe goreng buatan sendiri. Yang rasanya hanya sekadarnya. Saya hanya bermaksud membahagiakan orang tua. Agar mereka tidak memikirkan saya sebagai perantau yang tak sukses. Saya berusaha memberikan gambaran kepada orangtua seolah-olah saya sudah sukses,” ujar bapak dengan tiga orang anak tersebut.<br />Memang, nasib seseorang tidak bisa ditebak. Pada periode tertentu bisa saja melarat dan penuh penderitaan. Namun, seiring perjalanan waktu, perlahan tetapi pasti, ia menuai kesuksesan sedikit demi sedikit. Boleh juga dikatakan sebagai kesuksesan yang tak terduga. Tidak diduga ternyata videonya diterima baik oleh masyarakat. Dengan demikian, Puja Astawa kini sudah dapat dikatakan terkenal dan sukses.<br />Lantaran ingat terus dengan masa lalunya yang penuh penderitaan, Puja selalu bersyukur kepada Hyang Widhi. Itulah sebabnya ia tidak pernah lupa sembahyang sebelum tidur. Bahkan pada setiap Nyepi ia tidak pernah meninggalkan puasa. Dan Astungkara, katanya, istri dan anak-anaknya ikut puasa saat itu. “Tapi mereka tidak saya paksakan. Kalau tidak kuat puasa seharian, ya setengah hari bolehlah. Pokoknya semampunya. Awalnya hanya saya yang puasa. Tetapi mereka berproses sampai akhirnya mengikuti jejak saya,” jelasnya.<br />Puja mengaku heran dengan teman-temannya. Sebab, teman-temannya kebanyakan justru membuat masakan enak-enak dalam jumlah berlebih sebelum pelaksanaan hari Nyepi. “Kita hanya diminta puasa sehari dalam setahun, masak nggak bisa. Sekali lagi hanya 1 hari di antara rentang waktu 365 hari,” katanya dengan nada serius.<br />Ke depan, jelasnya lebih lanjut, ia berencana membuat film layar lebar yang bertemakan sosial-kemasyarakatan. “Mohon doa restunya. Semoga berjalan sesuai rencana. Temanya tentang perkawinan masyarakat Bali,” jelasnya. <br />Kapan kira-kira selesai dan direlease? Puja mengatakan, jika semua rencana berjalan mulus, Astungkara sebelum akhir tahun ini. (mm)Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-89152083159787125442019-04-15T16:22:00.000+08:002019-05-31T16:22:49.986+08:00Totalitas Seorang PenyembahKehidupan itu sesungguhnya penuh misteri. Karena itu, wajar kalau definisi dan prisip-prinsip hidup satu sama lain tidak sama. Ada yang beranggapan, hidup ini hanya sekali. Karena itu mereka yang menganut anggapan tersebut sering kali memuaskan segala keinginannya, tiada rambu, tiada batas. Kalau tidak sekarang, kapan lagi. Itu antara lain prinsip hidup yang dipegang oleh orang-orang mengklaim bahwa hidup di dunia ini hanya sekali.<br />
<a name='more'></a><br />Namun, bagi seorang Komang Ratna tidaklah demikian. Baginya, hidup adalah proses penyempurnaan diri dari waktu ke waktu. Proses penyempurnaan diri itu bisa terjadi kalau kita terhubung dengan Tuhan YME. “Hidup ini harus dianggap sebagai keadaan sakit. Karena itu kita harus mendatangi rumah sakit untuk mendapatkan kesembuhan,” katanya memberi perbandingan.<br />Siapakah Komang Ratna? Dia adalah salah satu perempuan beruntung. Secara fisik, ia lahir sebagai perempuan yang relatif cantik. Usaha bersama suaminya dapat dikatakan banyak dan meraih kesuksesan. Antara lain mendirikan bank, eksportir hasil bumi, hotel, toko, salon kecantikan, dan lain-lain. Bepergian ke luar negeri sering ia lakukan dan bukan hal yang istimewa baginya. Pendek kata, ia termasuk orang terpandang di lingkungan masyarakat sekitarnya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfw0OwwKvIQiDtmg2b4JrGRiHEb3Z0MwB_-_qOyaSqmIjcxhJttriDhyphenhypheneBNCiuPNd02HTLjYLI5oPm9XgfBBBP80H9KKHjNXVFW_SiW3Gq6LK3KDvWLw_NZZM_Rl20KfYuwGdF3SaqZjVv/s1600/ber+ratna++%25283%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1109" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhfw0OwwKvIQiDtmg2b4JrGRiHEb3Z0MwB_-_qOyaSqmIjcxhJttriDhyphenhypheneBNCiuPNd02HTLjYLI5oPm9XgfBBBP80H9KKHjNXVFW_SiW3Gq6LK3KDvWLw_NZZM_Rl20KfYuwGdF3SaqZjVv/s320/ber+ratna++%25283%2529.tif" width="221" /></a></div>
<br />Di manakah ia tinggal? Komang Ratna tinggal di Singaraja. Jika ia mau mengikuti gaya hidup sesuai dengan kelasnya, sesungguhnya setiap hari ia bisa pergi dari satu ke mall ke mall lainnya. “Oh tidak, saya bahkan selama tiga tahun ini tidak pergi ke mall. Itu tidak menarik bagi saya,” ujarnya saat ditemui di rumahnya pada akhir Maret 2019 lalu.<br />
<br />Demikianlah, ia seperti “menyimpang” dari kelas kehidupannya. Ia malah memilih jalan yang tak lazim, bahkan bagi orang kebanyakan sekalipun. Ia begitu tekun menempa dan mengembleng diri untuk menapaki jalan tak lazim itu. Pagi-pagi, sekitar pukul 03.00, saat orang lain sedang tertidur lelap, ia sudah bangun.<br />
<br />Untuk apa pada jam segitu sudah bangun? Ia mempersiapkan diri untuk kirtan dan berjapa. Kirtan dan japa? Dua istilah tersebut memang belum dimengerti oleh banyak orang, meskipun kini istilah itu sudah semakin dipopulerkan oleh kelompok tertentu. Kirtan adalah sejenis bernyanyi dengan menyebut nama-nama suci Tuhan. Sementara berjapa adalah kegiatan melafalkan mantram sampai sekian putaran sesuai tuntunan guru spiritual.<br />
<br />Kalau demikian, pastinya Komang Ratna bergabung pada kelompok spiritual tertentu ya? Ya, sejak 4 tahun lalu ia bergabung ke sampradaya Kesadaran Krishna. “Di Kesadaran Krishna saya menemukan semua jawaban atas segala teka-teki dan pertanyaan yang muncul pada diri saya sejak jauh hari sebelum saya menikah,” jelasnya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHYwSr_UrxdB637JWGiZ9GuVL2MPF6UCb90SL3TdICjda8RMOudm4LlaPxwTyKNUL1384DQHXBynWH464X8bHBfTTt1BR4u3Bgygoo-xVy7XpIxI6l2PWF_qAQusN8oWeGL8caMr15mP-7/s1600/ber+ratna++%25283%2529.tif" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1109" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHYwSr_UrxdB637JWGiZ9GuVL2MPF6UCb90SL3TdICjda8RMOudm4LlaPxwTyKNUL1384DQHXBynWH464X8bHBfTTt1BR4u3Bgygoo-xVy7XpIxI6l2PWF_qAQusN8oWeGL8caMr15mP-7/s320/ber+ratna++%25283%2529.tif" width="221" /></a></div>
<br />Jika ia merasa beruntung hidupnya, itu lantaran dipertemukan dengan Kesadaran Krishna. Padahal dulu, saat masih kuliah di Jawa, ia hampir saja menjadi mualaf (orang yang baru masuk Islam). Ia kini menyadari, ada semacam tangan yang tak tampak yang menariknya ke jalan spiritual yang lebih sempurna.<br />
<br />Kelompok Kesadaran Krishna dipandangnya sebagai bengkel atau rumah sakit untuk menyembuhkan berbagai “penyakit” akibat karma masa lalu. Apa sang suami tidak keberatan dengan pilihan hidup yang dibuat Ratna? Lebih-lebih usianya masih relatif muda, kita-kira baru 40 tahun. Ia memang tidak bersedia memberitahukan tahun kelahirannya. Atas pertanyaan itu, ia menjawab, “Tidak. Suami saya tidak mempermasalahkan. Dia (sang suami) mendukung. Bahkan dia memuji saya. Katanya, besarkanlah anak-anak kami agar bisa memiliki karakter seperti saya,” tuturnya lebih lanjut.<br />
<br />Bukti dukungan suami memang bisa dilihat orang lain. Misalnya, pasangan suami-istri tersebut menyumbangkan vila miliknya yang berdiri di atas tanah 65 are di Desa Sambangan, 5 km dari Singaraja, untuk kelompok spiritual tersebut. Vila itu kini berubah menjadi temple dan sekaligus sekretariat yayasan yang bergerak di bidang spiritual. Tiap kali ada kegiatan di tempat itu, karena mengundang banyak orang, pasti membutuhkan biaya, minimal untuk konsumsi. Itu pun ditanggulangi oleh Komang Ratna.<br />
<br />“Manakala saya memberikan sumbangan, saya tidak ingin ditonjolkan ataupun untuk sekadar mencari ketenaran. Tidak sama sekali,” tegasnya.<br />
<br />Walau demikian, sering kali beberapa penyembah menarik-narik tangannya dalam suatu acara, manakala Komang Ratna duduk di deretan belakang. Padahal dirinya menyadari sepenuhnya bahwa ia sebagai penyembah pemula, masih yunior. Masih banyak yang jauh lebih senior dibanding dirinya. Seharusnya, mereka itulah yang mendapatkan tempat duduk di barisan depan. Bukan untuk dirinya.<br />Komang Ratna rupanya total sepenuhnya menekuni jalan spiritual melalui sampradaya Kesadaran Krishna. Ia tidak mau mendengar komentar yang bukan-bukan tentang dirinya. “Asal mereka tahu bahwa saya ini masih jauh dari sempurna. Saya juga bukan orang suci hanya karena saya memilih jalan seperti ini. Tidak. Bahkan saya memiliki ketakutan yang cukup besar. Kalau sekarang sih masih baik-baik semuanya. Tapi siapa tahu dengan sisa hidup yang mungkin masih panjang saya alami, apa yang terjadi? Mudah-mudahan sih saya tidak tergelincir,” katanya memberi penjelasan perihal ketakutan tersebut.<br />
<br />Mudah-mudahan Ratna tetap berjalan di jalan lurus. Semoga pula kekhawatiran mengenai kemungkinan terjadi “godaan setan” dalam sisa hidupnya tidak pernah terjadi. Astungkara. Hare Krishna. (mm)<br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-52166594812670707382019-04-15T16:14:00.000+08:002019-05-31T16:14:42.307+08:00Tuhan dan Pemujaan dalam Hindu Made Dharsana Polak<br />
<br />
Tulisan ini sebenarnya hanya berawal dari hasil perenungan pribadi, karena sering saya jumpai orang yang salah-paham dan menganggap umat Hindu “menyembah berhala (arca atau gambar)” dan menyembah “banyak Tuhan.” Adakalanya, bahkan sering ditemui dalam pendidikan formal di sekolah-sekolah di Indonesia sengaja ditanamkan pengertian yang keliru tersebut untuk menjelaskan Hindu.<br />
<a name='more'></a> <br /> Selama percakapan tentang agama Hindu, seorang teman saya yang baik baru-baru ini mengatakan kepada saya: “Saya mengalami konflik batiniah dengan kualitas Tuhan dengan bentuk dan tanpa bentuk. Saya tidak dapat menerima keberadaan Tuhan dengan berbagai bentuk, dan tindakan membungkuk atau menyembah menghasilkan sejumlah besar perlawanan dalam diri saya. Saya sering melihatnya sebagai tindakan penyerahan kepada otoritas. Saya tidak mengerti mengapa kita harus bersujud di depan sebuah gambar atau bahkan orang suci dan tidak hanya merasakan Tuhan secara mutlak.” <br />Saya pikir banyak dari kita sebagaimana pula orang Barat berpikir dengan cara yang sama ketika berhubungan dengan agama Hindu. Untuk dapat memahami kita harus bergerak maju ke inti dari maknanya. <br /> Ketika saya masih sebagai seorang anak yang mempelajari buku Weda, saya ingat belajar bahwa Hinduisme adalah non-dualisme. Sebelum berhubungan dengan budaya Hindu, saya tidak pernah mengenal mentalitas yang lebih luas yang menerima dan memahami semua keyakinan dan agama. Mentalitas terbuka ini, yang mampu melihat aspek-aspek umum dan bukan perbedaannya, adalah salah satu pokok utama Hinduisme. Mereka melihat semua agama sebagai jalan yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama: Tuhan. <br /> Agama Hindu sebenarnya adalah Sanatana Dharma, Kebenaran Abadi. Sanatana Dharma adalah sebenarnya filsafat, konsep dan cara hidup yang dapat dipraktikkan oleh semua orang karena sifatnya yang sangat universal, tidak peduli apa agama mereka. Seiring waktu, orang mulai mengidentifikasikan sebagai agama, maka Hindu pun dikategorikan ke dalam agama. <br />Di Sanatana Dharma, banyak dewa disembah, tetapi apakah benar-benar ada lebih dari satu Tuhan? Dari Kata-kata “Om Tat Sat Ekam Eva Advityam” yang artinya “Tidak ada Sesuatu yang Sejati selain Sat (Brahman)”, Eksitensi Mutlak, Brahman Abadi, Yang Tak Bergerak, Yang Tanpa Bagian, Yang Tak Berubah, Yang Tanpa Perbedaan, Yang Hanya Satu tanpa Dua. Sifat beraneka-warna dunia adalah hasil maya, hasil persepsi (pengamatan) panca indera. Sat atau Eksistensi Absolut adalah hanya satu tanpa Kedua: Ekam Eva! Eksistensi itu ialah Brahman tanpa bagian, tanpa sifat-sifat majemuk, tanpa ciri-ciri tersendiri. Semua ciri-ciri dan sifat-sifat yang dikenal manusia adalah relatif, tetapi Brahman adalah Mutlak, jadi Nirgunam, Nirvicesham. <br />Ajaran yang hanya ada satu wujud tertinggi yang memanifestasikan sebagai segala sesuatu di alam semesta. Dengan kata lain tidak ada apa pun di alam semesta selain dari Makhluk Agung ini. Kesadaran ilahi ini meliputi segala sesuatu dan berada di luar semua nama dan bentuk, tetapi pada saat yang sama dapat terwujud dalam berbagai bentuk dan keadaan, seperti air dapat menjadi padat, cair atau gas dan angin dapat menjadi angin lembut, angin kencang atau badai. Namun, pada intinya, itu akan menjadi air yang sama, angin yang sama. <br /> Ini adalah satu dan Tuhan yang sama yang dipuja umat Hindu dalam berbagai bentuk dan keadaan, seperti Siwa, Wisnu, Ganesha, Brahma, Durga, Saraswati, dan Kali. Ada banyak manifestasi dari satu Tuhan. Berbagai bentuk Tuhan termasuk dalam ibadah karena perbedaan budaya individu, sehingga mereka dapat memilih bentuknya. <br /> Apakah itu Siwa, Wisnu atau Brahma, kita harus menyadari kesatuan di belakang mereka? Semua bentuk yang berbeda adalah manifestasi yang berbeda dari satu Tuhan. Orang Hindu sebenarnya tidak memuja gambar atau arca itu sendiri. Mereka menyembah Kekuatan Tertinggi yang meliputi setiap simbol. <br />Citra ilahi bermanfaat karena merupakan pengingat akan Tuhan. Citra bukan hanya objek, tetapi perwujudan Kesadaran Agung dan penyembah memuja Tuhan dalam gambar itu. Sang penyembah juga memuja sifat ilahi yang ada di dalam dirinya. Dengan cara yang sama, orang suci dan mahatma, ilahi adalah perwujudan Tuhan dan disembah dan dihormati sebagai sinar Tuhan untuk membantu umat manusia, dengan kehadiran dan ajaran mereka. <br />Kesadaran Agung yang meliputi semua dapat menjadi konsep abstrak bagi banyak orang dan dapat lebih mudah bagi mereka untuk menyembah Tuhan dengan bantuan simbol atau gambar dan untuk membangun hubungan yang lebih cepat dengan Tuhan melalui gambar atau arca. Pemujaan gambar atau arca, juga dapat membantu dalam memelihara pengabdian, memurnikan pikiran dan membuatnya lebih fokus dan runcing. Tujuan dari pemujaan gambar adalah untuk membawa pikiran kembali dan membangun Kesadaran ilahi, yang sudah ada dalam diri kita. <br />Di sisi lain, praktik penyembahan gambar atau arca sebagai simbol dapat ditemukan tidak hanya dalam agama Hindu, tetapi juga dalam kebanyakan agama, masing-masing memilih gambar atau simbol dan cara ibadah yang berbeda. <br />Lilin cahaya katolik, membakar dupa dan menggunakan air yang diberkati. Imam itu menguduskan roti sebagai simbol tubuh Kristus dan anggur yang melambangkan darahnya, yang diberikan untuk penebusan dunia. Mereka percaya pada Salib sebagai simbol pengorbanan dan tidak mementingkan diri, berlutut dan berdoa di depan bentuk Kristus, dan Perawan Maria. <br />Umat Buddha membungkuk di depan Buddha, melambangkan sifat ilahi batin dari dalam setiap manusia. Mereka juga memiliki banyak dewa dan manifestasi kualitas ilahi. <br /> Dalam agama Islam, orang bersujud dan berdoa ke arah Mekah. Mereka merenungkan kualitas Tuhan dan keberadaanNYA di kiblat Kabaa sebagai ‘rumah suci Allah’, berharap mereka berdoa untuk membantu membangkitkan kualitas-kualitas baik yang ada di dalamnya. Orang-orang Yahudi menyembah Taurat, dan sering mencium selimut beludru yang menutupi buku suci mereka. <br />Semua bentuk ibadah yang berbeda mengarah pada pengembangan kualitas ilahi di dalam kita. Leluhur kami mendirikan candi penyembahan arca dan praktik lainnya sebagai bagian dari Sanatana Dharma untuk memurnikan pikiran kita dan membuat pikiran kita satu arah. <br /> Jika kita ingin melihat wajah kita di depan cermin, kita dapat membersihkan permukaan, agar kita dapat melihat dengan jelas. Dengan cara yang sama, jika kita ingin melihat Tuhan, kita dapat menghilangkan ketidakmurnian yang ada dalam pikiran kita. Salah satu cara untuk memurnikan pikiran kita menurut Sanatana Dharma adalah melalui pemujaan gambar atau arca. <br /> Tujuan dari Sanatana Dharma adalah pencarian Tuhan di dalam diri Anda — bukan di suatu tempat di luar sana. Ketika kita benar-benar mengalami Tuhan di dalam, kita kemudian dapat memperluas kesadaran kita dan merasakan kehadiran Tuhan di mana-mana, di seluruh ciptaan. Kami menyadari bahwa Tuhan ada di mana-mana, meliputi segalanya. <br /> Membawa pikiran ke dalam, menyingkirkan dualitas dan konsep “Aku” dan “milikku”, membebaskan diri kita dari konsepsi dan keterikatan yang salah, mengembangkan pikiran yang runcing dan terkonsentrasi, yang dimurnikan oleh sadhana, ibadah dan pengabdian sejati, kita dapat membangunkan kita. Kesadaran ilahi yang ada di dalam diri kita, tujuan akhir dalam hidup. <br />Semoga kita semua dapat menemukan satu Tuhan yang berada di semua. <br /><br />Penyembahan dalam Agama Hindu <br />Dalam Hinduisme Tuhan memiliki dua bentuk atau mode: Saguna Sakara (dengan bentuk dan karakteristik) dan Nirguna Nirakara (tanpa bentuk dan karakteristik): <br />dve vāva brahmaṇo rūpe, mūrtaṃ caivāmūrtaṃ ca [Brh. keatas - 2.3.1] -Sanghyang Widhi Wasa (Brahman) memiliki dua mode, tanpa bentuk (nirakara) dan bentuk (sakara). <br /> Jadi meskipun kita melihat Tuhan disembah dalam berbagai bentuk, semuanya tidak memiliki bentuk juga. Sama seperti jiwa kita tanpa bentuk, tetapi secara eksternal tubuh kita memiliki bentuk, Tuhan juga, baik dengan dan tanpa bentuk. Hanya untuk pemahaman dan konsentrasi kita yang akan lebih mudah yang kita pikirkan tentang Dia dalam berbagai bentuk. Jadi Bhagavatam juga mengatakan demikian: <br /> iti mūrty-abhidhānena mantra-mūrtim amūrtikam yajate yajña-puruṣaṁ sa samyag-darśanaḥ pumān [SB - 1.5.38] <br /> Artinya: dengan demikian Ia adalah bayangan aktual yang memuja, dalam bentuk representasi suara transendental, Personalitas Tertinggi Tuhan Yang Maha Esa, Wisnu, yang tidak memiliki bentuk material. <br />Jadi bahkan Dewa Wisnu, yang kita anggap sebagai bentuk dewa dengan empat tangan, juga disembah tanpa bentuk. Bentuk empat tangannya hanya memiliki makna simbolis. <br />Sekarang masalahnya adalah, ketika Tuhan dipertimbangkan dalam bentuk tanpa bentuk dan tanpa atribut, tetap tidak ada yang membedakannya dengan Siwa, Brahma atau Wisnu. Hanya ketika kita melihat beberapa bentuk atau karakteristik yang kita kenali sebagai Tuhan dalam fungsi tertentuNYA. Jadi Brahman tanpa bentuk dapat disebut dengan nama apa pun. <br />Tetapi yang paling sering nama Siwa digunakan untuk menunjukkan Brahman tanpa-sifat tanpa bentuk: <br />śivaiko brahmarupatvānniṣkalaḥ parikīrtitaḥ [Shv. Pu. - 1.5.10] - Siwa sendiri, menjadi Brahman, dikenal sebagai tidak berbentuk dan sifat. <br /> Setiap bentuk dewa yang disembah (bukan dewa) juga tidak memiliki bentuk, tetapi cara Tuhan yang tidak memiliki gambaran khusus, wujud atau citra adalah nirakara Brahman. Tetapi bahkan kemudian karena kita, sebagai manusia, memiliki bentuk, beberapa penyembah nirakara Brahman mencoba mewakili Brahman tanpa bentuk dengan api yang juga tidak memiliki bentuk tertentu. <br />Penyembahan arca (murthi puja) atau penyembahan gambar dalam agama Hindu mengacu pada penyembahan nama dan bentuk (murti) Tuhan, keilahian atau orang yang dihormati seperti seorang guru atau orang suci. Praktik ini unik untuk agama Hindu. Penyembahan Image juga dipraktekkan dalam Buddhisme dan Jainisme. Buddha memuja Buddha, Tetapi penyembahan simbol gambar Tuhan hanya ditemukan dalam agama Hindu. Menurut Hinduisme, seluruh ciptaan adalah bentuk Tuhan. Setiap aspek dan bentuk di dalamnya mencerminkan kemuliaan-Nya karena Tuhan berada dimana-mana. Seluruh ciptaan adalah sakral karena diliputi dengan kehadiran Tuhan. Oleh karena itu, setiap aspeknya patut disembah. Ketika Anda berkata, “Tuhan adalah ini atau itu,” maka Anda membatasi diri. Ketika Anda berkata, “Tuhan harus disembah hanya dengan cara ini atau itu,” Anda sekali lagi mendefinisikan dan membatasi metode ibadah Anda. <br />Dalam Veda disebutkan bahwa hanya ada satu Tuhan yang gambarnya tidak dapat dibuat. Lalu mengapa menyembah tiga dewa Siwa, Wisnu dan Brahma? Nah kembali ke pertanyaan, Veda mengajarkan tentang satu energi atau kebenaran tertinggi, Tuhan. Yang disebutkan dalam Yajurveda terutama. Ini disebutkan dengan nama Brahman. Itu bukan dewa, ini adalah bentuk energi, kebenaran tertinggi, Tuhan. Satu-satunya cara untuk menyembahnya adalah meditasi, karena tidak memiliki kepribadian seperti manusia. Kebenaran yang tertinggi Maha Kuasa dalam semua manifestasi di alam semesta, tidak memiliki kepribadian manusia. Dalam membaca Nirguna Brahman dan Saguna Brahman. Sangat penting untuk memahami sifat Brahman. <br />Keberadaan Hanya Satu Tuhan terdapat dalam Weda, sebagai berikut: <br />Na dvitityo Na triyaschthurtho naapyuchyate| N a panchamo Na shshtah sapthmo naapyuchyate| Nashtamo Na navamo dashamo naapyuchyate| Yagna yetham devamekavritham veda|| <br />Sa sarvassai vi pashyathi yachha praanathi yachhana| Tamidam nigatam sah sa yesha yeka yekavrideka yeva| Ya yetham devamekavritham veda|| <br />Atharva Veda 13.4[2]19-20 <br />Tidak ada Tuhan yang kedua, atau yang ketiga, atau bahkan yang keempat tidak dibicarakan. Tidak ada Tuhan kelima atau keenam atau bahkan yang ketujuh disebutkan. Tidak ada Tuhan yang kedelapan, atau yang kesembilan. Tidak ada yang mampu menggambarkan tentangNYA bahkan sepersepuluhnya. Kekuatan unik ini sendiri, Tuhan itu hanya satu, satu-satunya mahahadir. Hanya satu dan satu-satunya. <br /> Penolakan yang lebih kategoris, efektif, tegas dan mengesankan dari Satu Tuhan tapi berada dimana-mana tidak dapat dibayangkan. Veda menolak keragaman Dewa dalam istilah yang paling jelas dan berbicara tentang Satu Tuhan, yang Mahakuasa, Mahakuasa dan Mahatahu dan mutlak dan sama sekali tidak berbentuk, yang selalu tidak terwujud dan yang tidak pernah mengambil bentuk manusia atau tidak pernah turun di bumi dalam bentuk apa pun- manusia atau sebaliknya. Rig-Veda mengatakan “Vishwarkya vimana advihaya” yang berarti siapa dia tidak terjerat oleh pikiran, Tuhan di mana-mana adalah Sang Pencipta. Dia adalah penopang dan pelindung juga. <br />Indram Mitram varunamagnimaahuratho divyah sa suparno garuthmaan | Yekham sadvipra bahudha vadantyagnim yamam maatarishwanamaahuh || Rgveda 1.64.46 <br />Tuhan yang sejati adalah satu, yang tercerahkan, berbicara tentang Dia dalam beberapa cara, Tuhan itu ilahi, pelindung tertinggi dan teranggun, jiwa Universal. Mereka menyebutNYA dengan Brahma, Wisnu, Siwa, Indra, Yang Mahakuasa, universal [mitra]. Varuna (Baruna), mereka menggambarkan Dia sebagai [agnim] panduan tertinggi Alam Semesta, pengendali Alam Semesta, dan {matarishvanam] kehidupan pada semua kehidupan. <br />Jadi dengan kata lain, Brahma, Wisnu, Siwa, Durga, Indra, Agni, Mahakali, dan lain-lain adalah Sebutan yang berbeda untuk satu dan Tuhan yang sama (meskipun tidak secara eksklusif, karena kata-kata yang sama menandakan entitas lain juga dalam kontes yang berbeda). Semua keraguan tentang kebenaran pernyataan tegas bahwa Veda hanya mendukung Satu Tuhan. <br />Yo na pitah janitha vidhata dhamani veda bhuvanani vishwa | Yo devaanam namadha yeka yeva tam samprashnam bhuvanam yantyanya.<br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-78807508327533145792019-04-15T16:11:00.000+08:002019-05-31T16:12:12.998+08:00Intisari dan Prinsip-Prinsip Utama dalam BhagavataAA Gede Raka <br />
<br />
Selalu ada hubungan pribadi yang akrab dan mendalam antara Tuhan dan bakta-Nya. Melalui mukjizat suciNya, Tuhan membuat baktaNya menyadari dan mengalami bahwa Beliau ada di mana-mana, mahatahu, dan mahakuasa. Tuhan dan bakta itu saling tergantung dan yang satu tidak bermakna tanpa yang lain. Karena itu, selain memuji-muji kemuliaan Tuhan, Bhagavata juga membicarakan bakti, semangat kepasrahan, sifat jalan spiritual, dan juga ketidakterikatan para bakta.<br />
<a name='more'></a><br />Bhagavata mengungkapkan doktrin bakti yang harus menjiwai perbuatan yang dilakukan, sehingga membawa manusia menuju kebijaksanaan. Tidak ada perantara yang bisa berada di antara Tuhan dan bakta. Mereka saling berhubungan secara langsung. Baktilah yang membuat Tuhan menganugerahkan karuniaNya. Juga bisa dikatakan bahwa kebudayaan Hindu mempunyai tiga komponen ini: bhakta, Bhagawaan,dan Baagavataam. Tuhan adalah satu-satunya perlindungan bakta. Tuhan adalah hartanya, hidupnya, dan segala sesuatu baginya.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPtpkOFaFDu2QS_-AoTLW3aGGXhrIPLiiLv2sDHmbbdEQT5OEUWCtIiGpkmqNpFHRv0uKRFxXe5nYNo_FNv8P7ta6B-2PkyV1kp9t5I7_4c-1zABl6mrGj1Ehnwhmsd3TYl5NziwQFjEOf/s1600/agung+raka+%2528artikel%2529.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1537" data-original-width="1294" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPtpkOFaFDu2QS_-AoTLW3aGGXhrIPLiiLv2sDHmbbdEQT5OEUWCtIiGpkmqNpFHRv0uKRFxXe5nYNo_FNv8P7ta6B-2PkyV1kp9t5I7_4c-1zABl6mrGj1Ehnwhmsd3TYl5NziwQFjEOf/s320/agung+raka+%2528artikel%2529.jpg" width="269" /></a></div>
<br />Bocah Dhruwa ingin duduk di pangkuan ayahnya. Tetapi, ibu tirinya tidak mengizinkan ia melakukan hal itu. Ia pulang ke rumah dengan sedih dan setelah memberi tahu ibunya, ia memutuskan akan pergi ke hutan untuk melakukan tirakat yang keras. Dhruwa bertapa di rimba raya tanpa mengindahkan panas terik, hawa dingin, dan hujan. Tuhan merasa senang kepadanya dan menampakkan diri di hadapannya sambil berkata bahwa Beliau akan menganugerahkan apa saja yang dikehendakinya. Pada waktu itu Dhruwa berkata, “Swami! Saya menghendaki Swami!” Tuhan menjawab, “Dhruwa! Engkau menghendaki suatu hal dan untuk itu engkau telah melakukan tirakat ini. Sekarang engkau meminta hal lain.<br />
<br />Awalnya engkau ingin diberi anugerah, agar engkau berhak duduk di pangkuan ayahmu. Tetapi, sekarang engkau mengatakan bahwa engkau menghendaki anugerah lain dariKu. Bukankah engkau sudah mendengar bahwa pikiran, perkataan, dan perbuatan seseorang harus satu dan sama: manasyeekam, vacasyeekam, karmanyeekam, mahaatmanaam. Artinya, ‘Mereka yang pikiran, perkataan, dan perbuatannya selaras sepenuhnya adalah orang-orang yang mulia’. Orang yang berbudi luhur harus menjaga agar pikiran, perkataan, dan perbuatannya selaras. Pertama, dapatkan pemenuhan untuk keinginanmu. Perintah kerajaanmu selama beberapa waktu dan laksanakan berbagai tugasmu dalam tahun-tahun mendatang. Akhirnya, Kuberkati engkau sehingga setiap orang akan mengenangmu setelah engkau meninggal dunia. Engkau merupakan satu-satunya bintang berkilauan yang menetap selamanya di tempatnya di angkasa.” Inilah yang dimaksud dengan studi yang baik bagi umat manusia adalah mempelajari manusia.<br />
<br />Walaupun Prahlada dilemparkan dari puncak gunung ke dalam kobaran api atau dipaksa minum racun yang mematikan atau diijak oleh gajah yang sangat besar atau diteggelamkan dalam lautan yang bergelora, sesaat pun ia tidak pernah berhenti melantumkan nama Tuhan. Ia terus menyanyikan kemuliaan Tuhan dengan tiada putusnya. Ia tidak mengindahkan ajaran-ajaran gurunya, Chanda dan Amarka. Ia bahkan bertindak selangkah lebih jauh dengan berkata kepada ayahnya, “Ayah dapat menklukkan seluruh dunia, Ayah dapat mengendalikan gerakan berbagai planet dan bintang, matahari, bulan, dan semua lainnya. Ayah dapat mengendalikan kelima unsur alam, tetapi ayah tidak dapat menaklukkan musuh-musuh batin Ayah!” Ketika Hiranyakashipu, ayahnya, bertanya kepadanya, “Di manakah Tuhan?” Ia berkata, “Jangan meragukan keberadaanNya dalam alam semesta ini kapan saja, di mana saja! Tuhan ada di mana-mana!”<br />
<br />Hiranyakashipu bertanya dengan marahnya, “Prahlada! Apakah Tuhanmu ada di dalam tiang ini?” Prahlada menjawab, ” Ya!” Ketika Hiranyakashipu mematahkan tiang itu, sebagaimana kita ketahui, Tuhan dalam wujud Awatara Narasimha melompat keluar dari situ.<br />
<br />Di sini kita harus mengetahui makna yang terkandung dalam peristiwa penting ini. Tiang melambangkan upadhi ‘pakaian’ atau badan. Mematahkan tiang berarti membuang kelekatan pada badan. Selama kita masih memiliki kelekatan pada badan, kita akan penuh dengan rasa keakuan, iri hati, dan sebagainya, yang akan membutakan, sehingga kita tidak dapat melihat atau lupa bahwa Tuhan ada di mana-mana. Prahlada memiliki kasih tanpa syarat dan kepasrahan mutlak kepada Tuhan.<br />
<br />Gajendra, raja gajah, diterkam oleh seekor buaya dan ia tidak dapat keluar dari sungai. Gajendra berjuang dan mengerahkan segenap tenaganya untuk melepaskan diri dari gigitan buaya itu, tetapi tanpa hasil. Akhirnya ia kehabisan segenap kekuatan serta tenaganya untuk melanjutkan perjuangan itu. Ia berteriak memohon dengan segenap hatinya kepada Govinda, penyelamatnya, “Oh Tuhan! Hanya Engkaulah perlindunganku, penolongku. Aku tidak mengetahui lainnya. Aku tidak dapat melepaskan diri. Hanya Engkaulah yang dapat menyelamatkan daku dari keadaan yang berbahaya ini. Siapa lagi yang bisa datang saat ini untuk menyelamatkan daku? Oh Tuhan! Selamatkan aku, selamatkan aku, selamatkan aku!” Pada saat itulah ia diselamatkan dari gigitan buaya.<br />Kita harus mengetahui makna yang terkandung dalam seluruh peristiwa ini. Sungai itu adalah hidup kita. Buaya melambangkan berbagai keinginan dan kegemaran mengumbar kesenangan indra. Gajendra adalah jiwa atau individu. Pada mulanya dengan belalainya ia berpegang kuat pada sebatang pohon dan berdoa. Tuhan tidak memberi tanggapan. Hanya setelah ia melepaskan pegangannya, mengangkat belalainya ke atas, dan berdoa kepada Tuhan dengan sepenuh hati mohon agar diselamatkan, maka Tuhan menyelamatkannya. Kita harus menganggap kisah ini sebagai salah satu contoh bakti dan kepasrahan mutlak kepada Tuhan.<br />
<br />Tuhan, Sri Mahawishnu, mengirim senjata cakraNya yang disebut Sudarshana, menghabisi buaya itu, dan menyelamatkan Gajendra. Su berarti ‘baik’ dan darshana berarti ‘pandangan yang penuh karunia (welas asih)’. Jadi, karunia-yalah yang menyelamatkan kita, bukan kekuatan, kekuasaan, harta dan sebagainya. Tuhan hanya akan menanggapi bila kita pasrah diri sepenuhnya kepadaNya.<br />Demikian pula keadaan Draupadi ketika ia dilecehkan dan akan ditelanjangi di depan sidang istana yang terbuka. Ia memegang sarinya erat-erat dengan satu tangan dan berdoa kepada Tuhan, berusaha menyelamatkan serta melindungi kehormatannya. Tuhan tidak bereaksi. Hanya belakangan ketika ia menangkupkan kedua tangannya dalam sikap hormat (namaskaara), maka Sri Krishna menyelamatkannya. Ini berarti kesepuluh jari di kedua tangannya ditangkupkan ketika ia berdoa kepada Krishna. Kelima indra persepsi (jnaanendriya) dan kelima organ kegiatan (karmeendriya) yang dilambangkan dengan kelima jari di setiap tangan, harus diserahkan kepada Tuhan dengan menangkupkan kedua tangan pada waktu kita berdoa kepada-Nya.<br />
<br />Tuhan tidak pernah suka dinomorduakan. Beliau tidak pernah menerima bakti separuh waktu. Seorang bakta harus memikirkan Tuhan dan menyanyikan kemuliaanNya di mana-mana, sepenjang waktu, dan bukan hanya ketika ia sedang berada dalam keadaan bahaya dan kesulitan. Seorang anak tidak akan pernah meninggalkan ibunya sendirian walaupun sang ibu memukulnya. Jika dipukul, ia bahkan memeluk ibunya lebih erat.<br />
<br />Demikian pula, perlu sekali kita berpegang teguh kepada Tuhan dan iman harus lebih besar bila kita menghadapi berbagai kesulitan. Kesengsaraan manusia adalah kedekatan dengan Tuhan. Malapetaka manusia adalah kesempatan bagi Tuhan. Kita sama sekali bukan bakta bila kita melarikan diri dari Tuhan atau kehilangan kepercayaan kepadaNya, karena menghadapi berbagai kesulitan dalam hidup. Demikianlah, seluruh Bhagavata penuh dengan berbagai kisah semacam itu; menguraikan dan menjelaskan ketulusan, ketabahan, kesetiaan, keteguhan iman, kepasrahan mutlak, dan bakti mendalam yang dimiliki bakta tertentu yang terkenal. Bersamaan dengan itu, kitab ini memuliakan dan memuji-muji kebesaran, kasih, serta belas kasihan Tuhan.<br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-58552625284508977182019-04-15T16:08:00.000+08:002019-05-31T16:08:56.327+08:00Makna Wahana GanesaNi Made Riani <br />Balai Diklat Keagamaan Denpasar <br />
<br />
Citra Ganesa pada mulanya tidak disertai dengan wahana (tunggangan). Pada delapan penjelmaan Ganesa yang dinyatakan dalam Mudgalapurana, Ganesa lima kali menggunakan tikus dalam lima penjelmaannya, menggunakan singa saat menjelma sebagai Wakratunda, seekor merak saat menjelma sebagai Wikata, dan menggunakan Sesa, naga ilahi, dalam penjelmaannya sebagai Wignaraja. Pada empat penjelmaan Ganesa yang terdaftar dalam Ganesapurana, Mohotkata menunggangi singa, Mayureswara menunggangi merak, Dumraketu menunggangi kuda, dan Gajanana menunggangi tikus. Dalam pandangan agama Jaina terhadap Ganesa, wahananya ada bermacam-macam, seperti tikus, gajah, penyu, domba, atau merak.<br />
<a name='more'></a><br />Ganesa seringkali digambarkan menunggangi atau diantar oleh seekor tikus. Martin-Dubost mengatakan bahwa tikus muncul sebagai wahana yang utama dalam sastra tentang Ganesa, di wilayah India Tengah dan Barat selama abad ke-7; tikus juga selalu ditempatkan dekat dengan kakinya. Tikus sebagai wahana muncul pertama kali dalam kitab Matsyapurana dan kemudian dalam Brahmandapurana dan Ganesapurana, dimana Ganesa menggunakannya sebagai kendaraan hanya pada inkarnasi terakhirnya. Ganapati Atharwashirsa mengandung sloka tentang Ganesa yang menyatakan bahwa gambar tikus terdapat dalam benderanya. Nama Musakawahana (berwahana tikus) dan Akuketana (berbendera tikus) muncul dalam Ganesa Sahasranama.<br />
<br />Tikus ditafsirkan dalam berbagai pengertian. Seorang penulis buku tentang Ganesa bernama John A. Grimes telah menafsirkan makna tikus sebagai atribut Ganesa. Michael Wilcockson mengatakan bahwa tikus melambangkan orang-orang yang ingin mengatasi keinginan dan mengurangi sifat egois. Yuvraj Krishan, seorang penulis buku Ganesa, mengatakan bahwa tikus itu bersifat merusak dan mengancam pertanian. Kata Sanskerta musaka (tikus) diambil dari akar kata mus (mencuri, merampok). Merupakan hal yang penting untuk menaklukkan tikus sebagai hama penghancur, sejenis wighna (rintangan) yang perlu untuk diatasi. Jadi menurut teori tersebut, Ganesa sebagai penguasa tikus menunjukkan fungsinya sebagai Wigneswara (dewa penghalau segala rintangan) dan memberi bukti terhadap perannya sebagai gramata-devata (dewa pedesaan) bagi rakyat yang kemudian meningkat kemuliaannya. Paul Martin-Dubost yang juga pernah menulis buku tentang Ganesa memberi sebuah pandangan bahwa tikus adalah simbol yang memberi sugesti bahwa Ganesa, seperti halnya tikus, mampu menembus bahkan memasuki tempat-tempat rahasia.<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdYWrI6CzPdzP90FbgVf4TaJGjobheCt_vGYu7msUbDZ7n7ZQ2v1uOukTFNAtog4vOAzY5qi4HbH2P9jO2xn2VLsjpPBE1I2TRY1SlmEYDZPFgkAk53rOMJKrzh4cWX-RyQkjbLkZ1x3uP/s1600/wahana+ganesha+261.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1551" data-original-width="1476" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdYWrI6CzPdzP90FbgVf4TaJGjobheCt_vGYu7msUbDZ7n7ZQ2v1uOukTFNAtog4vOAzY5qi4HbH2P9jO2xn2VLsjpPBE1I2TRY1SlmEYDZPFgkAk53rOMJKrzh4cWX-RyQkjbLkZ1x3uP/s640/wahana+ganesha+261.jpg" width="608" /></a></div>
<br />Ganesa adalah Wigneswara atau Wignaraja, dewa segala rintangan, baik yang bersifat material maupun spiritual. Ia mahsyur dipuja sebagai penyingkir segala rintangan, meski ia juga memasang rintangan pada umatnya yang perlu diberi cobaan. Paul Courtright mengatakan, “Pekerjaannya adalah menempatkan dan menyingkirkan rintangan. Itu merupakan kekuasaannya yang utama.”<br />Yuvraj Krishan menyatakan bahwa beberapa nama Ganesa mencerminkan perannya yang berkembang dari waktu ke waktu. M. K. Dhavalikar beranggapan bahwa karena cepatnya ketenaran Ganesa di antara dewi-dewi Hindu, dan kemunculan para Ganapatya, sehingga ada perubahan tekanan suara dari wignakarta (pencipta rintangan) menjadi wignaharta (penyingkir rintangan). Bagaimana pun, dua fungsi tersebut menjadi amat penting dalam karakter Ganesa, seperti yang dijelaskan Robert Brown, “Bahkan setelah Ganesa dalam Purana digambarkan dengan baik, Ganesa meninggalkan banyak hal-hal penting untuk peran gandanya sebagai pencipta dan penyingkir rintangan, sehingga memiliki aspek negatif maupun positif.”<br /><br />Buddhi<br />Ganesa dianggap sebagai Dewa Aksara dan Pelajaran. Dalam bahasa Sanskerta, kata buddhi adalah kata benda feminin yang banyak diterjemahkan menjadi kecerdasan, kebijaksanaan, atau akal. Konsep buddhi erat dikaitkan dengan kepribadian Ganesa, khususnya pada zaman Purana, ketika banyak kisah menonjolkan kepintarannya dan cinta terhadap kecerdasan. Salah satu nama Ganesa dalam Ganeshapurana dan Ganesa Sahasranama adalah Buddhipriya. Nama ini juga muncul dalam daftar 21 nama di akhir Ganesa Sahasranama yang menurut Ganesa amat penting. Kata priya bisa berarti “yang tercinta”, dan dalam konteks suami-istri bisa berarti “kekasih” atau “suami”. maka nama Buddhipriya bisa saja berarti “Yang dicintai oleh kecerdasan” atau “Suami Buddhi”.<br />Ganesa diidentikkan dengan mantra Aum dalam agama Hindu (juga dieja ‘Om’). Istilah o(ng) karaswarupa (Aum adalah wujudnya), ketika diidentikkan dengan Ganesa, merujuk pada sebuah pemahaman bahwa ia menjelma sebagai bunyi yang utama. Kitab Ganapati Atharwashirsa memberi penjelasan mengenai hubungan ini. Swami Chinmayananda menerjemahkan pernyataan yang relevan berikut ini:<br />
<br />(O Hyang Ganapati!) Engkaulah (Tritunggal) Brahma, Wisnu, dan Mahesa. Engkaulah Indra. Engakulah api (Agni) dan udara (Bayu). Engkaulah matahari (Surya) dan bulan (Candrama). Engkaulah Brahman. Engkaulah (tiga dunia) Bhuloka [bumi], Antariksa-loka [luar angkasa], dan Swargaloka [sorga]. Engkaulah Om. (Itu sebagai tanda, bahwa Engkaulah segala hal tersebut). Beberapa pemuja melihat kesamaan antara lekukan tubuh Ganesa dalam penggambaran umum dengan bentuk simbol Aum dalam aksara Dewanagari dan Tamil.<br />
<br />Menurut Kundalini yoga, Ganesa menempati cakra pertama, yang disebut muladhara. Mula berarti “asal, utama”; adhara berarti “dasar, pondasi.” Cakra muladhara adalah hal penting yang merupakan manifestasi atau pelebaran pokok-pokok kekuatan ilahi yang terpendam. Hubungan Ganesa dengan hal ini juga diterangkan dalam Ganapati Atharwashirsa. Courtright menerjemahkan pernyataan sebagai berikut: “[O Ganesa,] Engkau senantiasa menempati urat sakral di pondasi tulang punggung [muladhara cakra). Maka dari itu, Ganesa memiliki kediaman tetap dalam setiap makhluk yang terletak pada Muladhara. Ganesa memegang, menopang dan memandu cakra-cakra lainnya, sehingga ia mengatur kekuatan yang mendorong cakra kehidupan.Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-675408519623037204.post-54475522170885415512019-04-15T16:03:00.000+08:002019-05-31T16:03:35.335+08:00Indahnya BersedekahLuh Made Sutarmi<br />
<br />
Alam selalu menjadi representasi untuk melakukan kerja tanpa pamerih. Udara pagi yang sejuk suasana tampak indah, selalu membawa pencerahan dan inspirasi yang indah. Di sana Tuhan seakan hadir dalam setiap bayang-bayang kehidupan ini, kemudian dapat membawa beragam narasi yang membuat tersenyum. KehadiranNya selalu membuat jiwa-jiwa agung melayang, bak angin menuju angkasa biru. Bunga-bunga hati selalu membuat tersenyum damai. Inilah pesan yang selalu membuat hati tak lelah berjalan ke dalam hati, pada hidup ini. Seperti yang kerap terguratkan bahwa mereka yang selalu melihat bunga indah di hati orang lain dan sanak keluarganya, suatu saat nanti akan menemukan bunga indah di dalam hati dirinya sendiri, seakan mengejewantah di setiap waktu.<br />
<a name='more'></a> <br />Pun demikian di suatu jeda pantai pun terasa cerah, lalu nun jauh di horison tepi langit terlihat gugusan pulau yang menawan dan indah, lalu dalam memandang itu hanya tergambar wajah ciptaan Tuhan, dalam dekapan riak gelombang pantai, serta deburan ombak mengibaskan butir-butir pasir. Di sana sang adi kawi membisikkan kata- kata cinta yang suci, yang indah dan membumi, membuat hati pencinta spiritual berbunga dan mengangkasa. Jalan-jalan tak pernah sepi, menuju wahana jiwa yang merindukan semesta alam, seakan bangkit. Dedaunan dan bunga ungu tersungkur menggapai bumi, terbersit cahaya mempesona, dalam hutan kabut terurai rerumputan yang tak teratur, menghiasi pintu utama, belantara hutan, tersembul biji bulat yang indah berkelopak yang tersimpul aneka rasa, menyatu dalam berbagai juraian kebahagian dengan tanjakan gunung yang menjulang. Di sana alam mendapatkan ruang sebagai altar pemujaan Tuhan.<br />
<br />Altar Tuhan adalah sebuah analogi dan metafora dalam berbagai narasi untuk menyiratkan kebahagiaan dalam memberi, sebab memberi adalah dapat menjadi sebuah sumber kegembiraan, manakala kita tulus. “Berbagi adalah bentuk lain dari rasa bersyukur, berbagilah dengan sesama tanpa mengharapkan apapun,” kata tetua untuk memberikan berbagai nasihat. Pesan seorang guru layak direnungkan, “Tetaplah berbagi meskipun kau merasa tak punya apa-apa. Karena kau bisa berbagi perhatian, kasih sayang, juga cinta.Tuluslah ketika berbagi. Wanita dapat tersenyum kepada banyak pria. Namun hanya kepada satu pria ia dapat berbagi air matanya. Persahabatan itu tidak dicari, namun kita sendirilah yang menciptakannya, dari rasa saling berbagi, mengerti, dan mempercayainya.”<br />
<br />Bagi mereka yang berjalan ke arah dalam, menemukan mutiara pesan yang sangat indah. Mutiara pertama, produsen berhubungan dengan distributor dan konsumen; dokter berhubungan dengan apoteker dan pasien; suami berpasangan dengan istri; sedangkan bagi mereka yang sekarat dan hampir mati sedekah di masa sehat itulah yang selalu menemaninya. Sedekah yang dilakukan, pahalanya tidak akan dinikmati oleh ayah, ibu, atau sanak saudara lainnya, kebajikan itu akan dinikmati oleh si pelaku sedekah itu sendiri.<br />
<br />Mutiara kedua, sedekah oleh orang suci bijak adalah sifat yang tanpa iri dan dengki, serta ketaatan pada kebajikan dan kebenaran; sebab dari perilaku yang mulia itu akan diperolehlah pahala yang melimpah ruah. Mutiara ketiga,“kenikmatan hidup di bumi adalah pahala dari sedekah; kebijaksanaan dan kesadaran adalah pahala bakti kepada orang tua, sedangkan tindakan yang tidak membunuh dan menyiksa makhluk hidup menyebabkan umur panjang.”<br />
<br />Di antara apapun di bumi ini, sangat sulit lah untuk bersedekah, sebab harta itu diperoleh dari hasil kerja keras; walau sesulit apapun janganlah pernah lupa untuk bersedekah. Orang-orang utama adalah orang yang dengan suka rela memberi sedekah kepada orang-orang yang memerlukan, tidak peduli besar ataukah kecil pemberian itu.<br />
<br />Mutiara keempat, tujuan utama dari harta dan kekayaan rahmat Tuhan adalah untuk disedekahkan, namun apabila sedekah itu digembar-gemborkan, hilanglah makna dari sedekah yang dilakukan. Mereka yang berpengetahuan akan merelakan harta kekayaannya untuk kepentingan dan kesejahteraan umum, bahkan bila perlu nyawanya pun akan dikorbankan; mereka yang berpengetahuan menyadari bahwa tiada yang kekal dalam hidup ini, maka dari itu demi kepentingan dan kesejahteraan umum, jangankan harta, nyawa akan rela diserahkannya.<br />
<br />Mutiara kelima, ada orang dapat mempertahankan kekayaan dalam jangka waktu yang lama, yang lainnya hanya sekejap menjadi kaya; yang lama pasti panjang amal sedekahnya, sedangkan yang hanya sekejap tentu sekejap pula amal sedekahnya. Maka dari itu janganlah kikir, lakukan sedekah semampunya, dan nikmatilah kekayaanmu dalam jangka waktu yang lama. Pernikahan berguna untuk melanjutkan keturunan, kitab suci berguna untuk menuntun pada kebajikan dan kebenaran, sedangkan kekayaan itu boleh dinikmati; selebihnya disedekahkan. Apa gunanya harta kekayaan itu dinikmati jika tanpa adanya sedekah, apa gunanya kesaktian jika tidak untuk mengalahkan musuh, apa gunanya sastra-sastra itu jika tidak untuk menuntun pada perbuatan baik dan benar, apa gunanya juga kebijaksanaan jika tidak untuk menaklukkan hawa nafsu yang negatif. Maka dari itu orang kaya yang tidak melakukan sedekah, sesungguhnya ia telah mati dalam hidupnya, hanya lantaran masih bernafas saja ia dikatakan hidup. Memaknai sedekah, menarik memahami diskusi Krishna dengan Arjuna saat perang Bharatayuda berlangsung.<br /><br />****<br />Malam setelah usai perang hari itu, udara terasa dingin, diskusi Sri Krishna dan Arjuna terus terjadi. Krishna berkata, “Arjuna, engkau harus mengetahui, Jika tidak memiliki kekayaan materi, ciptakanlah rasa aman bagi makhluk hidup, sebab jika seseorang dapat membuat makhluk hidup terhindar dari ketakutan, inilah bentuk sedekah yang dapat mengalahkan sedekah-sedekah yang lain.“<br />“Krishna! Kapan kita mesti melakukan sedekah?” Tanya Arjuna. Dengan senyum manis Krishna berkata, “Sedekah dapat dilakukan kapan pun, dimanapun, dan dalam bentuk apapun. Sedekah tanah, sedekah kesempatan, wahyu suci, harta benda, dan lain-lain. Terlebih lagi kepada janda yang memiliki banyak anak dan masih banyak membutuhkan biaya untuk membesarkan anak-anaknya. Memberikan sedekah kepada janda dan kepada orang miskin juga diibaratkan sebagai menegakkan kebenaran di jalan Tuhan. Begitu besar pahala yang bisa didapatkan. Kini saatnya kamu memantapkan hati untuk bersedekah dengan ikhlas. Selain itu sedekah makanan dan minuman kepada orang yang kelaparan dan kehausan, sedekah selimut dan pakaian kepada orang yang kedinginan, nilainya sama dengan sedekah dalam bentuk harta kekayaan.”<br />
<br />Krishna menambahkan, “Arjuna! Perlu engkau ketahui, perlu engkau percaya, bahwa sedekah akan mendatangkan pahala yang besar apabila dilakukan ketika matahari berada di bagian paling selatan khatulistiwa, ketika matahari berada dibagian paling utara khatulistiwa, ketika matahari berada tepat di garis khatulistiwa, pada saat gerhana bulan dan gerhana matahari.”<br />
<br />“Bagaimanakah akibatnya kalau pemberian sedekah tidak tepat sasaran?” tanya Arjuna lagi, Krishna menjawab, “Arjuna! Sedekah yang tepat dan diberikan kepada orang yang tepat sudah pasti akan mendatangkan pahala yang besar, sedangkan sedekah yang tidak tepat dan diberikan kepada orang yang tidak tepat, walaupun dalam jumlah yang besar, akan mendatangkan pahala yang kecil. Intinya, besar kecil pahala tidak tergantung pada besar kecil sedekah, tapi pada tepat atau tidaknya sedekah itu. Lalu, jangan bersedekah kepada orang yang jahat dan kejam, jangan menggembar-gemborkan sedekah yang dilakukan. Jangan menerima sedekah dari orang jahat dan kejam, serta jangan pula berlindung kepadanya. Perlu juga engkau ketahui bahwa sedekah jangan diberikan secara ngawur, jika ingin bersedekah hendaknya berusahalah mencari orang yang benar-benar pantas menerimanya.”<br />
<br />“Apakah pahala yang diterima bagi penderma?” Krishna berkata, “Pahala yang besar akan segera didapatkan jika sedekah diberikan kepada orang miskin yang baik, orang-orang yang hidup kelaparan, dan kepada orang yang benar-benar memerlukan bantuan. Lalu, hendaknya sedekah diberikan bukan karena ingin mendapatkan pujian, bukan karena rasa takut, dan tidak menyimpan motif atau tujuan-tujuan tertentu. Engkau harus ketahui, jika ayah dan ibu meminta pemberian, jangankan dalam bentuk harta, nyawa pun hendaknya dikorbankan saja. Hutang kepada orang tua tidak akan terbalaskan, walaupun si anak berusaha membalasnya setiap hari dalam seratus tahun. Sebab demikian banyak penderitaan, pengorbanan, dan usaha-usaha yang dilakukan oleh ibu dan ayah untuk membesarkan anak-anaknya. Hanya orang miskinlah yang patut diberikan sedekah, bukan kepada orang kaya. Seperti halnya obat hanya pantas diberikan kepada mereka yang sakit, menjadi tiada guna jika diberikan kepada yang sehat. Jika ada orang miskin, namun lantaran malu, ia tidak mau meminta sedekah; sang dermawan haruslah berusaha agar si miskin itu mau meminta dan menerima sedekahnya. Jangan sekali-kali marah kepada orang yang meminta sedekah, jangan mengusirnya, jangan menolak untuk memberi sedekah walau mungkin yang meminta sedekah itu dianggap hina oleh masyarakat, bahkan sedekah yang diberikan kepada anjing pun tidak akan sia-sia.”<br />
<br />Krishna masih memberikan wejangan, “Jangan gegabah mencela dan menolak kedatangan orang yang meminta sedekah, jangan pernah menolak harapan-harapan mereka; sebab seorang peminta-minta dengan harapannya akan sedekah, ia berkeadaan sama dengan seorang guru yang datang dengan ajaran tentang kebajikan dan kebenaran. Mereka yang datang meminta sedekah layaknya matahari yang datang setiap hari untuk menghilangkan kegelapan; bagaikan seorang tukang bersih kaca yang bertugas setiap hari untuk membersihkan kaca dari debu-debunya.”<br />
<br />Selanjutnya Krishna berkata, “Tidak ada dosa yang lebih besar dari orang yang berkata ‘tidak’ kepada orang yang meminta sedekah, bahkan dosa mereka yang berkata ‘tidak’ akan ditambahkan dengan dosa dari si peminta-minta itu. Orang miskin yang datang meminta sedekah kepada si kaya sesungguhnya adalah cermin guru yang bijaksana, sebab kedatangan si miskin seolah-olah menasehati si kaya, agar menjaga hartanya dengan sedekah; sebab jika si kaya menjadi kikir, kekayaannya akan hilang dan ia akan menjadi miskin.<br />
<br />Janganlah selalu memikirkan adanya pahala atau tidak adanya pahala saat bersedekah, hendaknya sedekah dilakukan semampu yang bisa dilakukan dan sedekah diberikan dalam bentuk yang layak disedekahkan. Sedekah seperti ini pasti berpahala. Adapun puncak dari sedekah adalah dalam bentuk emas (harta), sapi (ternak) dan tanah (tempat hunian atau tempat bercocok tanam). Sedekah seperti ini akan melenyapkan malapetaka dan mengantar ke surga.<br />
<br />Hendaknya sedekah yang diberikan berupa uang atau barang-barang berharga, seperti emas, perak, permata, kain, dan tanah. Yang seperti inilah patut disedekahkan. Jika menyedekahkan lembu bule (ternak) hendaknya tanduk lembu tersebut dihiasi dengan emas beserta sebuah bejana dari kuningan untuk penampung susunya. Sedekah seperti ini akan menjadi nandini (lembu yang dapat memenuhi segala keinginan) di alam akhirat nantinya.<br />
<br />Jika yang disedekahkan dalam bentuk rempah-rempah (obat-obatan), dupa, harum-haruman (sarana sembahyang), pakaian atau kain, mereka yang melakukan sedekah seperti ini kelak akan terlahir menjadi orang yang berwajah tampan dan berfisik sehat. Inilah sedekah yang mudah cara memperolehnya, minyak, umbi-umbian (bahan makanan), air, lulur kaki, atau alat penerangan; mereka yang bersedekah seperti ini akan hidup senang, tenteram dan damai dengan sanak keluarganya.<br />
<br />Jika ada orang yang memberikan sedekah air kepada orang-orang yang sedang kehausan, di akhirat di tempat yang paling sulit air pun mereka yang bersedekah air tidak akan pernah kekurangan air.<br />Adapun orang yang menyedekahkan penerangan kepada orang yang sedang melakukan perjalanan malam, kelak di kehidupan berikutnya akan memiliki mata yang bercahaya, wajah yang berseri dan karisma yang kuat.<br />
<br />Jika ada orang yang menyedekahkan payung kepada orang yang kehujanan, di alam akhirat mereka ini akan dipayungi oleh para bidadari/bidadara. Jika ada orang yang menyedekahkan alas kaki kepada orang yang sedang berjalan dan kepanasan, di alam akhirat ia akan dihormati oleh para Dewa. Besar kecil pahala dari sedekah dan derma, bukanlah disebabkan oleh banyak atau kurangnya jumlah yang dikorbankan, namun ikhlas atau tidak ikhlas hati dari si pemberi kala itu.<br />
<br />Barang yang disenangi, barang yang disayangi, barang-barang yang berharga, barang yang berkeadaan seperti inilah yang paling baik untuk disedekahkan. Sedekah yang diberikan dengan tanpa diminta terlebih dahulu tergolong sedekah tingkat utama, sedangkan sedekah yang diberikan lantaran ada permintaan tergolong sedekah dalam tingkatan menengah. Sedekah yang diberikan dengan tidak tulus ikhlas, terpaksa, atau dengan kata-kata kasar/hinaan tergolong sedekah tingkat rendah dengan pahala sangat sedikit.<br />
<br />Sedekah yang diberikan dengan motif/syarat tertentu (negatif) dan dilakukan dengan tidak tulus ikhlas adalah sedekah dalam tingkatan hina dan tidak ada pahalanya. Untuk berlatih, sedekahkanlah terlebih dahulu barang-barang yang kurang berharga, berikutnya barang berharga, setelah terbiasa barulah menyedekahkan barang-barang yang sangat berharga dan anda sukai.<br />
<br />Apabila seseorang menasehati orang lain untuk bersedekah, sedangkan ia sendiri tidak melakukannya, maka apa yang dicita-citakannya, apa yang diidam-idamkannya tidak pernah akan terwujud. Jika ada orang bertekad dan berjanji untuk berbuat kebajikan (berdana/bersedekah), lalu ia tidak menepati janjinya itu, maka akan hilanglah pahala hasil dari sembahyangnya dan pahala dari amal dan jasanya.”<br />
<br />Arjuna tersenyum dan dia menyadari benar bahwa pahala dari ketekunan memuja Tuhan dapat hilang seketika jika tidak menepati janji untuk bersedekah. Pahala dari amal dan jasa yang dilakukan seketika akan hilang jika tidak menepati janji untuk bersedekah. Om Gam Ganapataye Namaha. *****<br />Majalah Hindu Radityahttp://www.blogger.com/profile/00275192649395776723noreply@blogger.com0